commit to user 204
204
1. Faktor komunikasi
1.1 Terpaan media
Tak bisa dipungkiri, sejak pertama kali kemunculannya, media massa memang dipercaya memberikan efek yang cukup besar dalam
kehidupan manusia. Media dianggap memiliki kekuatan untuk dapat membentuk opini dan kepercayaan, yang pada akhirnya bisa mengubah
kebiasaan hidup para pemirsanya. Penggunaan media massa di kalangan khalayak bisa dilihat dari frekuensi maupun intensitasnya. Pun
hal ini berlaku di kalangan mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS sebagai khalayak yang mengkonsumsi lagu-lagu pop Indonesia
era tahun 2000-an dengan nilai-nilai romantic relationship di dalamnya. Dalam penelitian kultivasi, audiens yang menghabiskan banyak
waktunya untuk mengkonsumsi produk media dikenal dengan istilah heavy viewer, sementara itu mereka yang mengakses produk media
dalam jumlah waktu yang sedikit dikenal dengan istilah light viewer. Dalam konteks penelitian ini, akan digunakan istilah heavy
listener, karena informan yang terlibat dalam penelitian ini adalah khalayak media, yaitu pendengar lagu-lagu pop Indonesia era tahun
2000-an yang sering mendengarkan dan melihat lagu-lagu tersebut. Lagu merupakan media dengar atau audio, sehingga istilah listener
memang sengaja digunakan. Gerbner, sang penemu studi kultivasi sendiri tidak menentukan
secara jelas mengenai kedua kategori audiens produk media tersebut di atas. Namun Severin dan Tankard 2008 mengkategorikan pemirsa
commit to user 205
205 yang menonton televisi lebih dari empat jam sehari merupakan pemirsa
yang masuk dalam kategori heavy viewer. Sementara itu, light viewer adalah mereka yang menonton televisi kurang dari empat jam dalam
sehari. Dalam penelitian ini, heavy listener adalah mereka yang sering mendengarkan lagu-lagu yang menjadi bahan kajian.
Dalam studi kultivasi, dikenal tiga konsep yang berhubungan dengan terpaan media hingga penerimaan isi media tersebut di kalangan
khalayak. Tiga konsep itu adalah:
Frequent
Frequent merupakan banyaknya produk media ditampilkan melalui media massa untuk dikonsumsi oleh khalayak media. Pada
masanya, yaitu sekitar tahun 2000 hingga tahun 2008-an, lagu-lagu yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini selalu dan sering
dimunculkan di media massa, baik itu diputar di radio, video klipnya ditayangkan di televisi, ataupun para musisi dan penyanyi yang
perform secara langsung pada program-program musik di media televisi, lengkap dengan panggung, dan alat musik yang dimainkan
secara langsung.
Habit
Habit di sini maksudnya adalah kebiasaan di kalangan khalayak terkait apa yang ditampilkan oleh media massa secara frequent
tersebut. Seiring berjalannya waktu, khalayak yang mengkonsumsi isi media akan menjadikan segala sesuatu yang menjadi isi media
commit to user 206
206 tersebut sebagai suatu kebiasaan. Wartella dan para koleganya dalam
McQuail, 2002 mengatakan bahwa semakin lama, para penonton yang awalnya bereaksi takut terhadap kekerasan pada media televisi,
memiliki kemungkinan menjadi terbiasa terhadap tayangan semacam itu, bahkan bisa saja secara psikologi mereka merasa nyaman dengan
tontonan semacam itu. Hal tersebut bukan tak mungkin juga terjadi pada khalayak yang
mengkonsumsi lagu-lagu pop Indonesia era tahun 2000-an dengan muatan nilai-nilai romantic relationship yang sesuai dengan realitas
objektif maupun nilai-nilai romantic relationship yang telah mengalami penyimpangan. Dalam konteks penelitian ini, lagu-lagu
tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ‘lagu abu-
abu’ yang menampilkan nilai-nilai romantic relationship dan penyimpangan nilai-
nilai tersebut, serta kelompok ‘lagu hitam’ yang hanya
mengandung penyimpangan
dari nilai-nilai
romantic relationship saja.
Khalayak yang selalu dan sering mendengarkan ataupun melihat video
klip dari ‘lagu abu-abu’ dan ‘lagu hitam’, bisa saja memiliki persepsi bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam lagu-lagu tersebut
merupakan hal yang memberikan kenyamanan dan menjadi hal yang wajar dan biasa. Sehingga akan terbentuk habit pada dirinya akan
pemahamanny mengenai nilai-nilai tersebut.
commit to user 207
207
Desensitization
Desensitization adalah berkurangnya atau menghilangnya rasa sensitif pada diri seseorang atas suatu hal, karena dia telah mengalami
hal tersebut berulang-ulang dari waktu ke waktu. Terpaan media yang begitu besar dan dikonsumsi oleh masyarakat dengan sebegitu
seringnya, mau tidak mau pada akhirnya akan menumbuhkan adanya desensitization di kalangan khalayak media.
Hal ini terlihat jelas dari tayangan kekerasan yang ditampilkan dalam media televisi, misalnya. Awalnya, kekerasan mungkin menjadi
hal yang menakutkan bagi audiens. Mereka mungkin akan merasakan ngeri, takut, dan seram jika melihat kekerasan ditampilkan di media.
Namun, karena hal-hal itu terlalu sering dimunculkan di media, khalayak dengan begitu gencar dicekoki dengan tayangan-tayangan
demikian, lama-kelamaan tidak memiliki rasa sensitif terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan seperti yang sudah biasa
mereka lihat tersebut Harris, 2004. Hal ini juga bisa berlaku bagi lirik lagu-lagu yang menjadi
kajian dalam penelitian ini. Media terlalu sering menampilkan ‘lagu
abu- abu’ dan ‘lagu hitam’. Lagu-lagu tersebut berisi tentang
penyimpangan dari nilai-nilai romantic relationship. Lama kelamaan, bukan tak mungkin jika pendengar juga akan kehilangan rasa
sensitifnya mengenai apa saja nilai-nilai romantic relationship, dan bagaimana bisa mewujudkan romantic relationship yang ideal dan
commit to user 208
208 berkualitas dalam kehidupan sehari-hari. Segala yang ditampilkan di
media tersebut seakan-akan menjadi hal yang wajar dan biasa terjadi di masyarakat.
Dalam penelitian ini, terlihat bahwa para informan adalah kalangan yang banyak mengkonsumsi lagu-lagu pop Indonesia era
tahun 2000-an dengan nilai-nilai romantic relationship. Sehingga, mereka bisa disebut sebagai high listener
dari ‘lagu abu-abu’ dan ‘lagu hitam’ yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini. Selanjutnya,
karena mereka termasuk high listeners, maka akan terbentuk habit terkait dengan nilai-nilai romantic relationship yang ditampilkan di
media. Pada akhirnya, akan terjadilah desensitization pada diri mereka terkait dengan nilai-nilai tersebut. Hal-hal tersebut bisa dilihat dari
penjelasan di bawah ini:
a. Kelompok lagu ‘abu-abu’