Transmisi Kebijakan Moneter ke Sektor Riil

75 penawaran kredit Warjiyo, 2004. Studi yang dilakukan Kusmiarso et al. 2002, menunjukkan bukti empiris mengenai bekerjanya transmisi saluran suku bunga pada periode sebelum dan sesudah krisis. Secara teoritis mekanisme transmisi saluran suku bunga dapat dilhat pada Gambar 5. Hal ini dilakukan dengan menganalisis bagaimana biaya modal cost of capital serta efek substitusi dan pendapatan substitution and income effect mentransmisikan perubahan suku bunga yang terjadi karena kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral, periode sebelum dan sesudah krisis: 1. Periode sebelum krisis: bukti empiris menunjukkan suku bunga riil untuk deposito dan kredit investasi dipengaruhi secara signifikan oleh perubahan suku bunga Pasar Uang Antar Bank PUAB. Namun demikian pertumbuhan Sumber: Warjiyo, 2004 Gambar 5. Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga ke Sektor Riil Kebijakan Moneter Bank Sentral Suku Bunga: SBI Pasar Uang Antar Bank Suku Bunga Deposito Transmisi di Sektor Keuangan Suku Bunga Kredit Konsumsi Investasi Peningkatan Aktivitas Produksi Pelaku Usaha Produk Domestik Regional Bruto PDRB Peningkatan Kegiatan Ekonomi Sektoral Transmisi di Sektor Riil 76 investasi tidak sensitif terhadap perkembangan suku bunga kredit terutama karena relatif mudahnya akses perbankan dan dunia usaha terhadap dana luar negeri pada waktu itu. Demikian pula pertumbuhan konsumsi juga tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga deposito, antara lain karena suku bunga yang relatif stabil dan rendah. 2. Periode sesudah krisis: menunjukkan bahwa respon suku bunga deposito dan kredit terhadap suku bunga di Pasar Uang Antar Bank PUAB relatif lebih lemah dibandingkan dengan periode sebelum krisis, antara lain karena kekhawatiran perbankan terhadap risiko kredit macet dan berbagai kondisi internal bank. Penentuan suku bunga kredit perbankan dipengaruhi oleh suku bunga deposito dan kondisi likuiditas bank. Kondisi likuiditas menjadi faktor yang lebih relevan pada bank swasta nasional dan bank pembangunan daerah, tetapi relatif tidak signifikan pada bank persero dan bank asing-campuran. Dari hasil studi Kusmiarso et al. 2002 ini terlihat bahwa saluran suku bunga bank lending channel semakin berperan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter, terutama pengaruhnya terhadap sektor riil melalui perkembangan konsumsi dan investasi, namun demikian transmisi suku bunga di sektor keuangan belum secepat yang diharapkan. Hal ini terutama disebabkan belum berfungsinya secara normal intermediasi perbankan, sehingga respons bank terhadap perubahan suku bunga bank sentral terjadi tenggat waktu time lag dan cenderung asimetris, khususnya menjadi relatif lebih cepat reaksinya ketika terjadi kenaikan suku bunga dari bank sentral. 77 Menurut Jhingan 2000, kebijakan moneter di negara-negara berkembang dapat berfungsi untuk: 1 mendapatkan dan mengambil manfaat dari struktur tingkat suku bunga yang paling sesuai, 2 meraih perimbangan yang tepat antara permintaan dan penawaran uang, 3 manajemen utang, 4 pendirian, pelaksanaan dan perluasan lembaga keuangan, dan 5 menyediakan fasilitas kredit yang tepat bagi perekonomian yang sedang berkembang dan menghentikan perkembangan yang tidak semestinya. Ciri-ciri kebijakan moneter di negara berkembang yang berkaitan dengan microcredit dari lembaga keuangan mikro, menurut Jhingan, 2000 adalah: 1. Pendirian dan perluasan lembaga keuangan: tujuannya adalah untuk memperbaiki sistem uang dan sistem perkreditan, serta untuk menyiapkan fasilitas kredit yang lebih besar dan untuk mengalihkan tabungan ke saluran yang produktif. Cabang dan unit perbankan harus diperluas sampai ke daerah perdesaan agar dapat menyediakan kredit kepada para petani dan pedagang kecil. Cengkeraman lintah darat di daerah perdesaan hanya dapat dilepaskan jika bank sentral membentuk lembaga perkreditan baru yang dapat menyediakan kredit jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang kepada petani dengan suku bunga yang lebih rendah. 2. Pengendalian kredit: tujuannya untuk mempengaruhi pola investasi dan produksi, serta mengendalikan tekanan inflasioner yang timbul di dalam proses pembangunan. Ada dua metode yang efektif untuk mengendalikan kredit, yaitu: a metode kuantitatif menggunakan rasio cadangan minimum reserve requirements, sehingga bank sentral dapat memantau perluasan kredit dengan cara menaikkan rasio cadangan minimum, dan b metode 78 kualitatif dengan pengendalian kredit secara selektif melalui: persyaratan pagu jaminan collateral, pengaturan kredit konsumsi, dan rasionalisasi kredit credit rationing.

