Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4 Pada kenyataannya, menurut pengamatan peneliti masih banyak siswa
yang kurang tertarik dalam pembelajaran IPA. Hal ini dikarenakan IPA dianggap mata pelajaran banyak menawarkan fakta-fakta dan konsep-konsep yang harus
dihafalkan. Fakta yang ada di lapangan mengindikasikan bahwa pencapaian tujuan pembelajaran masih jauh dari harapan. Trianto 2008: 5 mengemukakan
sebagian besar siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan atau
diaplikasikan pada situasi baru. Arends 1997 dalam Trianto 2008: 6 menyatakan: “It is strange that we
expect students to learn yet seldom teach then about learning, we espect student to solve problems yet seldom teach then about problem solving
”, yang berarti dalam mengajar guru menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran
tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya
menyelesaikan masalah. Guru sebagai kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran harus bisa
menyajikan yang terbaik dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang efektif dan optimal dapat tercapai apabila komponen-komponen pengajaran saling
terintegrasi satu sama lain. Hamalik 2011: 77, ada tujuh komponen dalam pengajaran, yaitu: 1 tujuan pendidikan dan pengajaran, 2 peserta didik atau
siswa, 3 tenaga kependidikan khususnya guru, 4 perencanaan pengajaran sebagai segmen kurikulum, 5 strategi pembelajaran, 6 media pengajaran, dan
7 evaluasi pengajaran.
5 Usaha guru untuk membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan
menyenangkan yaitu dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang menarik, disesuaikan dengan karakteristik siswa dan materi pembelajaran. Guru harus
memperhatikan tahap perkembangan siswa untuk mengetahui karakteristik siswa. Piaget dalam Hill 2012: 161 membagi tahap perkembangan kognitif menjadi
empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, tahap praoperasional, yakni perkembangan ranah
kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun, tahap operasional konkret, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 7-11 tahun, dan tahap formal
operasional, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11 ke atas. Ke empat tahap perkembangan kognitif tersebut, siswa sekolah dasar
termasuk dalam tahap operasional konkret umur 7-11 tahun. Pada tahap ini siswa sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda dan peristiwa yang
konkret, namun belum bisa berpikir abstrak. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, yaitu
pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning CTL. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual atau sering disebut CTL
Contextual Teaching and Learning menekankan siswa untuk belajar dengan pengalaman nyata. Melalui pengalaman langsung, siswa akan lebih mudah
mengingat karena pembelajaran yang mereka lakukan ialah pembelajaran bermakna. Nurhadi dalam Husamah 2013: 84 menyatakan bahwa Contextual
Teaching and Learning CTL merupakan konsep belajar dengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif yang membantu guru dalam mengaitkan
6 antara materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa untuk mencapai tujuannya. Guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa, sehingga proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered. Depdiknas dalam Husamah
2013: 84, guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1 mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa, 2 memahami latar belakang
dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama, 3 mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya
memilih dan mengaitkan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual, 4 merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep
atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka, dan 5 melaksanakan penilaian terhadap
pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refleksi terhadap rencana pembelajaran dan pelaksanaannya.
Menurut Komalasari 2013: 6 pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang merupakan gabungan beberapa bentuk
pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dengan melibatkan tujuh komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme
constructivism, inkuiri inquiry, bertanya questioning, pemodelan modelling, masyarakat belajar learning community, refleksi reflection, dan penilaian
7 autentik authentic assesment pembelajaran akan lebih terarah dan bermakna.
Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami sendiri, bukan tranfer dari guru ke siswa.
Berdasarkan pengamatan peneliti, pendekatan kontekstual belum banyak digunakan dalam proses pembelajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga
pendidikan. Guru lebih suka mengajar dengan cara mendominasi kelas teacher centered sehingga siswa menjadi pasif. Hal ini menyebabkan pembelajaran
menjadi membosankan dan hasil belajar yang kurang maksimal. Keadaan yang dipaparkan di atas juga terjadi di kelas V SD Negeri Tegalsari 1 Kota Tegal.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru kelas V SD Negeri Tegalsari 1 Kota Tegal, Ibu Asih Yuliani, dalam pembelajaran IPA khususnya materi magnet siswa
belum diberi kesempatan untuk menggali pengetahuannya sendiri dan bekerja sama dengan teman sekelasnya untuk mencari informasi lebih dalam tentang
materi dalam pembelajaran IPA. Dalam kegiatan pembelajaran belum menggunakan pendekatan pembelajaran yang langsung mengaitkan materi
pelajaran dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dilihat dari manfaat yang diperoleh melalui penerapan pendekatan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning CTL dan beberapa penelitian sebelumnya, maka peneliti terinspirasi untuk melakukan penelitian dengan judul
“Keefektifan Pendekatan CTL terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gaya Magnet Siswa Kelas V SD Negeri Tegalsari 1 Kota Tegal”.
8