Pengalaman orang lain di lingkungan sekitar

commit to user 245 245

2.2 Pengalaman orang lain di lingkungan sekitar

Selain pengalaman yang dialami sendiri oleh para informan, beberapa di antara mereka juga pernah mengalami pengalaman tersebut di lingkungan tempatnya berada. Artinya, mereka tidak secara langsung memiliki pengalaman tersebut, tetapi, teman atau saudara merekalah yang mengalaminya.  Memiliki teman dengan pengalaman ‘diselingkuhi’ Tidak selalu pengalaman pribadi saja yang menentukan pembentukan realitas subjektif. Pengalaman orang lain pun ternyata menentukan hal tersebut. Hal ini seperti apa yang menjadi pendapat Tika dalam wawancaranya berikut ini: “Pernah teman memiliki pengalaman diselingkuhi, he eh... jadi mungkin.. terus ada lagunya, jadi.. kayak tambah suka sama tu lagu… Denger lagu ini.. kayak aku banget, gitu” sumber: wawancara dengan Tika, 10 Juli 2010 Pengalaman temannya tersebut secara tidak langsung bisa mempengaruhinya dalam memandang bagaimana romantic relationship harus dijalani dengan pasangannya. Lebih lanjut bahkan karena terdapat kesamaan dengan pengalaman pribadi temannya itulah, maka istilah „lagu ini kayak aku banget‟ menjadi semakin menanamkan adanya nilai-nilai romantic relationship yang menyimpang. Hal itu masih ditambah lagi dengan interaksinya dengan temannya tersebut yang lebih semakin commit to user 246 246 memungkinkan tertanamnya nilai-nilai romantic relationship yang menyimpang. Dengan adanya pengalaman dari temannya tersebut, maka informan di atas pun memiliki persepsinya sendiri mengenai nilai romantic relationship yang tidak sejalan dengan nilai tersebut dalam realitas objektif. Hal ini bisa dilihat dari pendapatnya berikut ini: “… dalam hubungan pacaran ya? Ya.. kayaknya umum- umum aja jaman sekarang pengen punya pacar dobel- dobel …” Sumber: wawancara dengan Tika, 17 Oktober 2010 Pengalaman yang dialami oleh teman dari informan di atas, membawanya pada persepsi bahwa dalam romantic relationship, keinginan untuk memiliki banyak pacar adalah hal yang wajar. Pemahaman ini tentunya tidak sesuai dengan nilai romantic relationship dalam realitas objektif. Utamanya dalam nilai commitment, membutuhkan adanya sikap yang pro-relationship. Sementara itu pendapatnya seperti yang tersebut di atas, di mana dia menginginkan memiliki banyak pacar, bukanlah sikap yang pro-relationship, seperti salah satu konsep dalam nilai komitmen. Pembentukan realitas subjektif informan tersebut ditentukan oleh adanya pengalaman dari temannya. commit to user 247 247  Memiliki teman yang berselingkuh dan kembali dengan mantan pacar meski telah memiliki pacar baru Joan 23 memberikan pendapatnya pula mengenai pengalaman orang lain terkait penyimpangan nilai-nilai romantic relationship ini. Menurutnya, teman-teman di lingkungan sekitarnya banyak yang memiliki pengalaman demikian, seperti apa yang dikatakannya berikut ini: “Hehehe.. Ada yang kayak gitu, ee.. banyak juga yang kayak gitu … perselingkuhan, balikan sama mantan lagi meskipun sekarang udah punya cewek atau punya cowok .. Pokoknya rumput tetangga lebih hijau itu.. lagi.. lagi.. bener-bener in sekarang. Bahkan 80 permasalahan usia 18 sampai 25 tahun itu , seperti itu.” sumber: wawancara dengan Joan, 10 Juli 2010 Apa yang disebutkan oleh informan di atas bisa disebut sebagai suatu fenomena sosial yang sangat memprihatinkan, di mana menurutnya hal tersebut merupakan sesuatu yang „bener- bener in‟. Maksudnya adalah hal-hal seperti „perselingkuhan, balikan sama mantan lagi meskipun sekarang udah punya cewek atau punya cowok… rumput tetangga lebih hijau‟ merupakan hal yang sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai romantic relationship. Namun, kebanyakan remaja melakukannya, bahkan informan tersebut bisa menyebutkan prosentasenya dalam hal ini, yaitu 80. Pengalaman yang dialami oleh orang-orang di sekitar informan seperti yang tersebut di atas, membawanya pada persepsi commit to user 248 248 mengenai nilai romantic relationship seperti terdapat pada pendapatnya berikut ini: “… ya biasa aja, dijalani apa adanya, let it flow, ngalir aja deh… nggak terlalu ngoyo, biasa.. emm… biasa aja” sumber: wawancara dengan Joan, 19 Oktober 2010 Pendapat informan di atas menunjukkan bahwa romantic relationship merupakan suatu tahap hubungan antar manusia yang tidak dianggap serius dan memiliki masa depan tertentu. Tidak terlihat adanya hasrat untuk keberlangsungan hubungan ini menjadi suatu hubungan jangka panjang yang akan berlangsung lama. Hal ini tidak sesuai dengan penggambaran nilai komitmen dalam romantic relationship. Dengan ketidaksamaannya persepsi informan di atas dengan relitas objektif mengenai nilai komitmen, maka bisa diketahui bahwa terjadi pembentukan realitas subjektif, yang salah satunya disebabkan oleh faktor non komunikasi, yaitu pengalaman di lingkungan sekitar. Berdasarkan penjabaran di atas, maka bisa diketahui bahwa selain terpaan media, pembentukan realitas subjektif khalayak juga ditentukan oleh faktor-faktor lain, yaitu faktor komunikasi interpersonal, dan pengalaman. Dari faktor-faktor yang menentukan pembentukan realitas subjektif khalayak tersebut, kecenderungan dalam penelitian ini, faktor komunikasi interpersonal memegang peranan yang terdepan jika dibandingkan dengan faktor-faktor yang lainnya. Hal ini tampaknya adalah suatu hal yang wajar, mengingat commit to user 249 249 informan dalam penelitian ini adalah kalangan remaja, di mana masa remaja merupakan masa pencarian jati diri, dan memiliki teman sebaya menjadi hal yang penting, sampai terkadang mereka lebih mempercayai teman mereka dibandingkan dengan orang tua. Adanya pengaruh yang kuat dan besar dari teman dalam fase kehidupan remaja tersebut merupakan sesuatu yang umum. Studi Brown Theobald mendapati temuan bahwa salah satu mode pada kehidupan remaja dalam konteks saling mempengaruhi teman mereka satu sama lain adalah regulasi normatif. Salah satu bentuk dari regulasi normatif itu adalah obrolan dengan sesama teman. Sehingga, secara tidak langsung terdapat tekanan dalam hubungan pertemanan yang dilakukan oleh remaja atau biasa diistilahkan dengan peer pressure Brown Klute dalam Adams Berzonsky, 2003. Namun, hal tersebut juga bukan berarti bahwa media tidak memiliki andil. Dari studi ini ternyata terdapat realitas subjektif yang ada di kalangan khalayak dan media menjadi salah satu faktor pembentuknya. Sehingga, tesis Gerbner mengenai media dan konsepsi realitas subjektif tampaknya terbukti dalam penelitian ini. commit to user 250

BAB V ANALISIS KULTIVASI NILAI-NILAI

ROMANTIC RELATIONSHIP DALAM LAGU-LAGU POP INDONESIA ERA TAHUN 2000-an Studi kultivasi merupakan studi penanaman nilai sosial di kalangan khalayak media yang dilakukan pertama kali di Amerika dengan founding father George Gerbner. Studi ini merupakan komponen ketiga dari sebuah paradigma penelitian, yaitu Cultural Indicator. Komponen ketiga dari Cultural Indicator itu adalah mengenai hubungan antara terpaan media utamanya pesan dalam siaran televisi dengan kepercayaan dan perilaku audiens. Umumnya, studi ini mencoba mencari tahu ada tidaknya penanaman nilai sosial di kalangan khalayak terhadap isi dari produk media yang mereka konsumsi, yaitu televisi lihat Quick, 2009; Appel, 2008; Gross Aday, 2003; Ward, 2002. Televisi memang menjadi media massa yang banyak dijadikan sebagai objek untuk studi kultivasi karena orang- orang paling banyak mengkonsumsi media massa ini dibandingkan dengan media massa yang lain. Menurut Morgan Signorielli televisi memiliki karakteristik lain yang menjadikannya sebagai objek yang signifikan dalam studi kultivasi. Orang-orang lebih memilih menonton televisi daripada bekerja atau tidur. Sebagian besar orang yang berusia di bawah 35 tahun mulai menonton televisi sejak mereka belum bisa berbicara. Menonton televisi tidak seperti membaca media cetak yang membutuhkan kemampuan literasi; televisi siarannya bisa berlangsung terus- menerus dan bisa ditonton tanpa harus keluar rumah, tidak seperti film bioskop;

Dokumen yang terkait

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI SOSIAL PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI

6 138 162

penanaman nilai-nilai entrepreneurship di smpi mentari indonesia bekasi utara

0 6 166

KONSTRUKSI NILAI-NILAI NASIONALISME DALAM SYAIR LAGU Konstruksi Nilai-Nilai Nasionalisme Dalam Syair Lagu (Studi Hermeneutika pada Lagu-Lagu Album Untukmu Indonesiaku dari Cokelat Band).

0 1 15

KONSTRUKSI NILAI-NILAI NASIONALISME DALAM SYAIR LAGU Konstruksi Nilai-Nilai Nasionalisme Dalam Syair Lagu (Studi Hermeneutika pada Lagu-Lagu Album Untukmu Indonesiaku dari Cokelat Band).

0 1 12

PENANAMAN NILAI-NILAI PANCASILA DI PANTI SOSIAL ANAK ASUH (PSAA) MARDHATILLAH KARTASURA SUKOHARJO Penanaman Nilai-nilai Pancasila Di Panti Sosial Anak Asuh (PSAA) Mardhatillah Kartasura Sukoharjo.

0 0 15

PENANAMAN NILAI-NILAI PANCASILA DI PANTI SOSIAL ANAK ASUH (PSAA) MARDHATILLAH KARTASURA SUKOHARJO Penanaman Nilai-nilai Pancasila Di Panti Sosial Anak Asuh (PSAA) Mardhatillah Kartasura Sukoharjo.

0 0 15

KONSTRUKSI NILAI-NILAI NASIONALISME DAN PATRIOTISME PADA SYAIR LAGU PERJUANGAN INDONESIA Konstruksi Nilai-Nilai Nasionalisme Dan Patriotisme Pada Syair Lagu Perjuangan Indonesia (Studi Hermeneutika pada Lagu-lagu Perjuangan Ciptaan C. Simanjuntak).

1 2 16

MEDIA DAN PENANAMAN NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA PONORAGAN (Studi Kasus Penanaman Nilai-Nilai Sosial Tentang Karakter Warok Di Acara Dangdut Ponoragan Di Radio Duta Nusantara Ponorogo).

0 0 16

Penanaman Nilai Sosial Anak Usia Dini Melalui Gerak dan Lagu | Adji | Jurnal Edukasi AUD 1545 4187 1 SM

0 0 8

PENANAMAN NILAI NILAI KARAKTER SOSIAL SI

0 0 11