3.3.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi wilayah daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Ada beberapa teori yang secara parsial yang dapat membantu memahami arti penting pembangunan ekonomi wilayah. Teori-teori ini membahas: 1 metoda dalam menganalisis perekonomian suatu daerah, dan 2 faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu Arsyad, 1999. Teori Pertumbuhan Neoklasik : Model yang dikenal sebagai model Solow-Swan ini menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, kemajuan teknologi, akumulasi kapital, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Model ini menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan terjadinya substitusi antara kapital K dan tenaga kerja L. Sumber pertumbuhan berasal dari: akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Teknologi terlihat dari peningkatan skill, dan dianggap fungsi dari waktu Tarigan, 2006. 79 Model ini melihat bahwa mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan sehingga campur tangan pemerintah cukup sebatas kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Karena itu fungsi produksinya adalah: Yi = f i K,L,t Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson merumuskan menjadi: Y i = a i k i + 1-a i n i + T dimana: Y i = besarnya output k i = tingkat pertumbuhan modal n i = tingkat pertumbuhan tenaga kerja T = kemajuan teknologi a = bagian yang dihasilkan dari faktor modal 1-a = bagian yang dihasilkan dari faktor di luar modal Agar faktor produksi selalu berada pada kapasitas penuh full employment perlu mekanisme yang menyamakan investasi I dengan tabungan S. Sehingga pertumbuhan mantap steady growth membutuhkan syarat: MPK i = ai Y i K i = p MPKi adalah marginal productivity of capital. Apabila p sudah tertentu, dan a tetap konstan, maka Y pertumbuhan pendapatan dan K pertumbuhan modal harus tumbuh dengan tingkat yang sama. Syarat keseimbangan seluruh sistem adalah: ∑ i=1 Ii = ∑ i=1 S i Suatu wilayah akan mengimpor modal jika tingkat pertumbuhan modalnya lebih kecil dari rasio tabungan domestik terhadap modal. Dalam pasar persaingan sempurna MPL marginal productivity of labor adalah merupakan fungsi 80 langsung tetapi memiliki hubungan terbalik dengan MPK marginal productivity of capital . Hal ini bisa dilihat dari rasio modal dan tenaga kerja KL. Teori Neoklasik selalu mengarahkan kepada pasar persaingan sempurna agar perekonomian bisa tumbuh optimal. Kebijakan yang ditempuh adalah meniadakan berbagai hambatan dalam perdagangan, perpindahan orang, barang dan modal. Sarana dan prasarana transportasi dibangun dengan baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban dam kestabilan politik Tarigan, 2006.

3.4. Lembaga Keuangan Mikro dan Peningkatan Pendapatan

Keuangan mikro telah sejak lama dikembangkan, sehingga hampir setiap negara memiliki sejarah lembaga keuangan mikro. Di Irlandia berdiri lembaga pemberi pinjaman dana Kreditkassen di sekitar tahun 1720-an, yang menekankan pada: pemantauan pinjaman yang ketat peer monitoring, cicilan mingguan weekly instalments, bebas bunga di awal cicilan, dan sumber dana dari donatur. Serta di Jerman pada sekitar tahun 1778 muncul sistem keuangan mikro, yang bersumber pada simpan pinjam berbasis masyarakat community-based, dan koperasi kredit dan simpanan savings and credit cooperatives. Lembaga keuangan mikro ini terus berkembang hingga sekarang ini. Perkembangan ini antara lain menunjukkan bahwa lembaga keuangan mikro yang digerakan oleh simpanan savings-driven dapat berkembang di perkotaan dan perdesaan, serta jika diawasi dan diatur sebagaimana mestinya properly regulated and supervised akan menjadi potensi yang besar bagi pembangunan dan pengurangan kemiskinan baik di perkotaan atau perdesaan Seibel, 2003. Keterkaitan antara kredit dari lembaga keuangan mikro dan peningkatan pendapatan rumah tangga merupakan salah satu karakteristik kegiatan produksi di 81 negara-negara berkembang. Keterkaitan ini menunjukkan peran kredit mikro dalam mengurangi kemiskinan terutama di wilayah perdesaan. Peranan lembaga keuangan mikro dalam membantu usaha mikro dan