32 Secara sederhana apabila diketahui ada PDRB
t
dan PDRB
t-1
, maka laju pertumbuhan ekonomi daerah PDRB riil adalah:
1 1
− −
−
t t
t
PDRB PDRB
PDRB x 100 persen
Perhitungan pendapatan daerah per kapita dapat diperoleh dengan cara membagi pendapatan daerah dengan jumlah penduduk daerah pada tahun yang sama.
2.3. Studi Pustaka Terdahulu
Dari hanya kegiatan kecil nonprofit pada periode tahun 1970-an dan 1980-an, keuangan mikro telah berkembang menjadi kekuatan global dengan
peningkatan kegiatan operasional di berbagai sektor keuangan. Lembaga keuangan mikro ini telah berusaha memberikan jasa keuangan kepada kelompok
masyarakat miskin dan usaha mikro dalam jumlah sangat besar, yang termasuk dalam pasar jasa keuangan kelompok terbawah dalam piramida masyarakat the
bottom of the pyramid Rhyne, 2009. Indonesia memiliki reputasi yang baik sebagai negara yang telah mengembangkan berbagai jasa keuangan mikro, dengan
berbagai bentuk kredit atau pinjaman. Selain itu juga dikenal sebagai laboratorium pasar keuangan mikro terbesar, yaitu tempat dimana berbgai
lembaga keuangan rakyat telah melalui uji coba, dengan menghasilkan pemahaman bahwa lembaga-lembaga tersebut tumbuh dan berkembang mengikuti
kebutuhan masyarakat setempat Chaves dan Gonzales-Vega, 1996. Beberapa penelitian yang membahas tentang kredit mikro dan kecil diantaranya adalah:
Penelitian tentang permintaaan kredit pada industri kecil oleh Rachmina 1994, menganalisis permintaan kredit dan mempelajari hubungan pemberian
kredit dengan pembentukan modal pada industri kecil di Jawa Barat dan Jawa
33 Timur, menunjukkan bahwa tingkat bunga kredit, omzet usaha, dan jenis bank
berpengaruh nyata terhadap permintaan kredit. Masing-masing dengan elastisitas tingkat bunga dan omset usaha terhadap permintaan kredit sebesar -2.2250 dan
0.4307, serta elastisitas variabel dummy jenis bank yang positif, dimana permintaan kredit pada industri kecil nasabah bank pemerintah lebih besar
dibandingkan industri kecil nasabah bank swasta. Kredit juga mampu mendorong pembentukan modal usaha modal sendiri, aset perusahaan, dan aset keluarga.
Sedangkan penelitian Kusnadi 1990, tentang penyediaan dan penggunaan kredit pada usahatani dampak “model farm” menunjukkan hasil
bahwa disamping digunakan untuk usahatani, kredit usahatani yang diperoleh juga digunakan untuk kegiatan usaha di luar usahatani dan keperluan konsumtif.
Sedangkan kredit yang disalurkan ke sektor non pertanian, penggunaannya relatif lebih mengenai sasaran yaitu untuk membiayai kegiatan usaha dagang. Dari sisi
besar pinjaman, ada indikasi bahwa rendahnya efektifitas penggunaan kredit oleh nasabah disebabkan jumlah kredit yang dipinjam belum disesuaikan dengan besar
modal kerja usahatani yang dibutuhkan, sebaliknya pemberian kredit yang terlalu kecil menjadi kurang menarik digunakan sebagai tambahan modal kerja sehingga
banyak penggunaan kredit untuk digunakan tujuan konsumtif. Penyediaan kredit juga mampu menambah pembentukan modal kerja usahatani.
