Peranan kredit mikro dan kecil terhadap kinerja usaha kecil dan ekonomi wilayah di Provinsi Jawa Tengah
PERANAN KREDIT MIKRO DAN KECIL TERHADAP
KINERJA USAHA KECIL DAN EKONOMI WILAYAH
DI PROVINSI JAWA TENGAH
BAYU NUSWANTARA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
(3)
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:
PERANAN KREDIT MIKRO DAN KECIL TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DAN EKONOMI WILAYAH
DI PROVINSI JAWA TENGAH
Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2012
Bayu Nuswantara NRP. A546010081
(4)
(5)
ABSTRACT
BAYU NUSWANTARA. Role of Micro and Small Credits on the Performance of Small Enterprises and Regional Economy in Central Java Province. (Advisory Committee: KUNTJORO as Chairman, D.S. PRIYARSONO and ANNA FARIYANTI as Members)
Development of the Indonesian economy can not be separated from the role of micro and small enterprises. This strategic role can be seen from the number of enterprise units, providing employment opportunities, as well as the contribution of the Gross Regional Domestic Product (GRDP). Hence efforts to develop and strengthen the potential of small enterprises at the local level should be able to form strong and independent local economic entity by improving the role of micro and small credits.
The objectives of the research were, (1) to analyze the influence of micro and small credits on small enterprises performance, (2) to analyze the influence of micro and small credits from microfinance institutions on the regional economy, and (3) to formulate the policies for development of micro and small credits that can promote the performance of small enterprises. This research used an econometric analysis in the form of simultaneous equation towards two models, (1) the model of small enterprises economic consists of eight behavioral equations and three identity relationships, and (2) the model of credit and regional economy linkage consists of eleven behavioral equations and two identity relationships. Estimation for structural equation parameters used the method of Two Stage Least Squares (2SLS).
The research conclusions are as follows: (1) the micro and small credits have an influence on the enterprise revenue, which is the main performance indicator of small enterprises, (2) the micro and small credits taken by these small enterprises will increases with the reduced interest rates, which in turn will increase the enterprise capital, the use of raw materials, fuel and labor, and finally increase the enterprise revenue, (3) the micro and small credits from cooperatives and commercial banks as well as from rural banks have only a little influence each on the GRDP in the manufacturing and trade sector as well as the services sector as a proxy of regional economy. Nevertheless the micro and small credits from rural banks and cooperatives can not be showed significantly influence in GRDP of agriculture sector, and (4) the simultaneous combination of policies with an increased credits taken by small enterprises, increased selling price of product, and expansion of product marketing areas will bring about the greatest increase in a row on: enterprise capital, enterprise revenue, enterprise income, and the use of raw materials.
Key Words: micro and small credits, small enterprise, enterprise performance, gross regional domestic product, econometric model.
(6)
(7)
RINGKASAN
BAYU NUSWANTARA, Peranan Kredit Mikro dan Kecil terhadap Kinerja Usaha Kecil dan Ekonomi Wilayah di Provinsi Jawa Tengah. (Komisi Pembimbing: KUNTJORO sebagai Ketua, D.S. PRIYARSONO dan ANNA FARIYANTI, sebagai Anggota).
Perkembangan perekonomian Indonesia tidak terlepas dari adanya peran usaha mikro dan kecil. Peran strategis ini dapat dilihat dari jumlah unit usaha, penyediaan lapangan kerja, serta kontribusi dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Karena itu upaya pengembangan dan penguatan potensi usaha kecil di tingkat lokal harus mampu membentuk pelaku ekonomi lokal yang kuat dan mandiri. Salah satu kebijakan yang dapat dilakukan adalah memperkuat usaha kecil, melalui peningkatan peran kredit mikro dan kecil.
Usaha kecil di Indonesia seperti di negara sedang berkembang lainnya, memiliki ciri-ciri: (1) jumlah unit usaha mikro dan kecil sangat besar dan tersebar di seluruh pelosok perdesaan, (2) umumnya bersifat padat karya, sehingga berpotensi besar menumbuhkan kesempatan kerja, (3) menggunakan teknologi yang sesuai terhadap proporsi faktor produksi dan kondisi lokal setempat, yaitu sumberdaya alam dan tenaga kerja berpendidikan rendah, (4) mempunyai kegiatan produksi yang umumnya berbasis pertanian, dan (5) sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan produksi adalah tabungan pribadi, ditambah pinjaman atau bantuan dari kerabat, atau dari pemberi kredit informal, pedagang pengumpul, pemasok bahan baku, dan pembayaran di muka dari konsumen.
