33
pasar hewan. Produk ternak juga didistribusikan ke TPA Tempat Pemotongan Ayam untuk dipotong terlebih dahulu baru ke konsumen akhir.
Selain pada broker, peternak kemitraan dan peternak mandiri mendistribusikan ayam hidupnya ke rumah potong ayam, kemudian dari rumah
potong ayam mendistribusikan ayam dalam bentuk karkas dan ikutannya ke pasar modern seperti supermarket, hypermarket dan swalayan-swalayan lain, selain ke
pasar modern yang dijual, daging ayam didistribusikan untuk pengolahan lebih lanjut, pemain pasar modern biasanya adalah perusahaan-perusahaan besar, baik
perusahaan yang terintegrasi secara vertikal dari hulu sampai hilir, maupun perusahaan pengolahan atau jasa perdagangan saja.
Pendistribusian dan pemasaran sangat terkait dengan transportasi atau pengangkutan. Adapun tujuan dari pengangkutan adalah untuk memperlancar
pemasaran produk agar sampai ke konsumen. Beberapa fungsi pengangkutan adalah jenis alat angkut, volume diangkut, waktu pengangkutan, dan jenis produk
yang akan diangkut. Produk peternakan yang diangkut tanpa memperhatikan fungsi-fungsi tersebut dapat menyebabkan kerusakan, penyusutan produk, bahkan
kematian produk khususnya ternak hidup. Proses pengangkutan ayam harus dengan hati-hati, jangan sampai ternak mengalami stres, pengangkutan pada ayam
dapat bertahan maksimum dua hari dan lebih dari itu pengangkutan bisa mengakibatkan kematian Rahardi, 2008.
2.2 Usaha Pemotongan Ayam
Di Indonesia banyak pengusaha pemotong ayam yang masih menerapkan cara pemotongan tradisional dengan tempat pemotongan sederhana serta peralatan
dan tata cara pemotongan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga produk yang dihasilkan masih jauh dari aspek higienis daging. Sementara
perusahaan pemotongan ayam yang menggunakan mesin pemotongan modern masih sangat sedikit. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa sebagian besar
kebutuhan daging ayam dipenuhi oleh pemotongan ayam tradisional ini. Usaha pemotongan ayam dapat digolongkan menjadi beberapa bagian.
Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 557KptsTN.52991976, usaha pemotongan menurut jenis kegiatan usahanya terbagi menjadi tiga kategori, yaitu
34
Kategori I, Kategori II, dan Kategori III. Usaha pemotongan ayam kategori I adalah usaha pemotongan ayam yang berupa kegiatan pemotongan ayam milik
sendiri di rumah pemotongan sendiri. Usaha pemotongan ayam kategori II adalah usaha pemotongan ayam yang berupa kegiatan menjual jasa pemotongan ayam
atau melaksanakan pemotongan ayam milik orang lain. Usaha pemotongan kategori III adalah usaha pemotongan ayam yang berupa kegiatan pemotongan
ayam pada rumah pemotongan ayam atau tempat pemotongan ayam milik pihak lain.
2.3 Studi Terdahulu Mengenai Risiko
Pada kajian penelitian terdahulu, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian yaitu penelitian dengan topik manajemen
risiko. Selain topik, peneliti juga mengkaji analisis risiko dengan melihat alat analisis yang digunakan yaitu dengan menghitung expected return, ragam
variation, simpangan baku standard deviation, koefisien variasi standard variation, batas bawah pendapatan, statistik deskriptif dan alat analisis lainnya
yang berhubungan dengan manajemen risiko. Hal tersebut bertujuan untuk melihat perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini sehingga
dapat menunjukkan adanya persamaan, keunggulan dan kelemahan pada penelitian.
