7.48 S Peningkatan Keterampilan Bermain Drama Siswa dengan Metode

138 Malalui grafik tersebut, dapat diketahui bahwa pada pratindakan aspek intonasi memperoleh skor rata-rata 3,2. Pengucapan siswa sudah keras namun karena penonton yang bising jadi suara tidak begitu jelas. Artikulasi siswa dapat dimengerti karena siswa membaca naskah drama bukan memerankan naskah drama, sehingga penilaian dalam aspek ini tergolong rendah. Pada siklus I rata- rata skor pada aspek artikulasi meningkat menjadi 7,32, siswa sudah mulai dapat mengatur pengucapan, bukan hanya keras saja namun juga menyesuaikan dengan watak tokoh yang diperankan. Artikulasi siswa juga sudah jelas dan dapat dimengerti. Penonton juga sudah terkondisikan dengan baik, karena mereka mengamati dan menilai penampilan kelompok yang sedang praktik bermain drama. Pada siklus I ini siswa masih kurang dapat memunculkan spontanitas dan mengimprovisasi ketika terjadi salah ucap. Pada siklus II rata-rata skor pada aspek artikulasi meningkat lagi menjadi 8. Siswa sudah mampu menguasai aspek artikulasi dengan baik. Jadi aspek intonasi mengalami peningkatan skor rata-rata dari pratindakan ke siklus II pertemuan terakhir sebesar 4,8 dan aspek artikulasi termasuk dalam kategori baik. Peningkatan skor rata-rata bermain drama siswa dari pratindakan ke siklus II pertemuan terakhir sebesar 30,76, ini menunjukkan bahwa keterampilan siswa dalam bermain drama sudah termasuk dalam kategori baik. Hal ini berarti bahwa implemantasi tindakan dengan menggunakan metode sosiodrama pada siklus I dan siklus II membawa dampak yang positif terhadap pembelajaran bermain drama. Selain mampu meningkatkan keterampilan bermain drama siswa, penerapan 139 metode sosiodrama juga mampu memberikan kesenangan, keberanian, keaktivan, konsentrasi, dan antusias siswa dalam proses pembelajaran bermain drama. Selain itu, dalam penelitian ini juga disajikan peningkatan proses pembelajaran bermain drama siswa dari pratindakan sampai siklus II. Berikut ini