Pengaruh pembelajaran cooperative learning terhadap motivasi siswa pada materi segiempat dikalangan siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012.

(1)

vi

ABSTRAK

Rita Siswanti Rahayu. 2013. Pengaruh Pembelajaran Cooperative Learning Terhadap Motivasi Siswa pada Materi Segiempat Dikalangan Siswa Kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Pelaksanaan model pembelajaran Cooperative Learning, (2) motivasi belajar siswa, (3) hasil belajar siswa, dan (4) korelasi antara motivasi dan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, kualitatif, dan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 pertemuan. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan tahun ajaran 2011/2012.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dalam berbagai cara. Pelaksanaan model pembelajaran Cooperative Learning diukur dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa dalam kelompok yang diukur menggunakan skala Likert 3. Motivasi belajar siswa diukur dengan menggunakan angket motivasi yang dilihat berdasarkan skala Likert 3. Hasil belajar siswa diukur dengan menggunakan Tes Hasil Belajar (THB) yang dibandingkan dengan Tes Kemampuan Awal (TKA), juga dilihat hasilnya berdasarkan skala Likert 3. Korelasi antara motivasi dan hasil belajar siswa dihitung menggunakan kalkulator. Tinggi rendahnya korelasi didasarkan pada interpretasi koefisian korelasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran kooperatif yang diterapkan di kelas VIIA telah berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari pengamatan pada setiap pertemuan dan dari hasil analisis aktivitas siswa dalam kelompok yang mencapai 62,5 % pada tingkat aktivitas belajar tinggi, (2) motivasi belajar siswa cukup baik dengan jumlah siswa yang memiliki motivasi sedang dan tinggi mencapai 70,40 %, (3) hasil belajar yang diperoleh cukup baik, sebanyak 26 siswa dari 34 siswa tergolong sedang dan tinggi pada hasil belajarnya dengan rata-rata nilai THB 67,67, (4) korelasi antara motivasi dan hasil belajar siswa berada pada tingkat interpretasi rendah dengan koefisien korelasi 0,2081.

Kata kunci: pembelajaran kooperatif, aktivitas belajar, motivasi belajar, dan hasil belajar.


(2)

vii

ABSTRACT

Rita Siswanti Rahayu. 2013. The Influences of Cooperative Learning to the

Student’s Motivation of Quadrilaterals Material among the Students of Class VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan Sleman Yogyakarta Acadenic Years 2011/2012. Thesis. Mathematics Education Study Program, Teachers Training Faculty, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research was aimed to find out (1) The implementation of Cooperative Learning Model, (2) student’s motivation to learn, (3) student’s learning outcomes, and (4) correlation between the student’s motivation and learning outcomes. This research used descriptive, qualitative, and quantitative methods. This research was conducted in 6 meetings. The subject of this research was the students of class VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan academic year 2011/2012.

The data needed in this research were collected using several ways. The implementation of Cooperative Learning model was measured using student’s group activity observation sheets and Likert 3 scale. Student’s learning motivation were measured using questionnaire to be Likert 3 scale. Student’s learning achievement were measured using Evaluation Test (THB) compared to Based Competence (TKA), and also classified by Likert 3 scale. The correlation between the student’s motivation and learning outcomes were calculated using a calculator. The level of correlation is based on the interpretation of the correlation coefficient.

The results of this research showed that (1) the cooperative learning model implemented in class VIIA had been running well, it could be seen from observations at each meeting and from the analysis result on the group activities that reached 62.5% at the high level activities, (2) student’s motivation gained well with students who have high and medium motivation reached 70,40 %, (3) student’s learning achievement obtained good result, 26 students out of 34 students classified as medium and high on the results of their study with mean value of THB which reached 67,67, (4) correlation between motivation and students learning outcomes are at the low levels of interpretation with correlation coefficient 0,2081.

Key words: cooperative learning, learning activities, motivation to learn, and learning outcomes.


(3)

PENGARUH PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TERHADAP MOTIVASI SISWA PADA MATERI SEGIEMPAT

DIKALANGAN SISWA KELAS VIIA SMP PANGUDI LUHUR MOYUDAN SLEMAN YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2011/2012

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh: Rita Siswanti Rahayu

NIM: 071414021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TERHADAP MOTIVASI SISWA PADA MATERI SEGIEMPAT

DIKALANGAN SISWA KELAS VIIA SMP PANGUDI LUHUR MOYUDAN SLEMAN YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2011/2012

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh: Rita Siswanti Rahayu

NIM: 071414021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTO

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa menuntun langkahku

Kedua orang tuaku Bapak Dominicus Purnama dan Ibu Christiana Sumidiyati

adikku Natalia Dwi Susanti

Sahabat-sahabatku

dan almamaterku Universitas Sanata Dharma

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu;

carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah,

maka pintu akan dibukakan bagimu”


(8)

(9)

vi

ABSTRAK

Rita Siswanti Rahayu. 2013. Pengaruh Pembelajaran Cooperative Learning Terhadap Motivasi Siswa pada Materi Segiempat Dikalangan Siswa Kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Pelaksanaan model pembelajaran Cooperative Learning, (2) motivasi belajar siswa, (3) hasil belajar siswa, dan (4) korelasi antara motivasi dan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, kualitatif, dan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 pertemuan. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan tahun ajaran 2011/2012.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dalam berbagai cara. Pelaksanaan model pembelajaran Cooperative Learning diukur dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa dalam kelompok yang diukur menggunakan skala Likert 3. Motivasi belajar siswa diukur dengan menggunakan angket motivasi yang dilihat berdasarkan skala Likert 3. Hasil belajar siswa diukur dengan menggunakan Tes Hasil Belajar (THB) yang dibandingkan dengan Tes Kemampuan Awal (TKA), juga dilihat hasilnya berdasarkan skala Likert 3. Korelasi antara motivasi dan hasil belajar siswa dihitung menggunakan kalkulator. Tinggi rendahnya korelasi didasarkan pada interpretasi koefisian korelasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran kooperatif yang diterapkan di kelas VIIA telah berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari pengamatan pada setiap pertemuan dan dari hasil analisis aktivitas siswa dalam kelompok yang mencapai 62,5 % pada tingkat aktivitas belajar tinggi, (2) motivasi belajar siswa cukup baik dengan jumlah siswa yang memiliki motivasi sedang dan tinggi mencapai 70,40 %, (3) hasil belajar yang diperoleh cukup baik, sebanyak 26 siswa dari 34 siswa tergolong sedang dan tinggi pada hasil belajarnya dengan rata-rata nilai THB 67,67, (4) korelasi antara motivasi dan hasil belajar siswa berada pada tingkat interpretasi rendah dengan koefisien korelasi 0,2081.

Kata kunci: pembelajaran kooperatif, aktivitas belajar, motivasi belajar, dan hasil belajar.


(10)

vii

ABSTRACT

Rita Siswanti Rahayu. 2013. The Influences of Cooperative Learning to the

Student’s Motivation of Quadrilaterals Material among the Students of Class

VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan Sleman Yogyakarta Acadenic Years 2011/2012. Thesis. Mathematics Education Study Program, Teachers Training Faculty, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research was aimed to find out (1) The implementation of Cooperative Learning Model, (2) student’s motivation to learn, (3) student’s learning outcomes, and (4) correlation between the student’s motivation and learning outcomes. This research used descriptive, qualitative, and quantitative methods. This research was conducted in 6 meetings. The subject of this research was the students of class VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan academic year 2011/2012.