Solihin 2009 dan Aziz 2009 memiliki persamaan dalam menganalisis risiko di usaha peternakan ayam. Risiko yang diteliti adalah risiko harga dan
risiko produksi serta menganalisis manajemen risiko di usaha peternakan ayam. Pada risiko harga permasalahan yang terjadi adalah fluktuasi harga baik harga
input berupa Sarana Produksi Ternak maupun harga jual output berupa ayam broiler. Sedangkan pada risiko produksi adalah penyimpangan hasil produksi
yang dipengaruhi oleh cuaca dan iklim sehingga menyebabkan mortalitas tinggi serta berpengaruh juga terhadap efisiensi penggunaan pakan. Alat analisis risiko
yang digunakan keduanya adalah dengan menghitung expected return, ragam variance, simpangan baku standard deviation, koefisien variasi coefficient
variation, batas bawah pendapatan, dan analisis deskriptif untuk menganalisis manajemen risiko.
35
Dari analisis risiko menunjukkan bahwa nilai Coefficient Variation pada penelitian Aziz 2009 sebesar 1,75 sedangkan pada Solihin 2009 sebesar -2,63.
Dari kedua nilai Coefficient Variation, hasil penelitian Solihin lebih besar dibandingkan Aziz dikarenakan pada penelitian Solihin kapasitas pemeliharaan
ayam sebesar 16.000 ekor sedangkan pada penelitian Aziz hanya sebesar 4000 ekor sehingga semakin besar usaha yang dijalankan maka risiko yang dihadapi
pun semakin besar. Hal ini juga diperkuat dengan hasil batas bawah pendapatan pada penelitian Solihin sebesar Rp -111.107.708, lebih besar dibandingkan
penelitian Aziz yang hanya sebesar Rp -14.421.977 ceteris paribus. Pada analisis manajemen risiko dari kedua penelitian tersebut terdapat beberapa
kesamaan diantaranya adalah dalam hal pengaturan sirkulasi kandang, pengawasan dalam pengobatan terhadap gejala klinis kepada Field Controller,
memasang insulasi di atap kandang Roof Insulation, serta upaya untuk membentuk suatu kelompok peternak untuk memperkuat posisi tawar dalam
menjalin kemitraan. Kajian penelitian tentang manajemen risiko pernah dilakukan oleh
Trangjiwani 2008 dan Lestari 2009. Kesamaan dari kedua penelitian ini adalah mengindentifikasi sumber-sumber risiko yang ada lalu dilakukan pemetaan risiko
menggunakan matriks yang memberikan alternatif penanganan risiko berdasarkan hasil pemetaan. Hasil penelitian Trangjiwani 2008 menunjukkan bahwa risiko
operasional yang terindentifikasi dapat dikelompokkan menjadi risiko sistem, proses, SDM, dan risiko eksternal. Penanganan risiko berdasarkan nilai status
risiko diutamakan untuk komoditi tomat dibandingkan dengan keempat komoditi lainnya. Alternatif penanganan risiko dengan mitigasi atau detect and monitor
dilakukan untuk : a risiko sistem, SDM, proses, dan eksternal pada tomat, b risiko sistem dan eksternal pada kol, c risiko sistem, proses dan eksternal pada
lettuce head dan d risiko sistem, proses, dan eksternal pada cabai merah. Penanganan risiko secara low control dapat dilakukan untuk risiko yang memiliki
nilai kemungkinan dan dampak risiko yang rendah, yaitu a risiko sistem dan SDM pada kentang, b risiko proses dan SDM pada kol, c risiko SDM pada
lettuce head dan d risiko SDM pada cabai merah.
36
Sedangkan pada penelitian Lestari 2009 Sumber-sumber risiko yang terdapat di PT. Suri Tani Pemuka dalam kegiatan pembenihan ini dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kuadran risiko berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut. Strategi yang
dilakukan oleh PT. Suri Tani Pemuka untuk mengurangi terjadinya risiko dengan melakukan persiapan bak pemeliharaan, pemeliharaan induk, pemeliharaan larva,
pengelolaan kualitas air, pengelolaan pakan, pengepakan dan pemanenan benur, serta pelatihan sumber daya manusia. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa risiko
penurunan derajat kelangsungan hidup berada pada kuadran 2. Risiko produksi benur dan risiko penerimaan terdapat pada kuadran 3 dan risiko produksi naupli
berada pada kuadran 4, sedangkan untuk kuadran 1 tidak terisi risiko. Siregar 2009 menganalisis tentang risiko harga dengan analisis kualitatif
dan kuantitatif. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar bertujuan menganalisis risiko yang dihadapi PT. Sierad Produce Tbk dan penanganan risiko yang
dihadapi PT. Sierad Produce Tbk. Alat analisis risiko menggunakan model ARCH-GARCH dan perhitungan VAR Value at Risk. Hasil analisis risiko
model ARCH-GARCH diperoleh bahwa pola pergerakan harga DOC dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan DOC di pasar seperti saat menjelang
lebaran dan memasuki tahun ajaran baru. Hasil analisis GARCH diperoleh bahwa risiko harga DOC dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga DOC broiler
periode sebelumnya dengan tanda positif yang artinya bahwa jika terjadi peningkatan risiko harga DOC periode sebelumnya maka akan meningkatkan
risiko harga DOC periode berikutnya. Koefisien determinasi R
2
yang diperoleh sebesar 9,99. Sedangkan harga jual DOC layer dengan ARCH diperoleh bahwa
risiko harga DOC layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya dengan tanda yang positif yang berarti bahwa jika terjadi
peningkatan risiko harga DOC layer periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga DOC layer periode berikutnya. Koefisien determinasi
R
2
yang diperoleh adalah sebesar 18,81 persen. Tingkat risiko yang diterima sebesar Rp 1.585.111.113 dari total penerimaan selama tahun 2007 sampai 2008
yaitu sebesar Rp 10.911.997.611. Hal tersebut berarti bahwa kerugian yang diperoleh adalah Rp 1.585.111.113 untuk DOC broiler atau 14,53 persen selama
37
satu hari penjualan. Tingginya risiko harga jual DOC broiler dibandingkan risiko harga jual DOC layer disebabkan karena permintaan daging ayam yang lebih
berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan juga disebabkan karena siklus layer yang lama daripada broiler.
Strategi yang dijalankan PT. Sierad Produce Tbk untuk mengatasi risiko adalah dengan melakukan pemusnahan DOC dan telur tetas hingga mencapai 40
persen dan menjual DOC dengan harga yang sangat murah jika terjadi kelebihan pasokan. Strategi ini belum dikatakan berhasil karena dapat menimbulkan biaya
baru dan belum dapat menstabilkan harga harga jual DOC. PT. Sierad Produce Tbk harus membuat dan melaksanakan strategi yang baik yang dapat mengatasi
risiko harga DOC yaitu dengan melakukan perencanaan produksi dan perencanaan penjualan dengan mempelajari pola data harga DOC sebelumnya
dengan melakukan analisis harga secara rutin per periode dan menjadikan harga jual DOC sebelumnya sebagai dasar untuk memprediksi harga pada periode yang
akan datang. Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian
sebelumnya. Penelitian ini meneliti komoditas ayam broiler sama dengan penelitian Solihin dan Aziz, kecuali Siregar tentang DOC. Alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini sama dengan yang digunakan oleh Solihin dan Aziz, yaitu dengan menghitung expected return, ragam variation, simpangan
baku standard deviation, koefisien variasi standard variation, batas bawah pendapatan, dan analisis deskriptif untuk menganalisis manajemen risiko. Namun
perbedaannya dengan penelitian Solihin dan Aziz adalah bahwa di penelitian ini tidak menganalisis risiko produksi dan juga tempat penelitiannya yang berbeda.
Persamaan penelitian ini dengan Siregar adalah sama-sama menganalisis risiko harga namun berbeda dalam menggunakan alat analisis. Persamaan
penelitian ini dengan Trangjiwani dan Lestari adalah sama-sama menganalisis manajemen risiko namun pada penelitian ini hanya menggunakan analisis
deskriptif.
38
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis