commit to user 208
208 berkualitas dalam kehidupan sehari-hari. Segala yang ditampilkan di
media tersebut seakan-akan menjadi hal yang wajar dan biasa terjadi di masyarakat.
Dalam penelitian ini, terlihat bahwa para informan adalah kalangan yang banyak mengkonsumsi lagu-lagu pop Indonesia era
tahun 2000-an dengan nilai-nilai romantic relationship. Sehingga, mereka bisa disebut sebagai high listener
dari ‘lagu abu-abu’ dan ‘lagu hitam’ yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini. Selanjutnya,
karena mereka termasuk high listeners, maka akan terbentuk habit terkait dengan nilai-nilai romantic relationship yang ditampilkan di
media. Pada akhirnya, akan terjadilah desensitization pada diri mereka terkait dengan nilai-nilai tersebut. Hal-hal tersebut bisa dilihat dari
penjelasan di bawah ini:
a. Kelompok lagu ‘abu-abu’
1 Frequent
Konsep yang pertama dalam studi kultivasi, utamanya yang berhubungan dengan terpaan media ini, adalah mengenai
begitu seringnya seseorang mengkonsumsi produk media, sesering produk media tersebut disiarkan.
Dalam konteks penelitian ini, para informan, yaitu khalayak lagu-lagu pop Indonesia era tahun 2000-an yang
mengandung nilai-nilai romantic relationship, menyatakan bahwa mereka sering mengkonsumsi lagu-lagu tersebut,
commit to user 209
209 terutama untuk kelompok ‘lagu abu-abu’. Alasan utamanya
adalah karena media sering menyiarkannya. Dengan begitu banyaknya media massa menampilkan
lagu-lagu lagu-lagu pop Indonesia yang termasuk dalam kelompok ‘lagu abu-abu’, maka mau tidak mau masyarakat juga
terkena terpaannya. Mereka secara sengaja maupun tidak sengaja akan mengkonsumsi lagu-lagu tersebut. ini akan
dikonsumsi oleh khalayak sesering media menampilkannya tersebut.
Lagu-lagu ini banyak diputar di radio serta ditampilkan video klipnya di media televisi. Tak jarang pula media cetak,
baik surat kabar, tabloid, maupun majalah menampilkan lirik lagunya lengkap dengan chord lagu-lagu tersebut. Salah satu
informan yang mengungkapkan mengenai hal ini adalah Citra 22. Hal ini tampak dari jawabannya dalam petikan wawancara
di bawah ini:
“Ee.. sesering media menampilkannya. Karena dari dulu juga seneng banget sama radio
…” sumber: wawancara dengan Citra, 12 Juli 2010
Informan di atas mengaku mengkonsumsi lagu-lagu yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini sama seringnya
dengan media massa, utamanya radio, menyiarkannya. Dari pernyataannya, bisa terlihat bahwa konsep frequent di sini
memang terjadi. Lagu-lagu tersebut sering sekali diputar di
commit to user 210
210 radio, sementara itu, informan adalah tipe orang yang suka
mendengarkan radio. Sehingga, ketika dia melakukan kesukaan hobinya tersebut, maka secara tak langsung dia juga akan
terkena terpaan media yang berulang-ulang tersebut.
2 Habit
Dalam hubungannya
dengan terpaan
media dan
penerimaan khalayak, konsep kedua yang dikenal dalam studi kultivasi adalah habit. Konsep ini masih berhubungan dengan
konsep yang pertama. Seseorang yang sering mengkonsumsi isi dari suatu produk media, akan merasakan ‘biasa saja’ terhadap
apa yang ada di media tersebut. Dalam konteks penelitian ini, konsep habit akan terjadi
jika khalayak yang sering mendengarkan lagu-lagu pop Indonesia yang termasuk dalam kelompok ‘lagu abu-abu’ ini
merasakan suatu kewajaran dengan apa yang ada dalam lagu- lagu tersebut, dengan nilai-nilai yang terkandung dalam lagu-
lagu tersebut. Salah seorang responden, Citra, yang mengkonsumsi ‘lagu
abu- abu’ sesering media menampilkannya tersebut, telah
mengalami konsep ini. Hal ini bisa dilihat dari pernyataannya berikut ini:
“…mau nggak mau jadi ngerasa wajar aja melihat hal- hal begitu, nggak yang aneh atau gimanaa gitu
” sumber: wawancara dengan Citra, 17 Oktober 2010
commit to user 211
211 Perasaan wajar dan tidak merasakan aneh terhadap nilai-
nilai romantic relationship dan penyimpangannya yang ada dalam kelompok ‘lagu abu-abu menandakan bahwa konsep
habit telah dia alami.