The data needed in this research were collected using several ways. The implementation of Cooperative Learning model was measured using student’s group activity observation sheets and Likert 3 scale. Student’s learning motivation were measured using questionnaire to be Likert 3 scale. Student’s learning achievement were measured using Evaluation Test (THB) compared to Based Competence (TKA), and also classified by Likert 3 scale. The correlation between the student’s motivation and learning outcomes were calculated using a calculator. The level of correlation is based on the interpretation of the correlation coefficient.

The results of this research showed that (1) the cooperative learning model implemented in class VIIA had been running well, it could be seen from observations at each meeting and from the analysis result on the group activities that reached 62.5% at the high level activities, (2) student’s motivation gained well with students who have high and medium motivation reached 70,40 %, (3) student’s learning achievement obtained good result, 26 students out of 34 students classified as medium and high on the results of their study with mean value of THB which reached 67,67, (4) correlation between motivation and students learning outcomes are at the low levels of interpretation with correlation coefficient 0,2081.

Key words: cooperative learning, learning activities, motivation to learn, and learning outcomes.


(11)

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Cooperative Learning Terhadap Motivasi Siswa pada Materi Segiempat Dikalangan Siswa Kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012” ini dengan baik.

Skripsi ini tersusun berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. selaku ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan juga selaku dosen penguji skripsi

3. Bapak Drs. Sukardjono M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan tenaga, waktu, dan pikiran untuk memberikan bimbingan kepada penulis dengan sabar. Terima kasih atas motivasi, saran, dan kritik selama penyusunan skripsi ini

4. Ibu Ch. Enny Murwaningtyas, S.Si., M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah membantu penulis dalam menyempurnakan skripsi ini

5. Segenap dosen dan staf sekretariat Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


(13)

x

6. Bapak Drs. Yohanes Junianto selaku kepala sekolah SMP Pangudi Luhur Moyudan yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian di SMP Pangudi Luhur Moyudan

7. Ibu Theresia Sri Rahayu, S.Pd. selaku guru pengampu mata pelajaran matematika kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan Tahun Ajaran 2011/2012 yang telah membimbing dengan sabar dan membantu penulis dalam pengambilan data penelitian

8. Siswa-siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan Tahun Ajaran 2011/2012 yang telah membantu penulis dalam pengambilan data penelitian 9. Bapak, ibu, adik, dan saudara-saudara terkasih yang tidak henti-hentinya

memberikan dukungan, doa, dan cinta kasih selama proses penyusunan skripsi ini

10.Teman-teman seperjuangan prodi Pendidikan Matematika angkatan 2007 yang telah berjuang bersama dalam menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma

11.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan dimasa mendatang. Akhirnya, penulis mengharapkan agar skripsi ini berguna bagi banyak pihak.


(14)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5


(15)

xii

G. Manfaat Hasil Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 8

1. Pengertian Belajar ... 8

2. Pengertian Pembelajaran ... 10

B. Model Pembelajaran Cooperative Learning ... 14

1. Pengertian Pembelajaran Coperative Learning ... 14

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ... 17

3. Unsur-unsur dalam Pembelajaran Cooperative Learning .. 18

4. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning ... 22

5. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 24

6. Model Evaluasi Cooperative Learning ... 25

C. Motivasi ... 25

1. Pengertian Motivasi ... 25

2. Teori Motivasi ... 27

3. Prinsip-prinsip Motivasi ... 31

4. Motivasi Belajar ... 33

5. Peranan Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran ... 34

6. Fungsi Motivasi Belajar ... 35

D. Segi Empat ... 36

1. Persegi ... 36

2. Persegi Panjang ... 39


(16)

xiii

4. Belah Ketupat ... 44

5. Trapesium ... 45

6. Layang-layang ... 47

E. Hasil Belajar ... 50

F. Kerangka Berfikir ... 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 53

A. Jenis Penelitian ... 53

B. Subyek Penelitian ... 53

C. Obyek Penelitian ... 53

D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 54

E. Variabel Penelitian ... 54

1. Variabel Bebas ... 54

2. Variabel Terikat ... 54

F. Teknik Pengumpulan Data ... 54

1. Pengamatan atau Observasi ... 55

2. Data Motivasi Siswa ... 55

3. Data Hasil Belajar Siswa ... 55

4. Dokumentasi ... 55

G. Instrumen Penelitian ... 56

1. Instrumen Pembelajaran ... 56

2. Instrumen Pengumpulan Data ... 56

H. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 69


(17)

xiv

2. Reliabilitas Tes ... 71

3. Validitas Angket Motivasi Belajar ... 72

4. Reliabilitas Angket Motivasi Belajar ... 73

I. Metode Analisis Data ... 74

1. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif ... 74

2. Analisis Data Aktivitas Siswa ... 74

3. Analisis Tes ... 75

4. Analisis Data Motivasi Siswa ... 76

J. Prosedur Penelitian ... 76

1. Penyusunan Proposal ... 76

2. Persiapan Penelitian ... 76

3. Pelaksanaan Penelitian ... 77

4. Melakukan Analisis Data dan Menarik Kesimpulan ... 77

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, HASIL ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN ... 79

A. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 79

1. Observasi ... 79

2. Pelaksanaan Tes Uji Coba ... 80

3. Validitas dan Reliabilitas ... 81

4. Pelaksanaan Pengambilan Data ... 86

B. Penyajian Data ... 94

1. Aktivitas Belajar Siswa ... 94


(18)

xv

C. Analisis Hasil Penelitian ... 101

1. Aktivitas Belajar Siswa ... 101

2. Pencapaian Tes Kemampuan Awal (TKA) Siswa Kelas VIIA ... 105

3. Motivasi ... 110

4. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar ... 116

5. Korelasi antara Motivasi Belajar dan Hasil Belajar ... 122

BAB V PENUTUP ... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 128


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 24

Tabel 3.1 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa ... 56

Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Tes ... 66

Tabel 3.3 Kriteria Penskoran Angket Motivasi Belajar Siswa ... 68

Tabel 3.4 Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Siswa ... 68

Tabel 3.5 Interpretasi dari Besarnya Koefisien Korelasi (r11) ... 72

Tabel 3.6 Skor Keaktifan Siswa dalam Kelompok ... 75

Tabel 3.7 Skor Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa pada Setiap Pertemuan ... 75

Tabel 4.1 Tabel Hasil Uji Validitas Instrumen Soal ... 82

Tabel 4.2 Tabel Hasil Uji Validitas Instrumen Angket Motivasi ... 84

Tabel 4.3 Data Aktivitas Siswa Pembelajaran Pertama ... 94

Tabel 4.4 Data Aktivitas Siswa Pembelajaran Kedua ... 95

Tabel 4.5 Data Aktivitas Siswa Pembelajaran Ketiga ... 95

Tabel 4.6 Data Aktivitas Siswa Pembelajaran Keempat ... 96

Tabel 4.7 Hasil TKA Siswa Kelas VIIA ... 96

Tabel 4.8 Hasil Skor Angket Motivasi Belajar Siswa Kelas VIIA 98

Tabel 4.9 Nilai THB Siswa Kelas VIIA ... 100

Tabel 4.10 Data Aktivitas Siswa Secara Keseluruhan ... 102


(20)

xvii

Tabel 4.12 Nilai TKA Siswa Kelas VIIA ... 106 Tabel 4.13 Penggolongan Nilai TKA Siswa Kelas VIIA