mengentaskan kemiskinan ditandai dengan berkembangnya skim kredit mikro yang dikembangkan oleh Grameen Bank tahun 1976 di Bangladesh. Sejak awal beroperasinya Grameen Bank tetap menjaga mandat untuk mengentaskan kemiskinan di perdesaan. Untuk itu bank tidak hanya mengutamakan kelompok peminjam perempuan, akan tetapi sejak tahun 1980-an bank lebih mengutamakan fokus pada kelompok perempuan. Hal ini karena asumsi bahwa perempuan mempunyai kontribusi besar terhadap kesejahteraan keluarga. Hipotesanya adalah perempuan selalu memprioritaskan investasi yang menguntungkan anak-anaknya, karenanya pinjaman kepada perempuan akan memberikan manfaat kualitatif terhadap keluarga yang lebih dibanding pinjaman kepada kaum laki-laki. Dalam masyarakat yang lebih besar ini merupakan bentuk pemberdayaan sosial-ekonomi Rahman, 1999. Grameen Bank dikenal sebagai sebuah bank bagi masyarakat miskin, yang dalam operasinalnya tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian prudential banking , dengan memahami kemampuan sumberdaya masyarakat miskin. Skim kredit bank ini dinilai berhasil membantu masyarakat miskin di wilayah perdesaan di Bangladesh. Grameen Bank tidak mengharuskan masyarakat miskin untuk menyediakan agunan collateral yang merupakan syarat utama dalam praktek perbankan konvensional, yang umumnya tidak berpihak pada masyarakat miskin. Ketidakperpihakan perbankan konvensional pada masyarakat miskin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya 1 keharusan adanya agunan collateral, sesuatu hal yang hampir pasti sulit dimiliki dan disediakan oleh masyarakat 82 miskin, 2 apabila tidak mungkin untuk menyediakan agunan, maka diperlukan orang pihak ketiga yang dapat menjadi penjamin. Pada kenyataannya kaum miskin sangat kecil peluangnya untuk mendapatkan orang yang bersedia menjadi penjamin kredit bagi orang miskin, dan 3 jarak lokasi lembaga bank komersial dengan wilayah perdesaan, sangat tidak memungkinkan kaum miskin untuk hadir ke kantor bank yang seringkali jarak cukup jauh sehingga memerlukan tambahan biaya yang memberatkan. Situasi ini yang antara lain mendorong Muhamad Yunus melakukan pilot proyek bank untuk kaum miskin. Dimulai tahun 1976 dengan pilot proyek selama hampir tujuh tahun, maka pada tahun 1983 berdirilah sebuah bank bagi kaum miskin di Bangladesh yang bernama Grameen Bank, yang artinya bank perdesaan Syukur, 2002. Sebagai sebuah bank yang melayani kaum miskin, Grameen Bank mengalami perkembangan yang sangat pesat di Bangladesh. Hal ini tidak terlepas oleh adanya beberapa elemen esensial Syukur, 2002, yaitu: 1 sasaran penerima pinjaman ditentukan secara jelas dengan kriteria tertentu exclusive targeting, misalnya: memiliki lahan kurang dari 0.5 acre atau memiliki kekayaan tidak lebih dari nilai sebidang lahan yang subur seluas 1.0 acre, 2 menekankan pada peminjam perempuan, yang umumnya lebih disiplin dan hanya menggunakan pinjaman untuk kegiatan produktif, 3 lembaga pelayanannya berada pada tingkat yang paling bawah grassroot level, dengan membentuk kelompok dengan anggota lima orang dan kemudian membentuk enam kelompok, 4 peminjam dikenakan bunga komersial dan pinjaman hanya boleh digunakan untuk kegiatan produktif income generating activities dan pengajuannya tanpa agunan, 5 aplikasi dan prosedur pinjaman yang sederhana, serta jumlah pinjaman yang 83 terkontrol manageable dan dibayar mingguan, 6 penyaluran pinjaman baru first loan terhadap anggota dalam satu kelompok tersebut dilakukan secara bergiliran dengan pola 2-2-1, 7 terdapat sistem insentif dan pinalti, serta akuntabilitas transaksi pada pertemuan mingguan, 8 mobilisasi tabungan yang juga bertujuan untuk mendidik disiplin anggota, 9 otonomi dalam kegiatan operasional dilapangan, dan 10 pelatihan staf secara praktis, disiplin dan teliti, serta kepemimpinan yang memiliki komitmen yang tinggi. Kredit mikro sebagai produk utama lembaga keuangan mikro diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan memperkuat kapasitas kelembagaan dari sistem keuangan tersebut dalam penyaluran pinjaman kepada rumahtangga miskin. Rumahtangga miskin ini mempunyai corak