3 Desensitization
Prinsip dasar dari desensitization adalah menonton kekerasan di media secara terus-menerus membuat kita kurang
sensitif terhadap kekerasan itu sendiri, kurang merasa terganggu dengan tayangan semacam itu, malah lebih terkesan dengan
kekerasan yang ditayangkan tersebut. Kita jadi terbiasa melihat orang-orang disiksa, diledakkan, atau ditembak, dan itu bukan
jadi masalah besar. Misalnya, Rabinovitch dan para koleganya melakukan studi dan mendapati temuan bahwa setelah melihat
kekerasan di televisi, anak kelas enam SD menjadi kurang sensitif terhadap penggambaran tindak kekerasan, dibandingkan
anak-anak yang menonton tayangan non-kekerasan Harris, 2004.
Dalam konteks penelitian ini, informan yang telah mengalami konsep frequent dan habit informan Citra pada
akhirnya akan merasakan juga konsep yang ketiga ini. Hal ini bisa dari pernyataannya mengenai nilai romantic relationship
berikut ini:
commit to user 212
212
“… kalo kita punya pacar, trus kita jatuh cinta dengan orang selain pacar kita
, mungkin emang pacar kita
bukan the best, jadi, nggak masalah, toh kan masih pacaran ini…”
sumber: wawancara dengan Citra, 19 Oktober 2010
Pendapat informan di atas menunjukkan bahwa informan tak lagi sensitif memandang nilai romantic relationship,
terutama nilai kesetiaan. Hal ini tampak dari pendapatnya yang terkesan pesimis dengan hubungan yang ada. Di satu sisi,
romantic relationship seharusnya diwarnai dengan rasa optimis. Karena tidak ada rasa optimis tersebut, maka bisa dikatakan
bahwa anggapan ini bertolak belakang dengan elemen nilai kesetiaan yang kedua, yaitu elemen kognitif.
Rasa pesimis itu jugalah yang akhirnya mendorongnya untuk memiliki anggapan bahwa selama masih berpacaran, jatuh
cinta dengan orang lain selain pasangan merupakan hal yang wajar dan diperbolehkan, bahkan hal itu bisa saja dilakukan
dengan perasaan bahagia dan senang tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Hal tersebut di atas serupa dengan realitas media utamanya pada kelompok ‘lagu abu-abu’ yang menampilkan
kesetiaan sebagai sebuah pesimisme dalam menjalin hubungan namun tetap memiliki rasa bahagia dalam hubungan tersebut.
Lebih jelasnya lagi, bisa dilihat dari potongan lirik lagu Lelaki Buaya Darat oleh Ratu berikut ini:
commit to user 213
213 Lihatlah, pada diriku
Aku cantik dan menarik nilai loyalty
dan kau mulai dekati aku
… Tapi untungnya
penyimpangan
Aku masih punya kekasih yang lain nilai loyalty
sumber: lirik lagu Lelaki Buaya Darat oleh Ratu Dalam lirik tersebut di atas, pada bait pertama tampak
salah satu elemen dari nilai kesetiaan dimunculkan, yaitu elemen emotif, yang diwujudkan dengan adanya kebahagiaan, di mana
perasaan bahagia ini tercermin dari kalimat „kau mulai dekati
aku‟. Secara tidak langsung tersirat bahwa ada seorang wanita yang
merasakan kebahagiaan
karena kecantikan
dan penampilannya yang menarik, membuat lawan jenis bisa tertarik
padanya dan mendekatinya. Namun, pada bagian selanjutnya tampak jelas disebutkan
bahwa orang yang sedang berbahagia tersebut merasa beruntung karena dia memiliki kekasih lain. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada kesetiaan yang tertanam dalam dirinya terhadap hubungan yang dijalinnya, dan terdapat penyimpangan pada
elemen kognitif dari sebuah nilai kesetiaan. Penyimpangan tersebut tampak dari tidak adanya optimisme terhadap hubungan
yang sedang mereka jalin. Sebaliknya, pasangan dalam hubungan tersebut merasakan pesimis terhadap hubungan
mereka. Hal tersebut diwujudkan dengan mempersiapkan hubungan asmara dengan orang lain, sebagai suatu jalan tengah
commit to user 214
214 jika hubungannya yang telah dijalin dengan kekasihnya
mengalami hal-hal yang tidak diinginkannya, seperti mengalami kegagalan, misalnya.
Dari penjelasan di atas tampak jelas bahwa karena terlalu sering dan berulang-ulang frequent mendengarkan lagu-lagu pop
Indonesia era tahun 2000-an, utamanya yang termasuk dalam kelompok ‘lagu abu-abu’, informan di atas menjadikan nilai
kesetiaan yang terdapat pada lagu tersebut sebagai suatu hal yang biasa dan menjadi habit bagi dirinya. Pada akhirnya, akan terjadi
pula desensitization pada dirinya mengenai nilai tersebut. Padahal di sisi lain, penggambaran nilai kesetiaan pada lagu tersebut tidak
sesuai dengan konsep loyalty seperti yang terdalam dalam realitas objektif.
b. Kelompok ‘lagu hitam’