1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Setiap orang ingin sukses dan berhasil dalam mengerjakan suatu aktivitas tertentu, termasuk kesuksesan di dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satu ciri
sukses dalam kegiatan berlajar mengajar adalah memperoleh hasil prestasi belajar yang tinggi. Hasil belajar adalah penguasaan seseorang terhadap
pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lazimnya diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.
Ada dua faktor yang berhubungan dengan kesuksesan seseorang dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu faktor intern dan faktor ekstern peserta didik.
Faktor intern merupakan faktor- faktor yang berasal atau bersumber dari diri pribadi peserta didik, sedangkan faktor ekstern merupakan faktor yang berasal
atau bersumber dari luar diri pribadi peserta didik. Faktor intern tersebut meliputi: prasyarat belajar, yaitu pengetahuan yang sudah dimiliki oleh seorang siswa
sebelum dia mengikuti suatu kegiatan pembelajaran; keterampilan belajar yang dimiliki siswa yang meliputi cara-cara yang berkaitan dengan mengikuti kegiatan
belajar mengajar, mengerjakan tugas, membaca buku, belajar kelompok, mempersiapkan ujian, menindaklanjuti hasil ujian dan mencari sumber belajar;
kondisi pribadi siswa yang meliputi kesehatan, kecerdasan, sikap, cita-cita, dan hubungannya dengan orang lain.
Faktor eksternal antara lain meliputi: proses belajar mengajar, sarana belajar, lingkungan belajar yang meliputi lingkungan fisik seperti suasana rumah
atau sekolah, dan kondisi sosial ekonomi keluarga. Salah satu faktor ekstern yang turut mendukung hasil belajar siswa adalah proses belajar mengajar. Dalam proses
belajar mengajar salah satu komponen yang perlu mendapat perhatian guru adalah metode pengajaran. Metode pengajaran dalam proses pembelajaran merupakan
salah satu unsur yang turut menentukan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Sejak tahun 2004 telah diterapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi
KBK, dan kini telah berubah menjadi kurikulum 2006 yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, yang menggunakan paradigma pembelajaran
konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu
informasi yang kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut denga n: 1 menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, 2 memberi kesempatan bagi siswa menemukan dan
menerapkan idenya sendiri; dan 3 menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar Sagala, 2005: 88.
Dalam prakteknya, pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan merupakan seperangkat fakta yang harus dihafal. Kelas masih
berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjadi pilihan utama strategi belajar mengajar, sehingga kegiatan belajar mengajar lebih memperlihatkan proses transfer pengetahuan atau konsep-konsep
dari guru kepada peserta didik. Hal ini juga yang dicemaskan oleh guru Ekonomi SMAK Sang Timur
Yogyakarta sehingga dalam kegiatan pembelajaran ia mengkombinasikan beberapa metode pembelajaran seperti ceramah, tanya jawab, dan diskusi
kelompok. Guru berusaha untuk melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam bentuk kelompok diskusi maupun kelompok presentasi.
Kelompok presentasi dibentuk dengan cara penarikan undian. Hal yang tak terhidarkan dalam pembentukan kelompok dengan cara ini adalah bahwa ada
kelompok yang semua anggotanya berkemampuan tinggi, ada kelompok yang anggotanya terdiri dari campuran siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah,
ada pula kelompok yang semua anggotanya berkemampuan rendah. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi kegiatan presentasi materi pembelajaran, dan pada
akhirnya juga turut mempengaruhi hasil belajar siswa serta kualitas proses pembelajaran. Sedangkan untuk kelompok diskusi, pembagiannya berdasarkan
urutan meja belajar, dua siswa depan berpasangan dengan dua siswa dibelakangnya, dan seterusnya.
Menurut pengamatan peneliti dalam beberapa kali kegiatan pembelajaran di kelas, setiap kali tatap muka ada sekitar satu sampai dua dari 31 siswa 3 – 7
yang mengemukankan pertanyaan atau ide kepada guru atau kelompok penyaji materi.
Kegiatan diskusi kelompok juga berjalan kurang optimal, dari delapan kelompok diskusi hanya sekitar dua atau tiga kelompok 25-37 yang telihat
cukup interaktif, artinya ada usaha untuk saling membantu dalam menyelesaikan tugas. Sisanya cenderung bekerja sendiri-sendiri dalam kelompok, bahkan ada
yang sama sekali tidak ikut mengerjakan tugas atau soal latihan. Akibatnya, tugas yang seharusnya diselesaikan dalam waktu 20 menit tidak selesai dikerjakan.
Tugas kelompok yang tidak selesai dikerjakan ini, oleh guru dijadikan tugas individu pekerjaan rumah. Dari 31 siswa kelas XI ilmu sosial yang mengerjakan
tugas hanya sekitar 32,26, sisanya tidak mengerjakan tugas dengan alasan tidak tahu cara mengerjakannya.