Penelitian di wilayah Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah dan kabupaten Boalemo Gorontalo menunjukkan bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesisir melalui perbankan mikro akan lebih efektif bila implementasinya menerapkan efisiensi biaya, pelayanan nasabah, dan fokus pada target pasar
tertentu, sehingga pendapatan riil masyarakat pesisir dapat meningkat. Agar
34 pelaksanaan micro banking berjalan efektif, disarankan tingkat bunga untuk skim
kredit kelompok nelayan maksimum 15 persen per tahun, serta adanya dukungan iklim bisnis dari pemerintah yang mengedepankan komitmen dan keberpihakan
kepada kelompok nelayan tanpa mengesampingkan aspek prudential. Selain itu diperlukan pendekatan mitra bisnis dan program pendampingan kepada kelompok
nelayan agar pelaksanaan micro banking berjalan baik Edy, 2004. Penelitian
tentang marine banking atau sistem perbankan yang spesifik
bagi masyarakat nelayan di wilayah pesisir Ritonga, 2004, menunjukkan adanya manfaat bagi kesejahteraan nelayan. Hal ini dikarenakan: 1 akan merubah pola
hidup konsumtif menjadi pola hidup menabung, 2 meningkatkan kemampuan modal nelayan, dan 3 memperbesar peran Tempat Pelelangan Ikan TPI sebagai
pasar tempat menjual hasil tangkapan nelayan. Selain itu didapatkan kesimpulan bahwa bank sebagai lembaga keuangan formal belum berperan dalam menunjang
usaha nelayan, sementara lembaga keuangan informal seperti tengkulak dan rentenir sangat berperan dan populer bagi masyarakat nelayan dalam pembiayaan
usaha mereka. Operasionalisasi lembaga keuangan yang melayani kelompok nelayan sebaiknya menganut sistem unit banking.
Simanjuntak 1993, melakukan penelitian terhadap 173 BPR di wilayah Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendapatkan hasil bahwa Bank Perkreditan Rakyat
BPR di wilayah tersebut telah melakukan aktivitasnya sebagai lembaga intermediasi di bidang keuangan dan di dalam pasar keuangan perdesaan. Namun
demikian BPR ternyata masih beroperasi dalam skala usaha yang increasing returns to scale, ini menunjukkan bahwa BPR masih kurang responsif terhadap
bekerjanya mekanisme pasar lembaga keuangan di daerah perdesaan dan
35 pinggiran perkotaan. Salah satu penyebab kurang responsifnya BPR di dalam
merespon bekerjanya sistem pasar diperkirakan karena derajat monetisasi di perdesaan masih rendah.
Penelitian tentang kredit Karya Usaha Mandiri KUM yang merupakan replika Grameen Bank oleh Syukur 2002 di wilayah Bogor menunjukkan bahwa
peserta skim kredit yang semuanya wanita dari rumahtangga miskin memperoleh dampak positif terhadap ekonomi dan kualitas hidup rumahtangganya. Hal ini
karena penyaluran kredit KUM berdampak pada peningkatan pendapatan pendapatan, simpanan, modal, dan pengeluaran untuk pendidikan peserta skim
kredit. Skim KUM telah membuka akses kredit dan pelayanan tabungan bagi rumahtangga miskin, sehingga berpotensi untuk meningkatkan pendapatan dan
pemupukan modal. Akhirnya dapat mendorong pengembangan pembiayaan mikro yang berkelanjutan bagi rumahtangga miskin di perdesaan. Selain itu perlu
dukungan pemerintah dalam bentuk alokasi dana lumpsum transfer kepada skim kredit KUM dengan pengawasan, agar terbentuk lembaga intermediasi kredit yang
transparan, bertanggung jawab dan memiliki akuntabilitas yang tinggi. Penelitian
microfinance yang komprehensif dilakukan Robinson 2004 di Indonesia, mengamati evolusi kredit mikro di BRI-Unit periode tahun 1970–1996.
Ada dua tahap perkembangan kredit mikro, yaitu: 1. Periode tahun 1970–1984: merupakan periode kredit mikro bersubsidi untuk
tingkat suku bungan pinjaman yang dananya berasal dari bank sentral, yang dalam kegiatannya menggunakan pendekatan supply-leading terhadap kredit
perdesaan berskala besar dengan lebih 350 program kredit bersubsidi dari pemerintah untuk padi, tanaman pangan, ternak, ikan, unggas dan sejenisnya.