tersendiri yang berbeda dari yang dikehendaki oleh sistem perbankan komersial dalam hal agunan collateral, tetapi kredit mikro ini telah mampu menggali kelembagaan baru yang mampu menekan resiko dan biaya menjadi lebih kecil pada pinjaman tanpa agunan uncollateralized loans. Lembaga ini juga telah mampu melayani lebih banyak masyarakat miskin dibandingkan dengan yang dilayani oleh program-program bersubsidi Morduch, 2000. Selain itu menurut Schreiner, 2002 keuangan mikro juga akan memberikan manfaat sosial social benefits bagi peningkatan kesejahteraan, jika mampu memperbaiki aspek jangkauan outreach dengan bidang yang luas dan lebar wide breadth, jauh dan lama long length, serta cukup beragam ample. Menurut Yaron et al. 1996, untuk meningkatkan kinerja lembaga keuangan ini perlu memperkuat aspek jangkauan outreach dan keberlanjutan secra mandiri 84 self-sustainability, sehingga memberikan dampak pembangunan pada peningkatan pendapatan dan pengurangan kemiskinan. Morduch 2000 mengatakan tentang pentingnya menghindari kesalahan masa lalu dari program-program kredit bersubsidi, dimana lembaga keuangan tersebut pada akhirnya menghadapi masalah : 1 biaya transaksi yang tinggi ketika memberikan pinjaman pada usaha mikro dan kecil, 2 sulit sekali menentukan potensi resiko peminjam dan monitoring perkembangan klien kelompok masyarakat miskin dan bergerak di sektor informal, dan 3 rumahtangga berpendapatan rendah umumnya kekurangan aset untuk dijadikan agunan dalam memperoleh kredit.

3.5. Kerangka Pemikiran Operasional

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dibangun kerangka pemikiran yang meliputi dua aspek, yaitu: aspek usaha kecil, serta aspek ekonomi wilayah, seperti terlihat pada Gambar . 6 dan Gambar . 7. Adapun uraian dari kerangka pemikiran tersebut adalah sebagai berikut: Model Ekonomi Usaha Kecil Gambar.6, diawali dengan Pengambilan Kredit PKM yang dipengaruhi oleh Suku Bunga Kredit SBK, Pengeluaran Non Tenaga Kerja PNTK, Tabungan TABS, Pengalaman Usaha LTU, dan Dummy Sumber Kredit DSK. Pengambilan kredit oleh usaha kecil ini akan menjadi komponen utama Modal Usaha MOUS untuk mendorong peningkatan kegiatan usaha, yang dicerminkan dengan kenaikan pengeluaran untuk Penggunaan Bahan Baku PBM, Penggunaan Bahan Bakar PBB dan Penggunaan Tenaga Kerja PTK sehingga berpengaruh terhadap peningkatan Penerimaan Usaha PENU yang juga dipengaruhi oleh Harga Jual Produk PO 85 dan Dummy Pemasaran Produk DPP. Peningkatan penerimaan usaha ini akan meningkatkan Pendapatan Usaha PEND setelah dikurangi Total Biaya Produksi TBP, sehingga pada akhirnya akan mampu menaikkan Pengeluaran Pendidikan dan Sosial PPKS, Konsumsi PKON, serta Tabungan TABS. Data dari model ini adalah data primer yang diambil dari 90 contoh usaha kecil makanan olahan, sehingga merupakan data cross-section. Model Keterkaitan Kredit dan Ekonomi Wilayah Gambar . 7, diawali dengan jumlah kredit mikro dan kecil yang disalurkan melalui tiga lembaga keuangan mikro yaitu: BRI Unit dan bank umum, Bank Perkreditan Rakyat BPR, dan Koperasi Simpan Pinjam KSP. Kredit Kupedes BRI Unit KBRI ini dipengaruhi oleh Suku Bunga Kredit Konsumsi SBPK, Jumlah Unit Kantor BRI Unit JBRI, Jumlah Nasabah per Kantor BRI Unit RNU, dan Jumlah Pinjaman per Nasabah BRI Unit RPN. Kredit Kupedes BRI Unit KBRI akan mempengaruhi Kredit Modal Kerja KUK dan Kredit Konsumsi-Investasi KUK KIKK yang selanjutnya mempengaruhi Total Kredit KUK dari Bank Umum KUK. Selanjutnya Total Kredit KUK dari Bank Umum KUK bersama Total Kredit dari BPR KBPR dan Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam KKSP akan mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto PDRB untuk Sektor Pertanian PDRB1, Sektor Industri Pengolahan PDRB2, Sektor Perdagangan PDRB3, dan Sektor Jasa PDRB4. Selanjutnya secara simultan PDRB Sektoral ini juga akan mempengaruhi jumlah kredit mikro dan kecil yang disalurkan oleh lembaga keuangan mikro tersebut. Data pada model ini adalah data primer pada pengamatan di 29 Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah mulai tahun 2000 sampai dengan tahun 2005, data ini merupakan data pool.