Dalam pembicaraan dengan guru Ekonomi kelas XI Ilmu Sosial SMAK Sang Timur diperoleh informasi bahwa, guru telah berupaya untuk melibatkan
siswa dalam kegiatan pembelajaran, tetapi masih banyak siswa yang sulit memahami konsep-konsep Akuntansi seperti menganalisis bukti transaksi,
menjurnal transakasi keuangan berdasarkan bukti transaksi, membuat posting, laporan keuangan dan juga jurnal penyesuaian. Siswa mengalami kesulitan dalam
menganalisis suatu transaksi, bagaimana pengaruh suatu transaksi terhadap elemen-elemen persamaan akuntansi aktiva, kewajiban, modal, pendapatan atau
biaya. Akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam mencatat sebuah transaksi ke dalam jurnal umum. Misalnya, transaksi “pendapatan jasa” ada siswa yang
menjurnalnya dengan mendebit modal dan mengkredit harta. Atau ada juga yang mendebit Kas dan mengkredit Modal. Bahkan ada siswa yang mecatat kembali
transaksi tersebut dalam kolom keterangan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hal ini menunjukkan bahwa upaya guru untuk membantu siswa memahami konsep-konsep dasar akuntansi, secara khusus tentang ‘jurnal’ dengan
melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar seperti adanya kelompok presentasi dan kelompok diskusi belum mendapat perhatian serius dari siswa.
Siswa cenderung berkerja sendiri-sendiri dalam kelompok diskusi. Kecenderungan siswa untuk bekerja sendiri menunjukkan bahwa kebiasaan untuk
belajar bersama dalam kelompok belum terbentuk. Untuk mengatasi masalah di atas, diperlukan sebuah strategi belajar
mengajar ‘baru’ yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar mengajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta- fakta, tetapi sebuah
strategi pembelajaran yang mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Ada berbagai alternatif model pembelajaran yang bisa digunakan
seperti model pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivis dan setting
kontekstual. Pendekatan konstruktivis adalah pendekatan pembelajaran yang meungkinkan pengetahuan dikonstruksi secara individual dan dikonstruksi
bersama secara sosial oleh pelajar berdasarkan interpretasi terhadap pengalaman. Sedangkan setting kontekstual adalah rancangan pembelajaran yang membantu
pengajar menghubungkan materi ajar dengan situasi dunia yang nyata dan memotivasi pelajar agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan
kehidupann sehari- hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat, sehingga merangsang partisipasi siswa. Selain itu ada juga model pembelajaran Problem-
Based Learning yang menekankan bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal
informasi tetapi bagaimana menggunakan informasi yang ada dan berpikir secara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kritis untuk memecahkan masalah di dunia nyata. Atau pendekatan lainnya seperti Inquiry-Based Learning
dan Cooperative Learning. Inquiry-Based Learning Belajar berbasis inkuiri yaitu belajar yang berawal dari bertanya pada diri sendiri
dan kemudian berupaya untuk mencari sendiri jawabannya. Sedangkan Cooperative Learning
Belajar bekerja sama, merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan aspek kerja sama dalam memecahkan suatu
persoalan. Sebuah model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dari teman sebayanya dalam sebuah kelompok kooperatif.
Dari beberapa alternatif model pembelajaran di atas, dalam penelitian ini peneliti memilih model pembelajaran kooperatif Cooperative Learning sebagai
salah satu strategi alternatif yang diharapkan dapat membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, meningkatkan kemampuan siswa
bekerja sama dengan orang lain, meningkatkan kualitas proses dan pada saat yang sama meningkatkan hasil belajar siswa.
Falsafah yang mendasari model pembelajaran cooperative learning adalah falsafah homo homini socius. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah
makhluk sosial. Karena itu, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa kerja sama tidak akan ada
individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Tanpa kerja sama kehidupan ini sudah punah. Ironisnya, model pembelajaran cooperative learning belum banyak
diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar
enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Alasan utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam grup Anita Lie, 2007: 28.
Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar bersama dalam kelompok. Ada unsur- unsur dasar pembelajaran
cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan seperti unsur saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi kelompok.
Model belajar cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya
sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, dengan berkerja secara bersama- sama di antara sesama anggota kelompok, meningkatkan motivasi, produktivitas
dan perolehan belajar. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi ya ng saling percaya, terbuka, dan rileks diantara anggota kelompok memberikan
kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan memberikan masukan di antara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai dan moral, serta
keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran. Ada berbagai tipe cooperative learning yaitu Student Teams Learning:
Student Teams Achievement Division STAD, Teams Games Tournament TGT, Teams Assisted Individualization TAI, Cooprative Integrated Reading and
Composition CIRC; Jigsaw; Learning Together; Group Investigation . Dalam
penelitian ini, peneliti memilih model pembelajaran cooperative learning tipe Learning Together
untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran Akuntansi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan pokok bahasan jurnal umum pada perusahaan jasa bagi siswa kelas XI SMAK Sang Timur Yogyakarta.
Tipe ini dipilih karena merupakan tipe yang paling sederhana dari keempat model pembelajaran kooperatif, dan diyakini cocok denga n situasi siswa
yang cenderung untuk belajar lebih efisien dalam kelompok atau belajar secara bersama-sama cooperative. Selain itu, tipe pembelajaran ini menunjukkan
adanya keseimbangan peran antara guru sebagai salah satu sumber belajar dan peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara individual dan sosial
Michaelis Rushdoony, 1987: 68.
B. Rumusan Masalah