Menurut Skala Likert 3 ... 108 Tabel 4.14 Total Skor Angket Motivasi Belajar Siswa ... 111 Tabel 4.15 Penggolongan Skor Angket Motivasi Belajar Siswa

Kelas VIIA Menurut Skala Likert 3 ... 113 Tabel 4.16 Perbandingan Nilai TKA dan Nilai THB ... 116 Tabel 4.17 Penggolongan Nilai THB Siswa Kelas VIIA

Menurut Skala Likert 3 ... 120 Tabel 4.18 Korelasi antara Motivasi Belajar dan Hasil Belajar ... 123


(21)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Hierarki Kebutuhan Maslow ... 29 Gambar 4.1 Diagram Skor Rata-rata Aktivitas Setiap Kelompok ... 102 Gambar 4.2 Histogram Jumlah Kelompok pada Setiap

Kriteria Skor Aktivitas Kelompok ... 105 Gambar 4.3 Histogram Jumlah Siswa pada Setiap Kriteria TKA ... 110 Gambar 4.4 Histogram Jumlah Siswa pada Setiap Kriteria Skor

Angket Motivasi ... 115 Gambar 4.5 Histogram Jumlah Siswa pada Setiap Kriteria THB ... 122


(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1 ... 129 Lampiran A.2 Kunci Jawaban Diskusi Kelompok Bagian-1 ... 140 Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 2 ... 142 Lampiran A.4 Kunci Jawaban Diskusi Kelompok Bagian-2 ... 152 Lampiran A.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 3 ... 154 Lampiran A.6 Kunci Jawaban Diskusi Kelompok Bagian-3 ... 164 Lampiran A.7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 4 ... 166 Lampiran A.8 Kunci Jawaban Diskusi Kelompok Bagian-4 ... 178 Lampiran A.9 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa

dalam Kelompok ... 181 Lampiran A.10 Kisi-kisi Soal Tes ... 183 Lampiran A.11 Pre-Test ... 184 Lampiran A.12 Kunci Jawaban TKA (Pre-Test) ... 188 Lampiran A.13 Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Siswa ... 193 Lampiran A.14 Angket Motivasi Siswa

dalam Pembelajaran Matematika ... 195 Lampiran A.15 Post-Test ... 199 Lampiran A.16 Kunci Jawaban THB (Post-Test) ... 203 Lampiran B.1 Tabel Hasil Validitas Tes Hasil Belajar (THB) ... 208 Lampiran B.2 Reliabilitas Tes Hasil Belajar ... 214


(23)

xx Lampiran B.3 Tabel Hasil Validitas

Angket Motivasi Belajar Siswa ... 216 Lampiran B.4 Reliabilitas Angket Motivasi Belajar Siswa ... 229 Lampiran C.1 Daftar Nilai Siswa Kelas VIIA ... 232 Lampiran C.2 Daftar Kelompok Diskusi ... 233 Lampiran D.1 Lembar Jawaban Siswa – Uji Validitas THB ... 234 Lampiran D.2 Lembar Jawaban Siswa – TKA ... 246 Lampiran D.3 Lembar Jawaban Siswa – Diskusi Kelompok ... 258 Lampiran D.4 Lembar Jawaban Siswa – THB ... 274 Lampiran D.5 Lembar Angket Motivasi Siswa – Uji Validitas ... 286 Lampiran D.6 Lembar Angket Motivasi Siswa – Hasil ... 298 Lampiran E.1 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan ke-2 ... 310 Lampiran E.2 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan ke-3 ... 314 Lampiran E.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan ke-4 ... 318 Lampiran E.4 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan ke-5 ... 322 Lampiran F.1 Surat Ijin Melaksanakan Penelitian ... 326 Lampiran F.2 Surat Telah Melaksanakan Penelitian ... 327 Lampiran F.3 Foto Kegiatan Penelitian ... 328


(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian siswa sehinga membutuhkan strategi-strategi khusus untuk mempelajari matematika di sekolah. Bahkan tidak sedikit siswa yang mengikuti bimbingan belajar atau les privat matematika diluar jam sekolah, terutama ketika menjelang Ujian Akhir Nasional. Hal tersebut dilakukan tentunya agar mereka memperoleh nilai yang cukup bagus dalam pelajaran matematika.

Di dalam kelas, masalah besar untuk guru-guru dan siswa-siswa adalah motivasi. Guru-guru berharap supaya setiap siswa menggunakan bakat dan waktunya selama di sekolah sehingga tujuan belajar terjadi secara maksimum (Sri Esti, 2006:327).

Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam mempelajari matematika dibangku sekolah tentunya erat kaitannya dengan model pembelajaran yang dipakai oleh guru saat pembelajaran di kelas maupun motivasi belajar yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Semakin tinggi minat yang dimiliki oleh siswa maka semakin tinggi pula usaha yang akan dilakukan oleh siswa untuk memperolah hasil yang memuaskan. Dan usaha-usaha tersebut membutuhkan suatu dorongan atau motivasi yang bisa membuat siswa giat belajar.


(25)

Berdasarkan obervasi di dalam kelas yang dilaksanakan di SMP Pangudi Luhur Moyudan, peneliti mengamati bahwa perilaku siswa di dalam kelas saat mengikuti pelajaran matematika sangat bervariasi. Ada siswa yang sangat antusias dalam mengikuti pelajaran, menyimak penjelasan yang diberikan oleh guru dengan seksama, ada juga yang justru sibuk mengobrol dengan teman sebangkunya, maupun dengan sengaja membuat kegaduhan di dalam kelas. Berbagai macam perilaku siswa di dalam kelas tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh motivasi yang dimiliki oleh masing-masing siswa terhadap mata pelajaran matematika.

Berdasarkan wawancara dengan guru matematika yang bersangkutan, seringkali siswa malas untuk berfikir, sehingga ketika guru memberikan suatu permasalahan, siswa cenderung acuh dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, terlihat dari jawaban siswa yang seenaknya saja. Guru merasa minimnya motivasi siswa dalam belajar matematika tersebut perlu diperbaiki.

Selain itu, dalam proses pembelajaran di kelas, guru pernah menerapkan sistem kerja kelompok, namun hanya sebatas kerja kelompok saja, belum memperhatikan unsur-unsur penting yang sebaiknya diterapkan dalam kerja kelompok seperti unsur-unsur yang terdapat dalam model Pembelajaran Koopertif atau Cooperative Learning. Unsur-unsur tersebut meliputi saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk membuat suatu penelitian yang berhubungan dengan model pembelajaran di kelas terhadap


(26)

motivasi siswa dalam pembelajaaran matematika dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Cooperative Learning terhadap Motivasi Siswa pada Materi Segiempat Dikalangan Siswa Kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifakasi masalah dalam pembelajaran klasikal tersebut adalah:

1. Beberapa siswa cenderung tidak memperhatikan guru.

2. Beberapa siswa seringkali ramai sendiri atau sengaja membuat kegaduhan saat guru menyampaikan materi pelajaran.

3. Beberapa siswa berperilaku menyimpang pada saat proses belajar mengajar berlangsung.

4. Minimnya motivasi beberapa siswa untuk belajar matematika. 5. Belum pernah menerapkan kerja kelompok secara teoritis. Sedangkan melalui pembelajaran Kooperatif :

1. Diharapkan siswa bisa lebih aktif

2. Diharapkan minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran matematika bisa lebih baik.

3. Diharapkan siswa berani bertanya terhadap teman sebaya karena sistem pembelajaran Kooperatif yang sifatnya berkelompok.


