commit to user 241
241
2.1 Pengalaman langsung pribadi
Pengalaman pribadi yang langsung dialami oleh seseorang, mendorong seseorang tersebut memiliki persepsi bahwa apa yang
mereka alami adalah sesuatu yang memang seharusnya mereka alami. Sehingga, tak heran jika pengalaman langsung merupakan faktor yang
menentukan pandangan khalayak dalam hal nilai-nilai romantic relationship.
Pengalaman langsung pernah diduain diduakan oleh kekasihnya
Salah satu informan dalam penelitian ini, Oki 22 mengaku pernah
memiliki pengalaman
yang berhubungan
dengan penyimpangan nilai-nilai romantic relationship tersebut, seperti
apa yang diungkapkannya berikut ini:
“Pernah, he eh.. diduain gitu mbak” sumber: wawancara dengan Oki, 21 Juni 2010
Dari pendapat tersebut di atas, tampak jelas bahwa informan
pernah mengalami „diduain‟, yang dalam hal ini berarti bahwa
kekasihnya memiliki kekasih lain selain dirinya. Hal tersebut merupakan sebuah bentuk penyimpangan dari nilai romantic
relationship, salah satunya adalah nilai cinta, yang dalam realitas objektif dipahami sebagai cinta storge, di mana cinta storge ini
dicirikan dengan adanya rasa tanggung jawab di dalamnya.
commit to user 242
242 Karena memiliki p
engalaman pernah ‘diduakan’ oleh kekasihnya tersebut, maka informan ini juga akhirnya memiliki
persepsi mengenai cinta seperti pada pernyataannya berikut:
“Ya boleh aja jadi buaya darat melakukan
perselingkuhan…” Sumber: wawancara dengan Oki, 21 Juni 2010
Persepsinya mengenai cinta bukan lagi cinta yang
mengedepankan rasa tanggung jawab, seperti apa yang terdapat dalam realitas objektif. Pengalaman pribadi tersebut ternyata
membuatnya memiliki persepsi yang berkebalikan dengan bagaimana nilai cinta digambarkan dalam realitas objektif.
Pernah memiliki pengalaman langsung ‘menyelingkuhi’ orang lain
Selain pernah ‘diduakan’ oleh pasangan, informan dalam penelitian ini juga ada yang memiliki pengalaman pernah
‘menyelingkuhi’ pasangan, atau bahasa mudahnya adalah ‘diduakan’ oleh pasangan dalam romantic relationship yang
mereka bina. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan informan yang lain, yaitu Intan 22 berikut ini:
“Kalau jadi pacar kedua sih belum, belum pernah. Kalo nyelingkuhin kayaknya sudah
..” sumber: wawancara dengan Intan, 22 Juni 2010
Berkebalikan dengan jawaban informan sebelumnya, Intan
malah menjadi pihak yang mengecewakan pasangannya. Hal itu pun juga tidaklah sesuai dengan nilai yang seharusnya
diaplikasikan dalam romantic relationship yang dijalin dengan
commit to user 243
243 pasangan. Lagi-lagi nilai cinta tidak dipercaya sebagaimana nilai
ini dalam realitas objektif. Pengalamannya secara langsung yang berkaitan dengan
nilai-nilai romantic relationship tersebut, membawa informan kepada persepsinya mengenai nilai cinta. Cinta menurutnya bisa
diakhiri jika ada kendala jarak geografi yang jauh, seperti apa yang diutarakannya berikut ini:
“.. kalo pacarnya jauh, kenapa nggak menjalin cinta dengan orang lain
? Menurut aku nggak apa-apa
sih…” sumber: wawancara dengan Intan, 19 Oktober 2010
Pandangannya mengenai nilai cinta di atas, sangat bertolak
belakang dengan konsep cinta storge seperti yang terdapat dalam realitas objektif. Hal tersebut bisa jadi karena penggambaran nilai
cinta di media massa juga memiliki kesamaan dengan pengalamannya tersebut.
Menjadi ‘korban’ pernah, menjadi ‘pelaku’ pun pernah
Lebih lanjut, informan lain, Joan 23 bukan hanya memiliki pengalaman sebagai pihak yang dikecewakan, namun dia juga
mengaku pernah menjadi pihak yang mengecewakan pasangannya. Hal ini diungkapkannya berikut ini:
“hehehe.. ee.. pernah, pernah… sebagai korban juga pernah, sebagai pelaku juga pernah
.. jadi.. komplit lah.” sumber: wawancara dengan Joan, 10 Juli 2010
Pengalaman pribadi sebagai „korban‟ yang dalam hal ini
adalah pihak yang dikecewakan, di mana kekasihnya memiliki
commit to user 244
244 pasangan lain selain dirinya; serta sebagai
„pelaku‟, di mana dia memiliki pasangan lain selain kekasihnya, semakin memperkaya
pengalaman individu dalam hal nilai romantic relationship. Ditambah lagi dengan hal-hal yang sama dengan pengalamannya
tersebut dimunculkan di media, maka konsep close pun semakin menentukan pembentukan realitas subjektifnya mengenai nilai-nilai
romantic relationship. Realitas subjektifnya mengenai nilai cinta bisa dilihat dari pendapatnya berikut ini:
“…ya… wajar aja lah, masih muda, masanya mencoba- coba
kan? So… ndak apa-apa menurut saya kalo misalnya punya pacar banyak
… jadi ya fine fine aja lah…”
sumber: wawancara dengan Joan, 19 Oktober 2010 Pendapat
informan di
atas menunjukkan
adanya penyimpangan nilai romantic relationship dari realitas objektif,
utamanya adalah nilai cinta. Pembentukan realitas subjektif tersebut terjadi karena adanya faktor pengalaman pribadi, di mana konsep
close juga ikut berperan. Pengalaman-pengalaman para informan seperti yang tersebut
di atas menunjukkan bahwa faktor non komunikasi ini juga ikut menentukan pembentukan realitas subjektif mereka mengenai nilai-
nilai romantic relationship, utamanya adalah nilai cinta. Dari penjelasan di atas tampaklah bahwa konsep resonance juga muncul
dalam faktor pengalaman pribadi ini.
commit to user 245
245
2.2 Pengalaman orang lain di lingkungan sekitar