53 perempuan untuk daging ayam ras masing-masing sebesar 46,88 persen dan 44,12
persen. Tingkat proporsi pengeluaran terendah pada mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan dialokasikan untuk konsumsi daging sapi dengan proporsi
masing-masing sebesar 11,42 persen dan 13,63 persen. Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak baik pada mahasiswa yang
tinggal di rumah orangtuawali maupun mahasiswa yang kos menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran terbesar dari pengeluaran pangan asal ternak totalnya
dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tingkat proporsi pengeluarannya masing-masing sebesar 49,15 persen dan 43,74 persen. Tingkat proporsi
pengeluaran terendah pada mahasiswa yang kos dialokasikan untuk konsumsi daging sapi sebesar 11,08 persen sedangkan tingkat proporsi pengeluaran terendah
pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtuawali dialokasikan untuk konsumsi telur ayam ras sebesar 11,53 persen. Tingkat proporsi pengeluaran yang
rendah untuk konsumsi telur ayam ras dikarenakan mahasiswa yang tinggal di rumah orangtuawali terbiasa dengan pola makan yang didominasi oleh keluarga
dan kebutuhan pangannya lebih terjamin sehingga mahasiswa tersebut cenderung mengonsumsi pangan asal ternak selain telur ayam ras.
Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak baik pada mahasiswa asal daerah perkotaan maupun mahasiswa asal daerah pedesaaan juga menunjukkan
bahwa proporsi pengeluaran terbesar dari pengeluaran pangan asal ternak totalnya dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tingkat proporsi pengeluarannya
masing-masing sebesar 45,46 persen dan 42,18 persen Baik mahasiswa asal daerah perkotaan maupun mahasiswa asal daerah pedesaan sama-sama
mengalokasikan proporsi pengeluaran terendahnya untuk konsumsi daging sapi. Mahasiswa asal daerah perkotaan mengalokasikan sebesar 13,46 persen untuk
konsumsi daging sapi dan mahasiswa asal daerah pedesaan mengalokasikan sebesar 9,19 persen.
6.2 Analisis Permintaan Pangan Asal Ternak
Nilai koefisien determinasi sistem R
2
yang diperoleh dari hasil pendugaan model dengan metode Ordinary Least Squares OLS berkisar antara 0,1950
sampai 0,3960. Hal ini berarti hanya 19,50 persen sampai 39,60 persen keragaman
54 dalam proporsi pengeluaran setiap pangan asal ternak yang dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel bebasnya dalam model, yaitu variabel harga sendiri, harga silang, total pengeluaran, dummy jenis kelamin, dummy status tempat tinggal, dummy asal
daerah, dummy pendapatan kelas II, dan dummy pendapatan kelas III. Rendahnya nilai R
2
pada model diduga karena penelitian ini menggunakan data penampang melintang cross section yang hanya dapat menerangkan kondisi
pada suatu waktu. Selain itu, model AIDS dalam penelitian ini dibatasi pada komoditas daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi sehingga
substitusi yang dapat dijelaskan terbatas pada komoditas yang dianalisis saja. Hal ini berbeda dalam kondisi sebenarnya, keputusan mahasiswa untuk mengonsumsi
suatu pangan asal ternak tidak hanya dipengaruhi oleh harga pangan asal ternak tersebut tetapi juga dipengaruhi oleh harga dari sub komoditas pangan lainnya,
bahkan barang bukan pangan seperti biaya transportasi, uang sewa koskontrak, buku, dan sebagainya.
Nilai R
2
yang relatif rendah tersebut bukan halangan untuk penggunaannya dalam analisis. Keputusan terakhir mengenai diterima atau ditolaknya suatu model,
tergantung pada pertimbangan logis mengenai model itu sendiri, dengan kata lain tergantung pada konsistensi variabel yang dihasilkan dengan teori yang berlaku
Fitriadi dalam Wardani 2007. Selain itu, untuk model AIDS kriteria statistik yang lebih tepat digunakan untuk mengevaluasi hasil estimasi model persamaan
ialah root-MSE. Dari hasil diketahui bahwa nilai root-MSE untuk model permintaan secara umum berkisar antara 0,1098 sampai 0,1745, yang berarti nilai
error yang mungkin terjadi pada model berkisar antara 10,98 persen sampai 17,45 persen.
Analisis model permintaan yang memenuhi syarat adding-up, simetry, dan homogenity perlu diuji seberapa besar pengaruh variabel secara keseluruhan
dengan melakukan uji F. Nilai statistik F secara otomatis dihitung sebagai bagian dari analisis model AIDS yang terdapat di dalam Analysis of Variance, ANOVA.
Pada lampiran 4, dapat diketahui bahwa Prob F kurang dari α = 10. Uji ini
menyimpulkan bahwa total variasi dari variabel dependen model permintaan w1; w2; w3; w4 dapat dijelaskan dengan baik oleh seluruh atau sebagian variabel
55 independen dan secara statistik signifikan pada masing-masing level sebesar
0.0001; 0.0055; 0.0001; 0.0001. Pengujian model permintaan juga dilakukan secara individu satu per satu
dari variabel independen dengan metode SUR untuk mengetahui apakah secara signifikan dapat mempengaruhi variabel dependennya. Tabel 27 menyajikan
koefisien dugaan variabel model AIDS untuk masing-masing pangan asal ternak pada mahasiswa FEM tanpa pengelompokan.
Tabel 27 Koefisien dugaan variabel model AIDS untuk masing-masing pangan asal ternak pada mahasiswa tanpa pengelompokan
Variabel Daging sapi
Daging ayam ras
Telur ayam ras Susu sapi
Intersep -0.2668
0.9938 0.7552
-0.4821 P daging sapi
0.3743 -0.2733
-0.0313 -0.0697
P daging ayam ras -0.2733
0.5048 -0.1573
-0.0742 P telur ayam ras
-0.0313 -0.1573
0.2972 -0.1085
P susu sapi -0.0697
-0.0742 -0.1085
0.2524 Total pengeluaran
0.0851 -0.2411
-0.1385 0.2945
Jenis kelamin -0.0319
0.0335 0.0451
-0.0468 Status tempat tinggal
0.0650 0.0535
-0.0570 -0.0614
Asal daerah 0.0141
0.0352 -0.0507
0.0013 Pendapatan kelas II
-0.0251 0.0310
-0.0125 0.0065
Pendapatan kelas III 0.0425
0.0305 -0.0534
-0.0196 Keterangan
: = nyata pada taraf α = 10 0.1
Dugaan variabel harga sendiri pada semua per amaan nyata pada taraf α =
10 P0.1. Dari hasil analisis juga diperoleh bahwa semua dugaan variabel harga sendiri pangan asal ternak bertanda positif. Tanda positif menunjukkan
bahwa peningkatan harga suatu pangan asal ternak akan diikuti dengan peningkatan proporsi pengeluarannya. Berdasarkan hasil analisis elastisitas,
sebagian besar pangan asal ternak memiliki nilai elastisitas harga sendiri yang inelastis, dengan kata lain ketika terjadi peningkatan ataupun penurunan harga
maka permintaannya cenderung tidak berubah. Tanda dugaan variabel harga sendiri menjadi positif karena kenaikan harga pangan asal ternak yang
dikombinasikan dengan permintaan yang relatif tetap akan menghasilkan kenaikan proporsi pengeluaran pangan asal ternak.
Sebanyak 50 dugaan variabel harga silang menunjukkan angka yang nyata pada taraf α = 10 0.1. Dari hasil analisis juga diperoleh bahwa semua tanda
dugaan variabel harga silang yang nyata berpengaruh terhadap proporsi
56 pengeluaran bertanda negatif, yang berarti terdapat korelasi dengan arah yang
berlawanan antara proporsi pengeluaran suatu pangan asal ternak dengan harga komoditas lainnya. Salah satu koefisien dugaan variabel harga silang yang negatif
yaitu koefisien dugaan variabel harga daging ayam ras pada persamaan daging sapi sebesar -0,2733 yang menunjukkan bahwa peningkatan harga daging ayam
ras menyebabkan penurunan proporsi pengeluaran daging sapi sebesar 27,33 persen.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dugaan variabel total pengeluaran
pada taraf α = 10 0.1. Dugaan variabel total pengeluaran untuk pengeluaran susu sapi menunjukkan tanda positif yang menunjukkan bahwa
semakin tinggi total pengeluaran maka semakin besar proporsi dari pendapatan yang digunakan untuk mengonsumsi susu sapi. Selanjutnya, dugaan variabel
pengeluaran daging ayam ras dan telur ayam ras bertanda negatif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi total pengeluaran maka semakin kecil proporsi pendapatan
yang digunakan untuk mengonsumsi daging ayam ras dan telur ayam ras. Dugaan variabel dummy jenis kelamin yang nyata berpengaruh terhadap
proporsi pengeluaran pada taraf α = 10 0.1 yaitu pada persamaan telur
ayam ras. Koefisien dugaan variabel dummy jenis kelamin pada persamaan telur ayam ras sebesar 0,0451. Hal ini berarti bahwa rata-rata proporsi pengeluaran
telur ayam ras pada mahasiswa laki-laki diduga lebih besar sebesar 4,51 persen dibandingkan mahasiswa perempuan.
Dugaan variabel dummy status tempat tinggal pada persamaan daging sapi, telur ayam ras, dan susu sapi menunjukkan angka yang nyata pada
taraf α = 10 P0.1, namun variabel dummy status tempat tinggal tidak nyata berpengaruh
terhadap proporsi pengeluaran daging ayam ras. Koefisien dugaan variabel dummy status tempat tinggal pada persamaan daging sapi sebesar 0.0650
mengartikan bahwa rata-rata proporsi pengeluaran daging sapi pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtuawali diduga lebih besar sebesar 6,50 persen
dibandingkan mahasiswa yang kos. Dugaan variabel dummy status tempat tinggal pada persamaan telur ayam ras dan susu sapi bertanda negatif. Hal ini berarti
bahwa rata-rata proporsi pengeluaran telur ayam ras dan susu sapi pada
57 mahasiswa yang tinggal di rumah orangtuawali diduga lebih rendah masing-
masing sebesar 5,70 persen dan 6,14 persen dibandingkan mahasiswa yang kos. Seluruh dugaan variabel dummy asal daerah menunjukkan angka yang tidak
nyata berpengaruh terhadap proporsi pengeluaran pangan asal ternak pada mahasiswa FEM pada taraf
α = 10 0.1. Hal ini dikarenakan bahwa sebagian besar mahasiswa asal daerah pedesaan sudah mengalami proses
penyesuaian lingkungan untuk terbiasa dengan ketersediaan pangan di lingkungan kampus.
Seluruh dugaan variabel dummy pendapatan kelas II dan dummy pendapatan kelas III menunjukkan angka yang tidak nyata berpengaruh terhadap proporsi
pengeluaran pangan asal ternak pada mahasiswa FEM pada taraf α = 10
P0.1. Proporsi pengeluaran pangan asal ternak terhadap total pengeluaran mahasiswa FEM rendah disebabkan kebutuhan mahasiswa FEM yang cukup
banyak, sehingga besaran pendapatan per bulan dialokasikan untuk kebutuhan akademik buku, foto copy, fieldtrip, internet, dan lain-lain dan kebutuhan hidup
sehari-hari makan, hiburan, kecantikan, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan variabel pendapatan mahasiswa FEM tidak nyata mempengaruhi proporsi
pengeluaran pangan asal ternak.
6.3 Elastisitas Permintaan
Hukum permintaan dan penawaran meramalkan arah perubahan harga dan kuantitas sebagai respon terhadap berbagai pergeseran permintaan dan penawaran.
Pengukuran dan penjelasan seberapa jauh respon permintaan pangan asal ternak pada mahasiswa FEM apabila terjadi perubahan harga dan variabel-variabel
lainnya dapat diketahui dengan menggunakan konsep elastisitas. Konsep elastisitas permintaan tersebut dapat dijabarkan menjadi elastisitas harga sendiri
own price elasticity, elastisitas harga silang cross price elasticity, dan elastisitas pendapatanpengeluaran income elasticity.
6.3.1 Permintaan Daging Sapi
Besaran dan arah elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan elastisitas pendapatan daging sapi tercantum pada Tabel 28. Berdasarkan tabel
tersebut dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut: