1.7 Faktor Pendekatan Belajar
“Menurut Ballard Clanchy, pendekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan attitude to knowledge.
Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu:
a. Sikap melestarikan apa yang sudah ada conserving;dan b. Sikap memperluas extending.
Sedangkan menurut
Biggs, pendekatan
belajar siswa
dapat dikelompokkan ke dalam tiga prototipe bentuk dasar, yakni :
a. Pendekatan surface pendekatanbersifat lahiriah
Siswa yang menggunakan pendekatan surface misalnya, mau belajar karena dorongan dari luar ekstrinsik antara lain takut tidak lulus yang
mengakibatkan dia malu.
b. Pendekatan deep mendalam
Siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi karena memang tertarik dan merasa membutuhkannya intrinsik.
c. Pendekatan achieving pencapaian prestasi tinggi
Siswa yang menggunakan pendekatan Achieving pada umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut
“ego- enhancement” yaitu ambisi pribadi bisa dalam meningkatkan prestasi
kekuatan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya
18
.
Dilihat dari kedua pendekatan menurut masing-masing tokoh dan di ambil kesimpulan, bahwasannya setiap siswa memiliki cara pendekatan yang
berbeda-beda.
18
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. Cet. Ke-1 h. 132- 137
1.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Belajar Mengajar
Secara fundamental Dollar dan Miller 1970, menegaskan bahwa keefektivan perilaku belajar dipengaruhi oleh empat hal, yaitu:
a Adanya motivasi drives, siswa harus menghendaki sesuatu the learner
must want something;
b Adanya perhatian dan mengetahui sasaran cue, siswa harus
memperhatikan sesuatu the learner must notice something;
c Adanya usaha response, siswa harus melakukan sesuatu the learner
must do something;
d Adanya evaluasi dan pemantapan hasil reinforcement siswa harus memperoleh sesuatu the learner must get something
19
. Dengan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya dalam
proses belajar mengajar guru harus memperhatikan dengan baik tugasnya baik dari merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi.
2. Kesulitan Belajar
2.1 Pengertian Kesulitan Belajar
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris
“learning Disability yang berarti ketidak mampuan belajar. Kata disability diterjemahkan kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa
anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning disabilities adalah learning difficulties dan learning
differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning differences lebih bernada positif,
namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka
digunakan istilah Kesulitan Belajar. Kesulitan belajar adalah ketidak
19
Abin Syamsuddin Makmun. Psikologi Kependidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cet. Ke-10 h. 164
mampuan belajar, istilah kata yakni disfungsi otak minimal ada yang lain lagi istilahnya yakni gangguan neurologist.
Sedangkan menurut Hallahan, Kauffman, dan Lloyd Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan,
berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada
otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal
dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena
kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi. Menurut Hammill 1981 kesulitan belajar adalah beragam bentuk
kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, danatau dalam berhitung. Gangguan tersebut
berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain
misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional dan pengaruh lingkungan misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak
sesuai. Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang
memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada
20
. Dari paparan di atas kita dapat mengetahui, bahwa dalam suatu proses
pembelajaran tidak semua siswa dapat menangkap dengan baik, siswa masih mendapati kesulitan dalam belajar. Dan kesulitan belajar yang dapat saya
simpulkan disini adalah gangguan siswa dalam mendapatkan suatu pengetahuan, baik di lihat dari segi psikologis maupun akademik.
20
Yulinda Erma Suryani. Kesulitan Belajar. diakses 22 oktober 2014 3:45 http:journal.unwidha.ac.idindex.phpmagistraarticleviewFile9656
2.2 Jenis-jenis Kesulitan Belajar
Burton mengidentifikasi seorang siswa kasus dapat dipandang atau dapat diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan menunjukkan
kegagalan failure tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan belajar didefinisikan oleh burton sebagai berikut:
a. Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat
penguasaan level of mastery minimal dalam pekerjaan tertentu, seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru criterion refrenced.
Kasus siswa semacam ini dapat digolongkan kedalam lower group. b. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat
mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, inteligensi, bakat. Diramalkan predicted akan
dapat mengerjakannya atau mencapai suatu prestasi, namun ternyata tidak sesuai dengan kemampuannya. Kasus siswa ini dapat digolongkan
kedalam under archievers. c. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan
tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuian sosial sesuai dengan pola organismiknya his organismic pattern pada fase perkembangan
tertentu, seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan norm-referenced. Kasus siswa yang bersangkutan dapat
dikategorikan kedalam slow learners. d. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai
tingkat penguasaan level of mastery yang diperlukan sebagai prasyarat prerequisite bagi kelanjutan ini dapat digolongkan kedalam slow
learners atau belum matang immature sehingga mungkin harus menjadi pengulang repeaters pelajaran
21
.
21
Abin Syamsuddin Makmun. Psikologi Kependidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Cet. Ke-10 h. 307-308
Dari keempat definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang siswa diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan tidak berhasil
mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu. Dalam hasil belajar, sudah tentu mencakup aspek-aspek substansial-material, fungsional-struktural, dan
behavioral atau yang mencakup segi-segi kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan batasan waktu yang dimaksud, dapat berarti satu periode
pendidikan.
2.3 Faktor-faktor kesulitan belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan
belajar juga dapat dibuktikaan dengan munculnya kelainan perilaku misbehavior siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas,
mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk kelas, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam
22
. a. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang
dari dalam diri siswa sendiri yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotor. Antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual siswa,
labilnya emosi siswa, bahkan terganggungnya alat-alat indera penglihat dan pendengar
b. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar siswa, meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar
yang tidak mendukung aktifitas belajar siswa baik di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah
23
.
22
Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru, Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2010, Cet 16, h. 170
23
Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru, Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2010, Cet 16 , h. 170-171