Pola Konsumsi Telur Ayam Ras

50 VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Pola Konsumsi Pangan Asal Ternak

Pola konsumsi mahasiswa terhadap pangan asal ternak dalam pembahasan ini hanya membahas besarnya kontribusi konsumsi masing-masing pangan asal ternak terhadap total konsumsi pangan asal ternak yang dikonsumsi. Pola konsumsi tidak terlepas dari besarnya pengeluaran tiap individu untuk mengonsumsi suatu pangan asal ternak sesuai dengan selera dan kebutuhannya.

6.1.1 Pola Pengeluaran Pangan Asal Ternak

Pendapatan merupakan faktor utama yang mempengaruhi permintaan suatu barang selain harga. Dalam penelitian ini pendapatan diproksi dengan total pengeluaran mahasiswa. Badan Pusat Statistika 2011 menyatakan bahwa pola pengeluaran dapat menggambarkan cara pengalokasian penduduk masyarakat terhadap kebutuhan rumah tangganya, selain itu pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk. Tabel 24 Rata-rata pengeluaran mahasiswa FEM untuk bahan makanan dan bukan bahan makanan berdasarkan kelas pendapatan Pendapatan Rp bulan Pengeluaran mahasiswa BM Non BM Total BM Non BM Kelas I 491.538 379.231 870.769 56,45 43,55 Kelas II 603.966 750.847 1.354.814 44,58 55,42 Kelas III 871.250 1453.750 2.325.000 37,47 62,53 FEM 620.607 770.328 1.390.934 47,67 52,33 Keterangan: BM = Bahan Makanan Non BM = Bukan bahan makanan Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa alokasi pengeluaran untuk bahan makanan pada kelas pendapatan III 37,47 lebih kecil daripada bukan bahan makanan 62,53, begitu juga dengan kelas pendapatan I, dan II. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan mahasiswa maka sebagian besar pengeluaran tersebut dialokasikan untuk kebutuhan bukan makanan. Kebutuhan untuk bahan makanan sudah tercukupi sehingga konsumen beralih ke kebutuhan lain untuk gaya hidup, misalnya untuk membeli barang mewah yang tidak dapat dibeli saat pendapatan rendah. Hasil ini sejalan dengan hukun Engel Nicholson 1999 yang menyatakan bahwa proporsi pengeluaran 51 untuk pangan cenderung menurun dan lebih membelanjakan barang yang memiliki nilai lebih tinggi jika pendapatan bertambah. Dari hasil analisis pengeluaran untuk bahan makanan dapat dilihat proporsi pengeluaran mahasiswa untuk konsumsi pangan asal ternak total. Tabel 25 menunjukkan proporsi pengeluaran untuk pangan asal ternak terhadap pengeluaran bahan makanan semakin kecil apabila terjadi peningkatan pendapatan mahasiswa dari kelas pendapatan I ke II, namun peningkatan pendapatan mahasiswa dari kelas pendapatan II ke III menyebabkan proporsi pengeluaran untuk pangan asal ternak semakin besar. Tabel 25 Pengeluaran pangan asal ternak total mahasiswa FEM terhadap pengeluaran bahan makanan dan total pengeluaran mahasiswa berdasarkan kelas pendapatan Pendapatan Terhadap pengeluaran BM Terhadap total pengeluaran Kelas I 41,00 21,64 Kelas II 37,27 15,84 Kelas III 39,94 14,91 FEM 38,99 17,51 Keterangan: BM = Bahan Makanan Secara umum jika dilihat dari proporsi terhadap total pengeluaran dapat dikatakan bahwa proporsi pengeluaran tertinggi untuk konsumsi pangan asal ternak yaitu pada mahasiswa kelas pendapatan I. Besarnya proporsi pengeluaran untuk pangan asal ternak pada kelas pendapatan I dikarenakan pendapatan yang rendah membatasi mahasiswa untuk membelanjakan kebutuhan non pangan dan memilih untuk melengkapi kebutuhan pangannya terlebih dahulu.

6.1.2 Proporsi Pengeluaran Pangan Asal Ternak Terhadap Pengeluaran Pangan Asal Ternak Total

Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa FEM mengeluarkan sekitar 45,03 persen untuk mengonsumsi daging ayam ras, dimana proporsi ini merupakan yang terbesar dibandingkan dengan proporsi untuk komoditas lainnya. Tingkat proporsi daging sapi, telur ayam ras, dan susu sapi terhadap pengeluaran pangan asal ternak total masing-masing sebesar 12,90 persen, 18,15 persen dan 23,91 persen. Tingkat proporsi pengeluaran daging sapi masih menduduki tingkat proporsi terendah sama halnya dengan tingkat konsumsi. Dalam hal ini faktor harga daging sapi yang relatif lebih mahal dibandingkan pangan asal ternak 52 lainnya menunjukkan pengaruh besar terhadap nilai proporsi pengeluaran daripada tingkat konsumsinya. Tabel 26 Proporsi terhadap pengeluaran pangan asal ternak total berdasarkan kategori sosial ekonomi Kategori sosial ekonomi Share terhadap pengeluaran pangan asal ternak Daging sapi Daging ayam ras Telur ayam ras Susu sapi 1. Pendapatan a. Kelas I 12.54 45.88 19.29 22.29 b. Kelas II 10.68 45.90 19.77 23.65 c. Kelas III 18.96 41.50 12.35 27.19 2. Jenis Kelamin a. Laki-laki 11.42 46.88 21.55 20.15 b. Perempuan 13.63 44.12 16.50 25.75 3. Status tempat tinggal a. Rumah orangtua wali 18.77 49.15 11.53 20.55 b. Koskontrak 11.08 43.74 20.22 24.96 4. Asal daerah a. Perkotaan 13.46 45.46 16.97 24.10 b. Pedesaan 9.19 42.18 25.99 22.65 Rata-rata 12.90 45.03 18.15 23.91 Sumber: Data primer, diolah 2014 Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak terbesar antar kelas pendapatan mahasiswa FEM dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tabel 26 juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan proporsi pengeluaran untuk daging ayam ras dan telur ayam ras ketika pendapatan mahasiswa meningkat dari kelas pendapatan I ke kelas pendapatan II dan terjadi penurunan proporsi pengeluaran ketika pendapatan mahasiswa meningkat dari kelas pendapatan II ke kelas pendapatan III. Hal ini menunjukkan bahwa daging ayam ras dan telur ayam ras dianggap sebagai kebutuhan pokok oleh mahasiswa. Berbeda halnya dengan daging sapi dan susu sapi yang dianggap barang mewah sehingga ketika terjadi peningkatan pendapatan dari kelas pendapatan II ke kelas pendapatan III akan diikuti dengan meningkatnya proporsi pengeluaran untuk daging sapi dan susu sapi yang dialokasikan dari pengeluaran asal ternak totalnya. Berdasarkan jenis kelamin, tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak baik pada mahasiswa laki-laki maupun mahasiswa perempuan menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran terbesar dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tingkat proporsi pengeluaran pada mahasiswa laki-laki dan mahasiswa 53 perempuan untuk daging ayam ras masing-masing sebesar 46,88 persen dan 44,12 persen. Tingkat proporsi pengeluaran terendah pada mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan dialokasikan untuk konsumsi daging sapi dengan proporsi masing-masing sebesar 11,42 persen dan 13,63 persen. Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak baik pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtuawali maupun mahasiswa yang kos menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran terbesar dari pengeluaran pangan asal ternak totalnya dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tingkat proporsi pengeluarannya masing-masing sebesar 49,15 persen dan 43,74 persen. Tingkat proporsi pengeluaran terendah pada mahasiswa yang kos dialokasikan untuk konsumsi daging sapi sebesar 11,08 persen sedangkan tingkat proporsi pengeluaran terendah pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtuawali dialokasikan untuk konsumsi telur ayam ras sebesar 11,53 persen. Tingkat proporsi pengeluaran yang rendah untuk konsumsi telur ayam ras dikarenakan mahasiswa yang tinggal di rumah orangtuawali terbiasa dengan pola makan yang didominasi oleh keluarga dan kebutuhan pangannya lebih terjamin sehingga mahasiswa tersebut cenderung mengonsumsi pangan asal ternak selain telur ayam ras. Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak baik pada mahasiswa asal daerah perkotaan maupun mahasiswa asal daerah pedesaaan juga menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran terbesar dari pengeluaran pangan asal ternak totalnya dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tingkat proporsi pengeluarannya masing-masing sebesar 45,46 persen dan 42,18 persen Baik mahasiswa asal daerah perkotaan maupun mahasiswa asal daerah pedesaan sama-sama mengalokasikan proporsi pengeluaran terendahnya untuk konsumsi daging sapi. Mahasiswa asal daerah perkotaan mengalokasikan sebesar 13,46 persen untuk konsumsi daging sapi dan mahasiswa asal daerah pedesaan mengalokasikan sebesar 9,19 persen.

6.2 Analisis Permintaan Pangan Asal Ternak

Nilai koefisien determinasi sistem R 2 yang diperoleh dari hasil pendugaan model dengan metode Ordinary Least Squares OLS berkisar antara 0,1950 sampai 0,3960. Hal ini berarti hanya 19,50 persen sampai 39,60 persen keragaman