Persepsi Masyarakat Mengenai Banjir Rob

membeli air eceran dilakukan responden karena kualitas air tanah yang tidak memadai untuk digunakan mandi, memasak, dan lain sebagainya Pembelian air galon jenis AMDK juga dilakukan oleh responden. Tercatat terdapat 20 responden membeli air galon jenis AMDK sebagai salah satu bentuk pola adaptasi. Hal ini dilakukan karena air tersebut lebih dipercaya responden sebagai air yang bersih dan sehat untuk dikonsumsi. Sedangkan sebanyak 74 responden membeli air galon jenis AMIU. Hal ini dikarenakan terjangkaunya harga air minum tersebut dan mudahnya akses menuju depot air minum tersebut. Pola adaptasi membeli air galon jenis AMDK atau AMIU dilakukan responden karena kualitas air tanah, air PDAM, dan air eceran dianggap tidak layak untuk dikonsumsi sebagai air minum dalam kehidupan sehari-hari. Responden rela mengeluarkan sejumlah uang untuk melakukan pola adaptasi ini dengan tujuan menghindari dampak negatif yang akan terjadi di masa yang akan datang. Berdasarkan penelitian, diperoleh kombinasi antar pola adaptasi yang dilakukan responden. Pola adaptasi responden terbagi menjadi adaptasi tunggal, yaitu responden hanya melakukan satu bentuk adaptasi saja, pola adaptasi kombinasi dua, yaitu responden melakukan dua pola adaptasi, dan pola adaptasi kombinasi tiga, yaitu responden melakukan tiga pola adaptasi. Hal tersebut tercantum dalam Tabel 16. Tabel 16 Perilaku responden dalam mengkombinasikan pola adaptasi akibat intrusi air laut No. Kombinasi adaptasi penggunaan air bersih Jumlah Persentase 1. PDAM 4 8 2. PDAM +AMIU 11 22 3. Eceran + AMIU 13 26 4. Eceran + AMDK 1 2 5. Sumur + Eceran 2 4 6. Sumur + PDAM 1 2 7. PDAM + AMDK 2 4 8. Sumur + AMIU 1 2 9. Sumur + AMDK + Eceran 1 2 10. Sumur + AMIU + Eceran 5 10 11. Sumur + AMDK + PDAM 2 4 12. Sumur + AMIU + PDAM 2 4 13. Sumur + AMIU + AMDK 1 2 14. PDAM + Eceran + AMIU 1 2 15. PDAM + AMDK + AMIU 3 6 Total 50 100 Sumber: Hasil Analisis Data2015 Persentase jumlah responden tersebut didasarkan pada proporsi tiap pola adaptasi dan kombinasi terhadap jumlah responden yang melakukan adaptasi, yaitu 50 orang. Mayoritas responden, yaitu sebanyak 26 mengkombinasikan dua pola adaptasinya antara membeli air eceran dan air galon jenis AMIU. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap air PDAM sendiri, buruknya kualitas air tanah karena terintrusi air laut, dan lokasi yang dekat dengan depot pengisian air minum isi ulang. Sedangkan sebanyak 10 responden mengkombinasikan tiga pola adaptasi antara air sumur, membeli air eceran, dan air galon jenis AMIU. Hal ini disebabkan air sumur yang dimiliki responden masih dapat digunakan sehingga membantu mengurangi biaya membeli air eceran. Responden yang menggunakan pola adaptasi kombinasi dua dan salah satu pola adaptasinya masih menggunakan air sumur dikarenakan air sumur mereka masih memiliki kualitas yang baik sehingga dapat digunakan untuk keperluan mandi, mencuci, dan sebagainya. Sedangkan untuk keperluan minum dan memasak responden tersebut menggunakan pola adaptasi lain. Adapun responden yang menggunakan pola adaptasi kombinasi tiga dan salah satu pola adaptasinya masih menggunakan air sumur dikarenakan air sumur mereka hanya sebagai cadangan air bersih saja. Hal ini dikarenakan kualitas air tanah mereka yang kurang baik atau bahkan buruk. Namun hubungan antara jarak rumah responden ke laut dengan kualitas air tanah responden tidak dapat diidentifikasi. Hal ini dikarenakan wilayah intrusi air laut yang batasnya tidak tetap.

6.1.3.2 Pola Adaptasi Masyarakat terhadap Banjir Rob

Saat banjir rob terjadi, sebagian besar responden lebih memilih berada di rumah dibandingkan mengungsi ke tempat lain. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 47 responden 94 memilih untuk bertahan di rumah. Hal ini dikarenakan durasi lamanya banjir rob yang terjadi tidak terlalu lama dan ketinggian banjir yang tidak terlalu tinggi. Responden menyatakan bahwa banjir rob cepat surut atau dapat dihitung dalam satuan jam dan ketinggiannya tidak setinggi banjir biasa seperti banjir siklus lima tahunan. Adapun sisa responden yang memilih untuk mengungsi sebanyak 6 dikarenakan lokasi tempat tinggalnya yang berada lebih rendah dari jalan utama sehingga genangan air di dalam rumah cukup tinggi. Responden umumnya mengungsi ke rumah tetangga yang memiliki lantai tambahan di rumahnya atau ke musolla dekat tempat tinggal hingga banjir rob tersebut surut. Proporsi perilaku responden ketika terjadi banjir rob yang menggenangi rumahnya ditampilkan pada Gambar 19. Sumber: Hasil Analisis Data 2015 Gambar 19 Perilaku adaptasi responden ketika terjadi banjir rob Pilihan responden untuk tetap tinggal tersebut menimbulkan konsekuensi untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan, yaitu dengan meningkatkan kapasitas atau daya tahan tempat tinggal dari dampak yang ditimbulkan oleh banjir. Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 34 responden 68 yang melakukan pola adaptasi tempat tinggal terhadap banjir rob. Sedangkan, sebanyak 16 responden 32 tidak melakukan pola adaptasi terhadap banjir rob. Responden yang tidak melakukan pola adaptasi tempat tinggal yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah responden yang tidak mengeluarkan tambahan biaya untuk meningkatkan daya tahan atau kapasitas tempat tinggal yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan saat ini. Hal tersebut disebabkan keterbatasan ekonomi yang dialami responden dan responden merupakan penyewa yang menempati rumah tersebut. Proporsi responden yang melakukan dan tidak melakukan pola adaptasi tersebut ditampilkan pada Gambar 20. Bertahan dirumah 94 Mengungsi 6 Sumber: Hasil Analisis Data 2015 Gambar 20 Perilaku adaptasi responden Kelurahan Kalibaru terhadap banjir rob Terdapat enam pola adaptasi tempat tinggal yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu membuat tanggul permanen maupun non-permanen di pintu masuk maupun teras rumah, meninggikan lantai dasar, menambah jumlah lantai rumah, meninggikan peralatan rumah tangga, peninggian jalan di depan rumah, dan membeli lemari plastik. Penerapan dan jumlah responden yang melakukan pola adaptasi tempat tinggal ditunjukkan pada Gambar 21. Sumber: Hasil Analisis Data 2015 Gambar 21 Pola adaptasi tempat tinggal responden terhadap banjir rob Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 40 responden membuat tanggul di pintu masuk maupun di teras rumah. Pola adaptasi ini umumnya dilakukan pada rumah responden yang memiliki ketinggian tanah yang lebih rendah dibandingkan jalan. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah. Sebanyak 42 responden meninggikan lantai dasar rumahnya. Pola adaptasi ini dilakukan untuk mencegah air menggenang di dalam ruangan dan merusak harta benda yang terdapat di dalam rumah. Tidak melakukan adaptasi 32 Melakukan adaptasi 68 40 42 12 10 6 20 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Pembuatan Tanggul Peninggian Lantai Dasar Penambahan Lantai Penambahan Ketinggian Peralatan Meninggikan Jalan Pembelian Lemari Plastik P er sen tase resp o n d en Jenis pola adaptasi terhadap banjir rob Penambahan jumlah lantai sebagai salah satu bentuk adaptasi juga dilakukan responden sebanyak 12. Hal ini dilakukan untuk menyimpan harta benda yang dimiliki agar tidak mengalami kerusakan akibat tergenang banjir. Selain itu, responden juga beralasan keberadaan lantai tambahan memberikan rasa aman dan nyaman bagi responden dan keluarga jika genangan banjir di lantai dasar rumah membutuhkan waktu lama untuk surut. Responden dan keluarga pun tidak perlu mengungsi dan tetap dapat beristirahat meskipun genangan banjir masih menggenang di lantai dasar rumah. Bentuk lain dari pola adaptasi yang dilakukan responden adalah penambahan ketinggian peralatan rumah tangga. Pola adaptasi ini dilakukan untuk menjaga peralatan rumah tangga khususnya peralatan elektronik seperti kulkas, mesin cuci, dan sebagainya agar terhindar dari kerusakan dan kerugian lebih besar akibat tergenang banjir. Umumnya pola adaptasi ini dilakukan pada responden yang tidak memiliki lantai tambahan di rumah atau lantai dasar rumah yang rendah sehingga genangan banjir cukup tinggi dan dapat menggenangi peralatan rumah tangga tersebut. Sebanyak 10 responden melakukan pola adaptasi ini. Kemudian sebanyak 6 responden melakukan pola adaptasi terhadap banjir rob dengan meninggikan jalan di depan rumah. Peninggian jalan ini dilakukan karena posisi jalan gang di depan rumah responden lebih rendah dibandingkan jalan utama. Hal ini disebabkan peninggian jalan yang dilakukan oleh Kelurahan Kalibaru tidak dilakukan secara merata hingga ke dalam gang yang lebih sempit. Sebanyak 2 responden melakukan peninggian jalan dengan biaya sendiri dikarenakan ketersediaan dana yang memadai sedangkan 1 responden melakukan peninggian jalan secara swadaya. Pola adaptasi terakhir yang dilakukan responden adalah pembelian lemari plastik. Pola adaptasi ini dilakukan akibat lemari kayu yang dimiliki responden telah rusak terkena genangan banjir. Selain itu, menurut responden lemari plastik lebih tahan lama digunakan meski sering terkena banjir sehingga responden lebih memilih untuk membelinya. Responden yang memiliki keterbatasan ekonomi dalam hal membeli lemari kayu jati akan menggunakan pola adaptasi ini. Jumlah responden yang melakukan pola adaptasi pembelian lemari plastik adalah 20. Sebanyak 42 responden memilih pola adaptasi meninggikan lantai dasar. Hal ini disebabkan oleh persepsi masyarakat yang menganggap pola adaptasi ini sebagai kebutuhan, agar terhindar dari genangan banjir. Faktor peninggian jalan utama yang dilakukan oleh Kelurahan Kalibaru juga menjadi alasan responden melakukan pola adaptasi ini. Responden berpendapat bahwa apabila lantai dasar lebih rendah dari jalan utama maka genangan banjir yang menggenangi rumah akan lebih lama surut. Hal tersebutlah yang menjadi prioritas pencegahan bagi mayoritas responden. Responden juga berpendapat bahwa pola adaptasi ini adalah pola adaptasi yang paling efektif bahkan dari sisi biaya.