(27)

C. Pembatasan Masalah

Dengan adanya keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti seperti waktu, biaya, tenaga, dan kemampuan dalam melakukan penelitian, maka peneliti membatasi penelitian ini pada pembelajaran matematika di kelas dengan pembelajaran kooperatif.

Dalam penelitian ini, masalah yang akan dikaji terbatas pada hal-hal yang dapat menunjukkan pengaruh dari pembelajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning terhadap motivasi siswa. Pengaruh yang dimaksud adalah pengaruh terhadap motivasi siswa yang akan diukur dari observasi saat pembelajaran berlangsung serta dengan cara mengukur hasil belajar siswa.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran Cooperative Learning pada siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan pada materi segiempat? 2. Bagaimana motivasi siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan pada

materi segiempat menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning?

3. Bagaimana hasil belajar siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan pada materi segiempat menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning?


(28)

4. Bagaimana korelasi antara motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan pada materi segiempat menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk :

1. Ingin mengetahui pelaksanaan model pembelajaran Cooperative Learning di kalangan siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan pada materi segiempat.

2. Mengetahui motivasi siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan pada materi segiempat menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning.

3. Mengetahui hasil belajar siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan pada materi segiempat menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning.

4. Mengetahui korelasi antara motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan pada materi segiempat menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning.

F. Batasan Istilah

Batasan istilah dari rumusan masalah di atas didefinisikan sebagai berikut:


(29)

Pengaruh merupakan dampak yang muncul akibat adanya perlakuan tertentu pada suatu objek. Dalam penelitian ini pengaruh yang dimaksud adalah dampak pada siswa yang dapat diamati setelah dilakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning pada pembelajaran matematika.

2. Pembelajaran

Menurut Agus (2009), pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari.

3. Cooperative Learning

Cooperative Learning atau Pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang memuat lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok (Roger dan David Johnson dalam Anita Lie).

4. Motivasi Belajar

Menurut Nana Syaodih (2009:61), motivasi merupakan kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai suatu tujuan.

Dalam hal ini motivasi belajar merupakan suatu kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar.


(30)

G. Manfaat Hasil Penelitian

Dengan diketahui adanya pengaruh model pembelajaran Cooperative Learning terhadap motivasi siswa pada materi segiempat, maka diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak sekolah, siswa, peneliti lain, maupun pihak-pihak yang terkait.

1. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengalaman dan menjadi acuan dalam merancang pembelajaran dengan model pembelajaran lain yang lebih efektif.

2. Bagi pihak sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang bagaimana pengaruh model pembelajaran Cooperative Learning terhadap motivasi siswa pada materi segiempat di sekolah sehingga dapat dijadikan sebagai evaluasi dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Bagi Fakultas

Melalui hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai khasanah ilmu pengetahuan.


(31)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Menurut Winkel (2009), belajar merupakan suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.

Apa yang terjadi dalam diri seorang yang sedang belajar tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan, hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Maka, berdasarkan perilaku yang disaksikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang telah belajar.

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan (Muhibbin, 2008). Ini berarti berhasil atau gagalnya


(32)

pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Caplin (1971 dalam Muhibbin) membatasi pengertian belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Sedangkan, rumusan keduanya belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus.

Wittig (1981 dalam Muhibbin) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.

Reber (1989 dalam Muhibbin) membatasi belajar dalam dua macam definisi. Yang pertama, belajar adalan proses memperoleh pengetahuan. Sedangkan yang kedua, belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.

Biggs (1991 dalam Muhibbin) mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu rumusan kuantitatif; rumusan institusional; dan rumusan kualitatif.

a. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa.


(33)

b. Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui dalam hubungannya dengan proses mengajar. Ukurannya adalah, semakin baik mutu mengajar yang dilakukan guru maka akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai.

c. Sedangkan pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

Jadi, menurut pandangan-pandangan di atas, belajar merupakan proses berinteraksi antara seseorang dengan lingkungannya yang relatif menetap dan terjadi dalam keseluruhan tingkah laku sebagai hasil pengalaman.

2. Pengertian Pembelajaran

Dalam KBBI, pengertian pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

Pengertian pembelajaran menurut Muhamad Surya (2004), ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu


(34)

perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Beberapa prinsip yang menjadi landasan pengertian tersebut adalah:

a. Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku. Artinya, ciri utama proses pembelajaran itu ialah adanya perubahan perilaku dalam diri individu. Tetapi tidak semua perubahan perilaku sebagai perubahan pembelajaran. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:

1) Perubahan yang disadari, artinya individu yang melakukan proses pembelajaran memenyadari bahwa pengetahuannya telah bertambah, ketrampilannya telah bertambah, ia lebih yakin terhadap dirinya, dan sebagainya.

2) Perubahan yang bersikap kontinu (berkesinambungan), artinya suatu perubahan yang telah terjadi, menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang lain. Misalnya seorang anak yang telah belajar membaca, ia akan berubah perilakunya dari tidak dapat membaca menjadi dapat membaca. Kecakapannya dalam membaca menyebabkan ia dapat membaca lebih baik lagi dan dapat belajar yang lain.

3) Perubahan yang bersifat fungsional, artinya perubahan yang telah diperoleh sebagai hasil pembelajaran memberikan manfaat bagi individu yang bersangkutan.


(35)

4) Perubahan yang bersifat positif, artinya terjadi adanya pertambahan perubahan dalam diri individu. Perubahan yang diperoleh senantiasa bertambah sehingga berbeda dengan keadaan sebelumnya. Orang yang telah belajar akan merasakan ada sesuatu yang lebih banyak, sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang lebih luas dalam dirinya. Misalnya ilmunya menjadi lebih banyak, prestasinya meningkat, kecakapannya lebih baik, dan sebagainya.

5) Perubahan yang bersifat aktif, artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi melalui aktivitas individu. Perubahan yang terjadi karena kematangan, bukan hasil pembelajaran karena terjadi dengan sendirinya dengan tahapan-tahapan perkembangannya. Dalam kematangan, perubahan itu akan terjadi dengan sendirinya meskipun tidak ada usaha pembelajaran.

6) Perubahan yang bersifat permanen (menetap), artinya perubahan yang terjadi sebagai hasil pembelajaran akan berada secara kekal dalam diri individu, setidak-tidaknya untuk masa tertentu. Ini berarti bahwa perubahan yang bersifat sementara seperti sakit, keluar air mata karena menangis, bersin, dan sebagainya bukan perubahan sebagai hasil pembelajran.

7) Perubahan yang bertujuan dan terarah, artinya perubahan itu terjadi karena adanya tujuan yang ingin dicapai. Dalam proses pembelajaran, semua aktivitas terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu.


(36)

b. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran meliputi semua aspek perilaku yaitu aspek perilaku kognitif, konatif, dan afektif atau motorik.

c. Pembelajaran merupakan suatu proses, artinya pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan. Di dalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah. Jadi, pembelajaran bukan sebagai suatu benda atau keadaan yang statis, melainkan merupakan suatu rangkaian aktivitas-aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan. Pembelajaran tidak dapat dilepaskan dengan interaksi individu dengan lingkungannya. Dengan demikian, suatu pembelajaran yang efektif adalah apabila pelajar-pelajar melakukan perilaku secara aktif.

d. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sesuatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan, dan adanya tujuan yang akan dicapai.

Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu. Hal ini berarti bahwa selama individu berada dalam proses pembelajaran hendaknya tercipta suatu kehidupan yang menyenangkan sehingga memberikan pengalaman yang berarti.


(37)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses berkesinambungan yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru.

B. Model Pembelajaran Cooperative Learning

1. Pengertian Pembelajaran Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil serta kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2010).

Model pembelajaran cooperative learning didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran ini tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Model ini biasa disebut juga sebagai model pembelajaran gotong royong. Ada unsur-unsur dasar dalam pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif (Anita Lie, 2010).

Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah


(38)

pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka (Rusman, 2010).

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas (Panitz dalam Agus, 2009).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Rusman, 2010).

Ada tiga bentuk keterampilan kooperatif menurut Lundgren (1994 dalam Rusman, 2010), yaitu:

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal

Meliputi: (a) menggunakan kesempatan; (b) menghargai kontribusi; (c) mengambil giliran dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e) berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g) mengundang orang


(39)

lain untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (i) menghormati individu.

b. Keterampilan kooperatif tingkat rendah

Meliputi: (a) menunjukkan penghargaan dan simpati; (b) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima; (c) mendengarkan dengan aktif; (d) bertanya; (e) membuat ringkasan; (f) menafsirkan; (g) mengatur dan mengorganisir; (h) menerima tanggung jawab; dan (i) mengurangi ketegangan.

c. Keterampilan kooperatif tingkat tinggi

Meliputi: (a) mengelaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c) menanyakan kebenaran; (d) menetapkan tujuan; dan (e) mengurangi ketegangan.

Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pembelajaran ini biasa disebut juga sebagai pembelajaran gotong royong. Dalam model pembelajaran kooperatif ini guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri.


(40)

2. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

Ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan model pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif menurut Rusman (2010) adalah:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.

d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok daripada individu.

Menurut Shaw (dalam Agus, 2009), satu ciri yang dipunyai oleh semua kelompok yaitu anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.

Kelompok bukanlah semata-mata sekumpulan orang. Kumpulan disebut kelompok apabila ada interaksi, mempunyai tujuan, dan berstrukur, groupness. Interaksi adalah saling mempengaruhi individu satu dengan individu yang lain. Interaksi dapat berlangsung secara fisik, non-verbal, emosional, dan sebagainya. Tujuan dalam kelompok dapat bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Tujuan intrinsik adalah tujuan yang didasarkan pada alasan bahwa dalam kelompok perasaan menjadi senang. Tujuan ekstrinsik adalah tujuan yang didasarkan pada alasan bahwa


(41)

untuk mencapai sesuatu tidak dapat dicapai secara sendiri, melainkan harus dikerjakan secara bersama-sama.

3. Unsur-unsur dalam Pembelajaran Cooperative Learning

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Rusman (2010) adalah sebagai berikut:

a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.

b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

d. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab bersama

e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semuan anggota kelompok.

f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

g. Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie), mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu:


(42)

a. Saling Ketergantungan Positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif (Roger dan David Johnson dalam Agus, 2009) adalah:

1) Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama untuk dapat mencapai tujuan.

2) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

3) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya, mereka belum dapat menyelesaikan tugas, sebelum mereka menyatukan perolehan tugas mereka menjadi satu.

4) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas ataupun peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi, dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.


(43)

b. Tanggung Jawab Perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur saling ketergantungan positif. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Pengajar yang efektif dalam pembelajaran cooperative learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

c. Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan sinergi yang menguntungkan bagi para anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota.

Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. Sinergi tidak bisa didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk


(44)

saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.

d. Komunikasi antar Anggota

Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara berkomunikasi karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka seperti bagaimana cara menyanggah pendapat orang lain agar tidak menyinggung perasaan orang tersebut.

Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan mental emosional para siswa.

e. Evaluasi Proses Kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah


(45)

beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.

4. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning

Menurut Anita Lie (2010), Untuk memenuhi kelima unsur dalam dalam pembelajaran cooperative learning tersebut di atas dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok. Para pembelajar harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya. Pengelolaan kelas ini bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model cooperative learning, yakni pengelompokan, semangat gotong royong, dan penataan ruang kelas. a. Pengelompokan

Menurut Scott Gordon (dalam Anita Lie, 2010), pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan yang sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Namun, pengelompokan dengan orang lain yang sepadan dan serupa ini bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompok untuk memperluas wawasan dan memperkaya diri karena dalam kelompok homogeny (setara) tidak terdapat banyak perbedaan yang bisa mengasah proses berpikir, bernegosiasi, berargumentasi, dan berkembang.

Pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran cooperative


(46)

learning. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosio-ekonomi, etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran cooperative learning biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.

b. Semangat Gotong royong

Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran cooperative learning, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat gotong royong.

c. Penataan Ruang Kelas

Ruang kelas perlu ditata sedemikian rupa sehingga menunjang pembelajaran cooperative learning. Penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah:

1) Ukuran ruang kelas, 2) Jumlah siswa,

3) Tingkat kedewasaan siswa,

4) Toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain,

5) Pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran cooperative learning, dan


(47)

6) Pengalaman siswa dalam melaksanakan metode pembelajaran cooperative learning.

5. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Rusman (2010), terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran yang menggunakan kooperatif, yaitu:

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru Tahap 1

Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2

Menyajikan Informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan Siswa ke dalam Kelompok-kelompok Belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.

Tahap 4

Membimbing Kelompok Belajar dan Bekerja

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Tahap 6

Memberikan Penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.


(48)

6. Model Evaluasi Cooperative Learning

Menurut Anita Lie (2010), dalam penilaian, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok. Siswa bekerja sama dengan metode cooperative learning. Mereka saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes. Kemudian, masing-masing mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima nilai pribadi. Nilai kelompok bisa dibentuk dengan beberapa cara. Pertama, nilai kelompok bisa diambil dari nilai terendah yang didapat oleh siswa dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok juga bisa diambil dari rata-rata nilai semua anggota kelompok. Kelebihan kedua cara tersebut adalah semangat gotong royong yang ditanamkan. Dengan cara ini, kelompok bisa berusaha lebih keras untuk membantu semua anggota dalam mempersiapkan diri untuk tes. Namun, kekurangannnya adalah perasaan negatif dan tidak adil. Siswa yang mampu akan merasa dirugikan oleh nilai rekannya yang rendah, sedangkan siswa yang lemah mungkin bisa merasa bersalah karena sumbangan nilainya paling rendah.

C. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Menurut KBBI, motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Dapat juga diartikan sebagai usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak


(49)

melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.

Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku (Uno, 2007). Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan pada dirinya. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat diartikan sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat. Motivasi dapat juga diartikan sebagai proses untuk mencoba mempengaruhi orang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkan, sesuai dengan tujuan tertentu yang ditetapkan lebih dahulu.

Motivasi digunakan untuk menggambarkan suatu dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu yang khusus atau umum. Motivasi dapat diterapkan pada tingkah laku dalam berbagai situasi (Sri Esti, 1989).

Berdasarkan beberapa pengertian motivasi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan pada dirinya.


(50)

2. Teori Motivasi

John Keller, 1987, mendeskripsikan minat dan motivasi siswa melalui 4 kompenen utama, sesuai dengan nama model yang disuguhkan, yaitu ARCS: Attention (perhatian), Relevance (relevansi), Confidence

(percaya diri), dan Satisfaction (kepuasan)

(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0606614_chapter3.pdf, diakses tanggal 11 Mei 2012).

a. Perhatian (Attention)

Keller menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran.

b. Relevansi (Relevance)

Berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang. Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas.


(51)

c. Percaya diri (Confidence)

Berhubungan dengan sikap percaya, yakni akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil.

d. Kepuasan (Satisfaction)

Menurut Keller, berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggan intrinsik dimana individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai, atau mendapatkan sesuatu. Kebanggan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik. Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun non verbal dari orang lain atau lingkungan.

Menurut Maslow (Rusman, 2007), menyatakan bahwa kebutuhan manusia secara hierarkis semuanya laten dalam diri manusia. Kebutuhan tersebut mancakup kebutuhan fisiologis (sandang pangan), kebutuhan rasa aman (bebas bahaya), kebutuhan kasih sayang, kebutuhan dihargai dan dihormati, dan kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri, penghargaan dan penghormatan, rasa memiliki, dan rasa cinta atau sayang, perasaan aman, dan tentram merupakan kebutuhan fisiologis mendasar.

Teori ini dikenal sebagai teori kebutuhan (needs) yang digambarkan secara hierarkis sebagai berikut:


(52)

Gambar 2.1: Hierarki Kebutuhan Maslow

a. Kebutuhan Fisiologis

Pada dasarnya, manusia harus memenuhi kebutuhan fisiologisnya untuk dapat bertahan hidup. Pada hirarki yang paling bawah ini, manusia harus memenuhi kebutuhan makanan, tidur, minum, seks, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan fisik badan. Bila kebutuhan dasar ini belum terpenuhi, maka manusia akan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara normal. Misalnya, seseorang mengalami kesulitan untuk mendapatkan makanan, sehingga ia menderita kelaparan, maka ia tidak akan mungkin mampu untuk memikirkan kebutuhan akan keamanannya ataupun kebutuhan aktualisasi diri.

b. Kebutuhan Rasa Aman

Pada hirarki tingkat kedua, manusia membutuhkan rasa keamanan dalam dirinya. Baik keamanan secara harfiah (keamanan dari perampok, orang jahat, dan lain-lain), maupun keamanan secara finansial ataupun hal lainnya. Dengan memenuhi kebutuhan keamanan tersebut, dapat dipastikan bahwa kebutuhan manusia dapat berlanjut ke tahap berikutnya, yaitu kebutuhan kasih sayang dan sosial.

Aktualisasi Diri Penghargaan/Penghormatan Rasa Memiliki dan Rasa Cinta/Sayang

Perasaan Aman dan Tentram Kebutuhan Fisiologis


(53)

c. Kebutuhan Kasih Sayang/sosial

Setelah memenuhi dua kebutuhan yang bersifat individu, kini manusia menapaki kebutuhan untuk diterima secara sosial. Emosi sangat berperan dalam hirarki ketiga ini. Perasaan menyenangkan yang dimiliki pada saat kita memiliki sahabat, seseorang untuk berbagi cerita, hubungan dekat dengan keluarga adalah tujuan utama dari memenuhi kebutuhan sosial ini.

d. Kebutuhan Dihargai dan Dihormati

Semua orang pasti ingin dihormati dan ingin merasa berguna bagi orang lain. Kebutuhan semacam ini tertuang pada hierarki pada tahap keempat dalam piramid Maslow. Kebutuhan untuk percaya diri atau dihargai dan dihormati ini biasanya muncul setelah ketiga kebutuhan yang lebih mendasar sudah terpenuhi, meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa kebutuhan semacam ini dapat muncul tanpa harus memenuhi ketiga kebutuhan yang lebih mendasar.

e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization)

Pada umumnya kebutuhan ini akan muncul bila seseorang merasa seluruh kebutuhan mendasarnya sudah terpenuhi. Pada hierarki ini biasanya seseorang akan berhadapan dengan ambisi untuk menjadi seseorang memiliki kemampuan lebih. Seperti mengaktualisasikan diri untuk menjadi seorang ahli dalam bidang ilmu tertentu atau hasrat untuk mengetahui serta memenuhi ketertarikannya akan suatu hal.


(54)

Kebutuhan menciptakan keinginan, dan keinginan mendasari motivasi seseorang untuk mencapai sesuatu. Bukan rahasia bila motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu muncul dari kebutuhannya yang tidak dapat dicapainya (http://ruangpsikologi.com/hirarki-kebutuhan-manusia-dari-maslow, diakses tanggal 2 November 2011).

Teori Maslow ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam dunia pendidikan, teori ini dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan peserta didik agar dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan sebaik mungkin.

3. Prinsip-prinsip Motivasi

Beberapa prinsip motivasi menurut Mohamad Surya (2004) adalah: a. Prinsip Kompetisi

Yang dimaksud dengan prinsip kompetisi adalah persaingan secara sehat, baik inter maupun antar pribadi. Kompetisi inter pribadi (self competition) adalah kompetisi dalam diri pribadi masing-masing dari tindakan atau unjuk kerja dalam dimensi tempat dan waktu. Kompetensi antar pribadi adalah persaingan antara individu yang satu dengan yang lain. Dengan persaingan yang sehat, dapat ditimbulkan motivasi yang bertindak secara lebih baik.

b. Prinsip Pemacu

Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada pemacu tertentu. Pemacu ini dapat berupa informasi, nasehat, amanat, peringatan, percontohan, dan sebagainya. Dalam hal


(55)

ini motif teratur untuk mendorong selalu melakukan berbagai tindakan dan untuk kerja yang sebaik mungkin.

c. Prinsip Ganjaran dan Hukuman

Ganjaran yang diterima oleh seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan tindakan yang menimbulkan ganjaran itu. Untuk setiap kerja yang baik apabila diberi ganjaran yang memadai, cendrung akan meningkatkan motivasi. Misalnya pemberian hadiah pada siswa yang berprestai. Demikian pula hukuman yang diberikan dapat menimbulkan motivasi untuk tidak lagi melakukan tindakan yang menyebabkan hukuman itu.

d. Kejelasan dan Kedekatan tujuan

Makin jelas dan makin dekat suatu tujuan, maka akan makin mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Sehubungan dengan prinsip tersebut, maka akan lebih baik apabila setiap siswa memahami tujuan belajarnya secara jelas. Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan suatu tujuan dari tindakan yang diharapkan. Cara lain adalah dengan membuat tujuan-tujuan yang masih umum dan menjadi tujuan yang khusus dan lebih dekat.

e. Pemahaman Hasil

Hasil yang dicapai seseorang merupakan balikan dari upaya yang telah dilakukannya dan itu semua dapat memberikan motivasi untuk melakukan tindakan selanjutnya.


(56)

f. Pengembangan Minat

Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam menghadapi suatu obyek. Prinsip dasarnya ialah bahwa motivasi seseorang cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam melakukan tindakannya. Motivasi dapat dilakukan dengan jalan menimbulkan atau mengembangkan minat siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya.

g. Lingkungan yang Kondusif

Lingkungan kerja yang kondusif, baik lingkungan fisik, sosial, maupun psikologis, dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif.

h. Keteladanan

Perilaku pengajar (guru) secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perilaku siswa yang baik, yang sifatnya positif maupun negatif. Perilaku guru dapat menimbulkan motivasi belajar para siswa, dan sebaliknya dapat menurunkan motivasi belajar.

4. Motivasi Belajar

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberikan semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi


(57)

adalah perilaku yang penuh energy, terarah, dan bertahan lama (Agus,2009).

Menurut Uno (2007), motivasi belajar dapat timbul karena faktor instrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar serta harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

5. Peranan Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran

Menurut Uno (2007), motivasi pada dasarnya dapat membantu memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar.

a. Peran Motivasi dalam Menentukan Penguatan Belajar

Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang belajar dihadapkan pada suatu permasalahan yang memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya.

b. Peran Motivasi dalam Memperjelas Tujuan Belajar

Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi anak.


(58)

c. Motivasi Menentukan Ketekunan Belajar

Seorang anak yang sudah termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Dalam hal ini tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar. Sebaliknya, apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka ia tidak tahan lama belajar. Ia mudah untuk mengerjakan hal yang lain dan bukan belajar.

6. Fungsi Motivasi Belajar

Menurut Agus (2009), motivasi belajar bertalian erat dengan tujuan belajar. Terkait dengan hal tersebut, motivasi mempunyai fungsi:

a. Mendorong peserta didik untuk berbuat. Motivasi sebagai pendorong atau motor dari setiap kegiatan belajar.

b. Menentukan arah kegiatan pembelajaran yakni ke arah tujuan belajar yang hendak dicapai. Motivasi belajar memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran. c. Menyeleksi kegiatan pembelajaran, yakni menentukan

kegiatan-kegiatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai, guna mencapai tujuan pembelajaran dengan menyeleksi kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang bagi pencapaian tujuan tersebut.


(59)

D. Segi Empat

1. Persegi

Persegi adalah bangun datar segi empat yang mempunyai empat sisi sama panjang dan masing-masing sudutnya sama besar yaitu 90°.

Sifat-sifat Persegi:

a. Keempat sisinya sama panjang, yaitu: AB = BC = CD = AD

b. Keempat sudutnya masing-masing sebesar 90°

.        

A B C D 90

c. Setiap sudut dibagi dua sama besar oleh diagonalnya, sehingga diagonalnya merupakan sumbu simetri.

CBD ABD CAB DAC      

d. Kedua diagonalnya sama panjang AC = BD

A B

C D

A B

C D

A B

C D

A B

C D


(60)

e. Kedua diagonal saling berpotongan tegak lurus membagi dua sama panjang

AC  BD AO = OC BO = OD

f. Memiliki empat sumbu simetri

g. Memiliki simetri putar tingkat empat

A B

C D

O

A B

C D

A B

C D

A B

C D

A B

C D

A B

C D

C D

A B

B C

D A

D A

B C


(61)

h. Dapat menempati bingkainya dengan delapan cara

Keliling persegi:

Keliling persegi ABCD = AB + BC + CD + DA Karena AB = BC = CD = DA, maka Keliling = 4 x AB Jika Keliling = K dan AB = sisi = s, maka

K = 4 x s

A B

C D BENTUK AWAL D A B C 90° Diputar

B C

D A

C D

A B Diputar  180 Diputar  270

C B

A D

Dibalik menurut BD

A D

C B

Dibalik menurut AC

D C

B A

Dibalik menurut

garis g g

B A

D C h Dibalik Menurut Garis h


(62)

Luas Persegi:

Karena persegi memiliki ukuran panjang dan lebar yang sama, yang selanjutnya disebut sisi, maka:

Rumus Luas Persegi = sisi x sisi

Jika panjang sisi persegi = s dan Luasnya = L, maka: L = s x s atau

L = s2

2. Persegi panjang

Persegi panjang adalah segi empat yang mempunyai dua pasang sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar serta keempat sudutnya masing-masing 90°.

Sifat- sifat Persegi Panjang:

a. Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang AB = CD

AD = BC

b. Tiap-tiap sudutnya sama besar, yaitu90°.

       

A B C D 90 .

A B

C D

A B

C D

90

 90

 90

 90


(63)

c. Kedua diagonalnya sama panjang. AC = BD

d. Kedua diagonal saling berpotongan membagi dua sama panjang. AO = OC

BO = OD

e. Memiliki dua sumbu simetri.

f. Memiliki simetri putar tingkat dua.

g. Dapat menempati bingkainya dengan empat cara.

A B

C D

O

A B

C D

A B

C D

A B

C D

C D

A B

A B

C D

Bentuk awal

C D

A B

Diputar 180

D C

B A

Dibalik menurut garis g g

B A

D C

Dibalik menurut garis h


(64)

Keliling Persegi Panjang

Keliling persegi panjang ABCD di atas = AB + BC + CD + DA Karena AB = CD dan BC = AD, maka:

Keliling persegi panjang ABCD = (2 x AB) + (2 x BC).

AB disebut panjang dan BC disebut lebar. Jadi, keliling persegi panjang ABCD

= (2 x panjang) + (2 x lebar)

jika panjang = p, lebar = l, dan keliling = K, maka: Rumus Keliling Persegi Panjang adalah:

K = 2p + 2l atau K = 2 ( P + l )

Luas Persegi Panjang:

Rumus Luas persegi panjang dengan panjang (p) dan lebar (l) adalah: L = p x l atau L = pl

3. Jajargenjang

Jajargenjang adalah bangun datar segi empat, sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang. Jajargenjang dapat dibentuk dari gabungan sebuah segitiga dan bayangannya setelah segitiga tersebut diputar setengah putaran dengan pusat pada salah satu titik tengahnya.


(65)

Sifat-sifat jajargenjang:

a. Sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang. AB // CD

AD // BC AB = CD AD = BC

b. Sudut-sudut yang berhadapan sama besar.

D B C A      

c. Jumlah besar sudut yang berdekatan adalah 180 .                    180 180 D A C B D C B A

d. Kedua diagonal saling berpotongan membagi dua sama panjang. AO = OC

BO = OD

e. Memiliki simetri putar tingkat dua.

f. Dapat menempati bingkainya dengan dua cara.

D C

B A

D C

B A

o

o x

x

D C

B A

O

D C

B A

Bentuk awal

B A

D C

Diputar 180 

D C

B A

Bentuk awal

B A

D C


(66)

Keliling Jajargenjang:

AB = CD dan AD = BC

Keliling = AB + BC + CD + AD = AB + BC + AB + BC = 2AB + 2BC

K = 2 (AB + BC)

Luas Jajargenjang:

Jajargenjang terbentuk dari dua segitiga, maka luas jajargenjang sama dengan dua kali luas segitiga pembentuknya.

AB adalah alas (a) dan DE adalah tinggi (t),

L ABCD = L ABD + L BCD (Luas ABD = Luas BCD) = 2 L ABD

= 2

��� � ����� 2

L = alas x tinggi

Berdasarkan gambar di atas, maka luasnya adalah L = AB x DE

Jadi, untuk setiap jajargenjang dengan alas (a), tinggi (t), dan luas (L), maka berlaku:

L = a x t atau L = at

D C

B


(67)

4. Belah Ketupat

Belah ketupat adalah bangun datar segi empat dengan keempat sisinya sama panjang. Sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sudut yang berhadapan sama besar.

Sifat-sifat Belah Ketupat:

a. Semua sisinya sama panjang. AB = BC = CD = AD

b. Sudut-sudut yang berhadapan sama besar

BCD DAB CDA ABC      

c. Kedua diagonalnya saling berpotongan tegak lurus dan membagi dua sama panjang.

AO = OC BO = OD

d. Kedua diagonalnya merupakan sumbu simetri. Diagonal AC dan BD

D A B C D A B C D A B C D A B C O D A B C


(68)

Keliling Belah Ketupat:

AB = BC = CD = AD = s

Keliling = AB + BC + CD + AD = AB + AB + AB + AB = 4AB

K = 4s

Luas Belah Ketupat:

Luas belah ketupat dapat dimengerti dengan cara membelah belah ketupat berdasarkan diagonalnya sehingga terbentuk dua segitiga kongruen.

Luas ABCD = Luas ABD + Luas BCD

2 1. 2 1 . 2 1 2 1 . 2 1 . 2 1 d d AC BD OC AO BD OC BD AO BD       5. Trapesium D O B A D O B C D A B C D B A C


(69)

Trapesium adalah bangun datar segi empat yang mempunyai tepat dua sisi sejajar.

Sifat-sifat Trapesium:

a. Memiliki dua sisi sejajar. AB // CD

b. Jumlah sudut yang berdekatan di antara dua garis sejajar adalah 180 .

   

ABC BCD 180

BADADC180

Keliling Trapesium:

Secara umum, keempat sisi pada trapesium tidak sama panjang. Maka keliling trapesium adalah jumlah panjang dari keempat sisi trapesium. Keliling trapesium:

K= AB + BC + CD + AD

Luas Trapesium:

Luas trapesium mudah dimengerti dengan membagi trapesium menjadi tiga bagian sebagai berikut:

D B A C D B A C D B A C F E C D

A E

D B C F C B D

E F


(70)

Luas trapesium ABCD

= Luas AED + Luas persegi EFCD + Luas FBC

) ( 2 1 ) ( 2 1 ) , ( . . . 2 . 2 1 . 2 1 . 2 1 . . 2 1 DC AB ED DC FB EF AE ED maka DC EF dan FC ED karena FC FB EF ED AE ED FC FB EF ED AE ED              

Jika ED = tinggi, AB = bawah, dan DC = atas, maka: L =

2 1

x tinggi (bawah + atas) atau

L = 2 1

(bawah + atas) x tinggi atau

L = 2 1

x jumlah sisi sejajar x tinggi

6. Layang-layang

ABD

 dan BCD sama kaki

Layang-layang adalah segi empat yang memiliki dua pasang sisi berdekatan sama panjang dan sepasang sudut yang berhadapan sama besar. Layang-layang bisa dibentuk dari dua segitiga sama kaki yang alasnya sama panjang dan berimpit.

Sifat-sifat Layang-layang:

a. Masing-masing sepasang sisinya sama panjang. D

C B


(71)

AB = AD dan BC = CD

b. Terdapat sepasang sudut sama besar. ADC

ABC  

c. Salah satu diagonalnya merupakan sumbu simetri, yaitu diagonal AC.

d. Salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal lain dan tegak lurus dengan diagonal itu.

Berdasarkan sumbu simetri AC, OB = OD

     

 180 90

2 1 x AOD AOB

Karena OB = OD dan AOB90, maka dapat disimpulkan bahwa: D C B A D C B A D C B A D C B


(72)

Pada setiap layang-layang salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal lain dan tegak lurus dengan diagonal itu.

Keliling Layang-layang:

Keliling layang-layang merupakan jumlah panjang semua sisi pada layang-layang tersebut.

Karena AB = AD dan BC = CD, maka K = AB + BC + CD + AD

= AB + BC + BC + AB = 2 AB + 2 BC

= 2 (AB + BC)

Luas Layang-layang

Luas layang mudah dimengerti dengan cara membelah layang-layang menjadi dua segitiga berdasarkan salah satu diagonalnya sebagai berikut:

Karena diagonal AC dan BD berpotongan tegak lurus, maka: Luas ABCD = Luas  ABD + Luas  BCD

D

C

B A

O

B O

D

C A

B O D


(73)

AC BD OC AO BD OC BD AO BD . 2 1 ) ( 2 1 . 2 1 . 2 1      Luas = 2 1

d1 .d2 (d = diagonal)

E. Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2010) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan/ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban/reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemauan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan reflek, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan/ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Menurut Agus (2009), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan ketrampilan. Merujuk pemikiran Gagne (dalam Agus, 2009), hasil belajar berupa:


(74)

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilain terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Jadi, pengertian hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku siswa yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.


(75)

F. Kerangka berfikir

Mata pelajaran matematika seringkali dianggap oleh siswa sebagai mata pelajaran yang cukup sulit untuk dipelajari. Anggapan tersebut erat kaitannya dengan penyajian materi dan proses belajar mengajar melalui model pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas.

Melalui model pembelajaran kooperatif ini diharapkan siswa mempunyai motivasi yang lebih baik dalam mempelajari matematika di sekolah. Motivasi inilah yang mampu mendorong siswa untuk semakin tertarik untuk mempelajari matematika sehingga siswa bisa memperoleh hasil belajar yang optimal.


(76)

53

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, kualitatif, dan kuantitatif karena data yang diperoleh berbentuk deskripsi, uraian, dan skor. Data yang berbentuk skor akan dianalisis secara kuantitif sedangkan data yang berbentuk uraian akan dianalisis secara kualitatif.

Dalam penelitian ini akan digali mengenai pengaruh pembelajaran menggunakan metode Cooperative Learning terhadap motivasi siswa pada materi segiempat.

Penelitian ini hanya belaku dimana peneliti melakukan penelitian sehingga hasil dari penelitian ini tidak dapat digunakan di sekolah lain.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitiannya adalah seluruh siswa kelas VIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan dan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2011/2012.

C.Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini berupa pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.


(77)

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2012 di SMP Pangudi Luhur Moyudan kelas VIIA yang beralamatkan di Mergan, Sumberagung, Moyudan, Sleman, Yogyakarta. Sekolah ini terletak di dusun Mergan yang jauh dari kebisingan sehingga sangat kondusif untuk kegiatan belajar mengajar. Terdapat enam kelas di sekolah tersebut dengan jumlah siswanya 35 - 40 siswa pada setiap kelasnya. Jenjang akreditasi SMP Pangudi Luhur Moyudan berstatus disamakan. Berbagai prestasi dibidang akademik maupun non akademik telah banyak diperoleh. Sekolah ini juga memiliki tingkat kelulusan yang baik pada setiap tahunnya.

E.Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel yang akan diteliti yaitu:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan metode Cooperative Learning pada materi segi empat.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi dan hasil belajar siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data


(1)

1. Siswa 5 2. Siswa 32 3. Siswa 2 4. Siswa 17


(2)

(3)

LAMPIRAN F:

1. Surat Ijin Melaksanakan Penelitian

2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian 3. Foto Kegiatan Penelitian


(4)

(5)

(6)

FOTO KEGIATAN PENELITIAN

Siswa berdiskusi dalam kelompok Siswa bertanya pada peneliti saat menemukan kesulitan dalam mengerjakan soal diskusi

Perwakilan siswa dalam kelompok mengerjakan hasil diskusi kelompok

Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok

Siswa mengerjakan soal THB Siswa mengisi angket motivasi belajar