6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Intrusi Air Laut

dan Banjir Rob Kenaikan muka air laut yang terjadi setiap tahun menyebabkan tingginya intensitas intrusi air laut dan banjir rob. Intrusi air laut dan banjir rob tersebut berdampak terhadap masyarakat di wilayah Kelurahan Kalibaru. Masyarakat sekitar menderita kerugian ekonomi akibat mengeluarkan sejumlah biaya untuk mengatasi atau mengurangi dampak tersebut. Informasi mengenai kerugian ini diperoleh melalui hasil wawancara dan observasi langsung dengan masyarakat Kelurahan Kalibaru. Estimasi total kerugian didasarkan pada jumlah nilai kerugian masyarakat yang mengalami dampak intrusi air laut dan banjir rob.

6.2.1 Total Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Intrusi Air Laut

Intrusi air laut yang sudah terjadi di Kelurahaan Kalibaru membuat kualitas air tanah di daerah tersebut menurun. Hal ini dikarenakan air tanah telah berwarna kuning dan berasa asin, sehingga masyarakat tidak dapat menggunakannya lagi. Masyarakat pun beralih menggunakan air bersih lainnya seperti berlangganan air Perusahaan Daerah Air Minum PDAM, membeli air eceran, membeli air galon jenis air minum dalam kemasan AMDK, dan membeli air galon jenis air minum isi ulang AMIU. Penggantian air bersih ini menimbulkan kerugian bagi masyarakat karena harus mengeluarkan biaya setiap bulannya. Biaya ini dikenal dengan biaya pengganti replacement cost. Biaya pengganti diestimasi dengan biaya yang dikeluarkan masyarakat setiap bulannya untuk mendapatkan air bersih selain air sumur dalam kehidupan sehari-hari. Total kerugian didasarkan pada jumlah nilai kerugian masyarakat yang mengalami dampak intrusi air laut.

6.2.1.1 Biaya Berlangganan Air PDAM

Air PDAM atau air ledeng adalah air yang disalurkan melalui pipa-pipa ke setiap rumah tangga yang berlangganan dengan Perusahaan Air Minum PAM. Apabila PAM berada pada pengelolaan di tingkat daerah, maka disebut Perusahaan Daerah Air Minum PDAM. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui PDAM Jaya menyediakan air bersih melalui dua mitra kerjanya yaitu PT Palyja dan PT Aetra Air Jakarta. Air bersih wilayah Kelurahan Kalibaru disediakan oleh PT Aetra Air Jakarta. Air bersih yang digunakan sebagian besar berasal dari Waduk Jatiluhur, Purwakarta. Adapun untuk berlangganan air PDAM, setiap rumah tangga harus membayar tagihan air setiap bulannya. Tagihan air ini terdiri dari biaya berlangganan atau biaya tetap dan biaya pemakaian air. Air PDAM biasanya digunakan untuk kebutuhan mandi, memasak, mencuci, dan ada sebagian kecil masyarakat yang menggunakannya untuk minum serta kebutuhan lainnya. Data mengenai jumlah biaya yang dikeluarkan responden untuk berlangganan air PDAM setiap bulannya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Biaya berlangganan air PDAM No. Uraian Jumlah 1. Biaya berlangganan air PDAM Rp a 3 340 000 2. Responden KK b 26 3. Rata-rata biaya berlangganan air PDAM RpKK c = a ÷ b 128 461.54 4. Proporsi KK d = b ÷ n × N 2 552 Total biaya berlangganan air PDAM Rpbulan e = c × d 327 833 850.08 Keterangan: n sampel = 50 N populasi = 4 907 Sumber: Hasil Analisis Data 2015 Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 26 responden yang menggunakan air PDAM sebagai pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari. Total biaya yang dikeluarkan untuk berlangganan air PDAM adalah Rp 3 340 000 per bulan yang diperoleh dari penjumlahan biaya-biaya yang dikeluarkan 26 responden yang menggunakan air PDAM. Rata-rata biaya berlangganan air PDAM per bulan diperoleh dengan membagi total biaya berlangganan dengan jumlah responden yang berlangganan, sehingga didapatkan rata-rata biaya sebesar Rp 128 461.54 per bulan. Total biaya berlangganan air PDAM secara keseluruhan sebesar