Provinsi Jawa Tengah secara administratif terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota, dengan luas wilayah 3 254 412 hektar. Jumlah penduduk pada tahun 2009 tercatat 32.864.563 jiwa, dan secara ekonomi provinsi Jawa Tengah mempunyai potensi sangat besar dalam perkembangan kredit mikro dan kecil, serta upaya pengembangan usaha kecil.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis pengaruh kredit mikro dan kecil terhadap kinerja usaha kecil, (2) menganalisis pengaruh kredit mikro dan kecil dari lembaga keuangan mikro terhadap ekonomi wilayah, dan (3) merumuskan kebijakan pengembangan kredit mikro dan kecil yang mampu meningkatkan kinerja usaha kecil.
Untuk mencapai tujuan pertama dan ketiga, dilakukan penelitian dengan mengambil contoh sebanyak 90 responden usaha kecil, yang memproduksi makanan olahan berbasis produk pertanian lokal, di tiga kabupaten yaitu kabupaten: Semarang, Magelang dan Klaten, dimana masing-masing diambil 15 responden, 50 responden dan 25 responden, sehingga didapat data cross-section.
Penentuan tiga lokasi kabupaten penelitian dilakukan secara sengaja (purpusive) dengan pertimbangan (1) merupakan daerah dengan sentra produksi usaha kecil makanan olahan yang menonjol di Jawa Tengah, dan (2) merupakan kabupaten dengan tingkat kegagalan pengembalian kredit kecil (non performing loans) yang paling rendah di Jawa Tengah, sehingga dapat menjadi benchmark bagi wilayah lain dalam melihat peranan kredit terhadap kinerja usaha kecil.
Sedangkan untuk mencapai tujuan kedua, dilakukan penelitian dengan mengambil data di tingkat kabupaten di seluruh Jawa Tengah yang berjumlah 29 kabupaten, dengan kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2005 selama 6 tahun, sehingga didapat data pool.
(8)
Analisis penelitian ini menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan digunakan terhadap 2 model, yaitu : (1) model ekonomi usaha kecil terdiri atas 8 persamaan perilaku dan 3 persamaan identitas, dan (2) model keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah terdiri atas 11 persamaan perilaku dan 2 persamaan identitas. Pendugaan untuk parameter persamaan struktural digunakan metode Two Stage Least Squares (2SLS).
Berdasarkan hasil analisis dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: (1) kredit mikro dan kecil berpengaruh terhadap penerimaan usaha yang merupakan indikator kinerja usaha kecil, penerimaan usaha merupakan komponen utama pendapatan bersih usaha yang akan mendorong peningkatan terhadap pengeluaran untuk pendidikan dan sosial, konsumsi, dan tabungan yang dilakukan oleh usaha kecil, (2) kredit mikro dan kecil yang diambil oleh usaha kecil akan meningkat dengan adanya penurunan suku bunga kredit sehingga akan menambah modal usaha, peningkatan modal usaha ini akan meningkatkan penggunaan bahan baku, bahan bakar dan tenaga kerja sehingga meningkatkan penerimaan usaha, (3) kredit mikro dan kecil yang berasal dari: koperasi simpan pinjam (KSP), dan kredit usaha kecil (KUK) dari bank umum, hanya berpengaruh kecil masing-masing terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) di sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, demikian pula kredit mikro dan kecil dari BPR dan KUK juga hanya berpengaruh kecil terhadap PDRB di sektor jasa propinsi Jawa Tengah sebagai proksi ekonomi wilayah, sedangkan produk domestik regional bruto di sektor pertanian tidak dipengaruhi secara nyata oleh kredit dari bank perkreditan rakyat (BPR) dan kredit dari koperasi simpan pinjam (KSP), dan (4) kebijakan kenaikan pengambilan kredit oleh usaha kecil akan memberikan dampak kenaikan paling besar berturut-turut pada: modal usaha, penggunaan bahan baku, penerimaan usaha, dan pendapatan usaha, sedangkan kombinasi kebijakan kenaikan pengambilan kredit oleh usaha kecil, kenaikan harga jual produk, dan perluasan wilayah pemasaran hingga mencapai Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya secara bersamaan, akan memberikan kenaikan paling besar berturut-turut pada: modal usaha, pendapatan usaha, penerimaan usaha, dan penggunaan bahan baku.
Dari beberapa hasil temuan dalam penelitian ini, ada implikasi kebijakan yang dapat dimunculkan: (1) besarnya respon yang ditunjukkan oleh suku bunga kredit terhadap kredit yang diambil oleh usaha kecil, perlu diikuti dengan kebijakan perbankan antara lain dengan memperbanyak skim kredit terutama kredit modal kerja dan investasi dengan suku bunga yang rendah, sehingga dapat menjadi sumber tambahan modal usaha yang kompetitif bagi usaha kecil, selain itu pemerintah dan perbankan perlu terus mengembangkan berbagai jenis skim kredit yang mampu mengakomodasi kondisi usaha kecil, dengan memberikan kelonggaran atau insentif dari sisi agunan (collateral) dan memperluas jangkauan kredit tersebut hingga mencapai wilayah sentra-sentra usaha kecil yang berada di perdesaan, (2) untuk meningkatkan kinerja usaha kecil terutama usaha kecil yang telah layak usaha (feasible) dan lokasinya berdekatan dengan bank dan sudah memiliki akses yang baik terhadap bank (bankable), perlu didorong dan difasilitasi agar dapat memperoleh skim kredit baru dari bank sehingga mendapatkan pinjaman yang lebih besar, agar dapat memenuhi kebutuhan modal usaha yang semakin meningkat, antara lain dengan mempermudah prosedur pinjaman dan memperbesar plafon kredit, (3) untuk mencapai dan menjaga
(9)
pertumbuhan kredit untuk usaha kecil oleh BRI-unit dan bank umum, bank perkreditan rakyat (BPR), dan lembaga koperasi simpan pinjam (KSP), perlu didorong pendirian dan pembukaan kantor bank cabang dan unit bank, dan kantor koperasi simpan pinjam di seluruh kecamatan sehingga mampu menjangkau dan memberikan dampak kepada usaha kecil yang telah feasible tapi belum bankable, serta melayani hingga lapisan masyarakat bawah di perdesaan, (4) untuk usaha kecil yang masih mengandalkan sumber kredit atau pinjaman dari lembaga non bank (koperasi simpan pinjam dan sumber pinjaman lainnya), pemerintah perlu terus mendorong keberadaan dan keberlanjutan lembaga non bank tersebut melalui penguatan sumber dan struktur pendanaan lembaga tersebut, penguatan kelembagaan, dan pengaturan (regulasi) yang jelas, sehingga mampu menjangkau usaha kecil yang telah feasible tapi belum bankable, atau bahkan usaha kecil lainnya yang produktif belum tapi belum feasible, dan (5) saran untuk penelitian lanjutan adalah agar dilakukan penelitian tentang, (a) peranan kredit terhadap peningkatan kinerja usaha kecil, dengan membuat disagregasi berdasarkan: karakteristik wilayah perdesaan dan perkotaaan, dan (b) peranan kredit terhadap peningkatan kinerja usaha kecil di beberapa jenis usaha diluar usaha makanan olahan, seperti: minuman, tekstil dan pakaian (garmen), kerajinan kulit dan kayu, atau pertanian.
(10)
(11)
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang.
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
(12)
(13)
PERANAN KREDIT MIKRO DAN KECIL TERHADAP
KINERJA USAHA KECIL DAN EKONOMI WILAYAH
DI PRO
V
INSI JAWA TENGAH
BAYU NUSWANTARA
DISERTASI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(14)
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi
Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Harianto, MS
Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Mat Syukur, MS
(15)
(16)
(17)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena Kasih-Nya yang tak berkesudahan menyertai penulis sampai selesainya penulisan disertasi ini dengan judul : Peranan Kredit Mikro dan Kecil terhadap Kinerja Usaha Kecil dan Ekonomi Wilayah di Provinsi Jawa Tengah. Disertasi ini merupakan tugas akhir dari tugas belajar di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik berkat arahan dan dorongan yang besar dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang besar kepada:
1. Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan kuliah ke program doktor. 2. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Dekan Sekolah Pascasarjana, yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program doktor pada Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku ketua Program Studi, yang telah banyak memberikan arahan dan nasihat selama penulis kuliah di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian IPB Bogor, serta atas pertanyaan dan saran untuk perbaikan pada tahap Ujian Tertutup.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Kuntjoro selaku Ketua Komisi Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan dan kesempatan untuk terus maju, mulai tahap proposal, pelaksanaan penelitian, penyusunan disertasi, sampai tahap Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka.
(18)
5. Bapak Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang selalu bersedia meluangkan waktu ditengah kesibukan beliau untuk memberikan bimbingan dan membuka wawasan dalam mengkaji penulisan disertasi ini.
6. Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan tekun memberikan bimbingan, masukan, dan terus mendorong penulis untuk menyelesaikan studi di IPB.
7. Bapak Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah membimbing dan memberikan wawasan kepada penulis selama penyusunan disertasi ini, namun karena kesibukan beliau sehingga tidak dapat melanjutkan sebagai pembimbing.
8. Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku Penguji pada tahap Ujian Tertutup, atas segala pertanyaan, masukan, dan saran perbaikan bagi penulis.
9. Bapak Dr. Muhammad Firdaus, SP, MS selaku Pimpinan Sidang pada tahap Ujian Tertutup, atas pertanyaan dan saran perbaikan bagi penulis.
10. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku Pimpinan Sidang pada tahap Ujian Terbuka, yang telah memberikan pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan pada tahap Ujian Terbuka.
11. Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku wakil dari Program Studi, yang telah memberikan pertanyaan dan saran untuk perbaikan pada tahap Ujian Terbuka.
(19)
12. Bapak Dr. Ir. Harianto, MS selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka yang telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan arahan, pertanyaan dan saran perbaikan untuk masukan penulis.
13. Bapak Dr. Ir. Mat Syukur, MS selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka yang telah berkenan memberikan arahan, pertanyaan dan saran perbaikan untuk masukan penulis.
14. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
15. Istri tercinta A. Diah Kristianawati dan ananda terkasih Adrian Bless Driyarka, yang selalu memberikan bantuan, semangat, dorongan, serta doa yang tulus dalam menyelesaikan studi doktor di Bogor.
16. Seluruh keluarga, yaitu: Ayahanda Soetito dan Ibunda Sulastri, orangtua tercinta yang ada di Surabaya, yang selama ini telah membesarkan dan mendidik, serta terus mendoakan dan memberi restu. Adik-adik Anung, Dodi, Eri dan Evi, atas bantuan dan doa untuk keberhasilan penulis selama menyelesaikan studi di Bogor.
17. Bapak A. Krismanto dan Ibu B. Diah Swasananingsih, bapak dan ibu mertua tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan, adinda Iin sekeluarga atas bantuan selama menyelesaikan studi di Bogor.
18. Teman-teman Angkatan 2001 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian IPB Bogor, atas semua perhatian, bantuan, dan kerjasama selama perkualiahan dan pertemanan selama ini, sehingga tetap menjadi dorongan bagi penulis untuk mencapai kemajuan.
(20)
19. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu di kesempatan ini, baik yang berada dalam lingkungan akademik, pekerjaan atau pertemanan selama menyelesaikan studi di Bogor, penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Disertasi ini merupakan karya tulis penulis, semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembaca.
Bogor, Januari 2012
(21)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Martapura, Kalimantan Selatan pada tanggal 26 Januari 1963 sebagai anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Soetito dan Ibu Sulastri.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1975 di SD Kanisius Pugeran Yogyakarta. Pada tahun 1979 menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri I Manado. Tahun 1982 menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Manado.
Jenjang pendidikan tinggi ditempuh dengan masuk sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, hingga pada tahun 1988 lulus dan meraih gelar Sarjana Pertanian di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UKSW Salatiga. Tahun 1992 penulis menyelesaikan jenjang studi master di Bidang Konsentrasi Keuangan dan Perbankan dari Program Magister Manajemen (MM) Angkatan IV di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Selanjutnya dengan beasiswa dari BPPS Departemen Pendidikan Nasional penulis melanjutkan studi doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) Sekolah Pascasarjana, IPB Bogor.
Penulis menikah dengan A. Diah Kristianawati dan dikaruniai seorang putra Adrian Bless Driyarka (14 tahun). Saat ini penulis bekerja sebagai dosen tetap Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga dan mengajar di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian UKSW Salatiga.
(22)
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL …………..………... xxvii DAFTAR GAMBAR ...………....…………..………... xxx DAFTAR LAMPIRAN ... xxxi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ....……….…..………... 1 1.2. Perumusan Masalah ………... 8 1.3. Tujuan Penelitian ...………...………... 14 1.4. Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 14 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17 2.1. Kredit dan Usaha Kecil ... 17 2.1.1. Pengertian dan Peranan Kredit ... 17 2.1.2. Kredit Mikro dan Lembaga Keuangan Mikro ... 21 2.1.3. Klasifikasi Kredit Mikro dan Kecil ... 25 2.1.4. Pengertian dan Klasifikasi Usaha Kecil ... 25 2.2. Pertumbuhan Ekonomi ... 28 2.2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 29 2.2.2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 31 2.3. Studi Terdahulu ... 32 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS ... 37 3.1. Usaha Kecil dan Pengambilan Kredit ... 37
3.1.1. Perilaku Ekonomi Usaha Kecil ... 39 3.1.1.1. Kegiatan Produksi dan Biaya Produksi ... 40 3.1.1.2. Penggunaan Kredit dan
Maksimisasi Keuntungan ... 45 3.1.2. Permintaan Kredit ... 50 3.1.2.1. Pendekatan Permintaan Langsung ... 51 3.1.2.2. Pendekatan Permintaan Tidak Langsung ... 54 3.1.2.3. Kondisi Pasar Kredit Mikro dan Kecil ... 58
(23)
xxiv
Halaman 3.2. Kinerja Usaha kecil ... 63 3.3. Lembaga Keuangan Mikro dan Ekonomi Wilayah ... ... 67 3.3.1. Transmisi Kebijakan Moneter ke Sektor Riil ... ... 68 3.3.1.1. Transmisi melalui Jalur Kredit ... 72 3.3.1.2. Transmisi melalui Jalur Suku Bunga ... 74 3.3.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 78 3.4. Lembaga Keuangan Mikro Dan Peningkatan
Pendapatan ... 80 3.5. Kerangka Pemikiran Operasional ... 84 3.6. Hipotesis ... 90 IV. METODE PENELITIAN ... 91 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 91 4.2. Metode Pengambilan Contoh ... 92 4.3. Metode Pengumpulan Data ... 93 4.4. Perumusan Model ... 94 4.4.1. Model Ekonomi Usaha Kecil ...…... 94 4.4.2. Model Keterkaitan Kredit dan Ekonomi Wilayah ... 99 4.5. Prosedur Estimasi ... 102 4.5.1. Identifikasi Model ...……... 102 4.5.2. Pendugaan Model ... 103 4.5.2.1. Model Ekonomi Usaha Kecil ... 103 4.5.2.2. Model Keterkaitan Kredit dan
Ekonomi Wilayah ... 104 4.5.3. Validasi Model ... 105 4.5.4. Simulasi Kebijakan ... 107 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 109 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Penelitian ... 109 5.2. Keadaan Umum Wilayah Provinsi Penelitian ... 110 5.3. Keragaan Usaha Kecil ... 112 5.3.1. Karakteristik Sosial Ekonomi ... 113
(24)
xxv Halaman 5.3.2. Jenis Usaha Kecil ... 114 5.3.3. Karakteristik Kredit Mikro dan Kecil ... 117 5.3.4. Karakteristik Perijinan dan Pemasaran ... 121 5.4. Perkembangan Indikator Makro Provinsi Jawa Tengah ... 123 5.4.1. Kredit KSP ... 124 5.4.2. Kredit BPR ... 125 5.4.3. Kredit Kupedes BRI Unit ... 127 5.4.4. Kredit Usaha Kecil ... 128 5.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektoral .... ... 130 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 139 6.1. Keragaan Model Ekonomi Usaha Kecil ... 139 6.1.1. Pengambilan Kredit ... 139 6.1.2. Penggunaan Bahan Baku ... 144 6.1.3. Penggunaan Bahan Bakar ... 147 6.1.4. Penggunaan Tenaga Kerja ... 150 6.1.5. Penerimaan Usaha ... 152 6.1.6. Tabungan ... 157 6.1.7. Konsumsi ... 160 6.1.8. Pengeluaran Pendidikan, dan Sosial ... 162 6.1.9. Perilaku Ekonomi Usaha Kecil ... 165 6.2. Keragaan Model Keterkaitan Kredit dan Ekonomi Wilayah ... 167 6.2.1. Blok Kredit dari Lembaga Keuangan Mikro ... ... 168 6.2.1.1. Kredit Bank Perkreditan Rakyat ... 168 6.2.1.2. Kredit Usaha Kecil Bank Umum ... 169 6.2.1.3. Kredit Kupedes BRI Unit ... 172 6.2.1.4. Pinjaman Koperasi Simpan Pinjam ... 173 6.2.1.5. Jumlah Giro Masyarakat di Bank Umum .... 174 6.2.2. Blok PDRB ... 175 VII. ANALISIS KEBIJAKAN ... 179 7.1. Model Ekonomi Usaha Kecil ... 180
(25)
xxvi
Halaman 7.1.1. Dampak Kebijakan Perubahan Suku Bunga Kredit .... 181 7.1.2. Dampak Perubahan Pengambilan Kredit ... 183 7.1.3. Dampak Perubahan Sumber Kredit ... 184 7.1.4. Dampak Kenaikan Harga Jual Produk ... 186 7.1.5. Dampak Perubahan Daerah Pemasaran ... 187 7.1.6. Dampak Kenaikan Pengambilan Kredit, Kenaikan
Harga Jual Produk dan Perubahan
Daerah Pemasaran ... 190 7.1.7. Rekapitulasi Simulasi Kebijakan ... 193 7.2. Model Keterkaitan Kredit dan Ekonomi Wilayah ... 196 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 199 DAFTAR PUSTAKA ... 203 LAMPIRAN ... 211
(26)
xxvii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah
dan Besar di Indonesia Tahun 2007-2009 ... 2 2. Indikator Makro Ekonomi Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 ... .... 111 3. Karakteristik Rumah Tangga Usaha Kecil ... 113 4. Jenis Usaha Kecil yang Dilakukan ... 114 5. Karakteristik Kredit dan Pinjaman yang Diambil Usaha Kecil ... .... 118 6. Karakteristik Perijinan dan Pemasaran Produk ... 122 7. Jumlah Kredit Koperasi Simpan Pinjam Tingkat Kabupaten
di Jawa Tengah Tahun 2001 – 2005 ... 124 8. Jumlah Penyaluran Kredit BPR Sektoral Tingkat Kabupaten
di Jawa Tengah Tahun 2005 ... 126 9. Jumlah Penyaluran Kredit Kupedes BRI Tingkat Kabupaten
di Jawa Tengah Tahun 2002 – 2005 ... 127 10. Jumlah Penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK) Tingkat
Kabupaten di Jawa Tengah Tahun 2002 – 2005 ... 129 11. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun 2003–2005
Sektor Pertanian ... 131 12. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun 2003–2005
Sektor Industri ... 132 13. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun 2003–2005
Sektor Perdagangan ... 133 14. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun 2003–2005
Sektor Jasa-Jasa ... 134 15. Porsi Kredit Mikro dan Kecil serta Nilai
PDRB per Sektor Ekonomi Tahun 2005 ... 135 16. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengambilan Kredit (PKM) .... 140 17. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan
Bahan Baku (PBM) ... 146 18. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan
(27)
xxviii
Nomor Halaman 19. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan
Tenaga Kerja (PTK) ... 151 20. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penerimaan Usaha (PENU) .... 153 21. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabungan (TABS) ... 158 22. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Konsumsi (PKON) ... .... 160 23. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendidikan (PPKS) ... .... 163 24. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kredit dari BPR ... .... 169 25. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan
Kredit Usaha Kecil dari Bank Umum ... 171 26. Hasil Pendugaan Persamaan Kredit Umum
Perdesaan (Kupedes) dari BRI Unit ... 173 27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pinjaman
dari Koperasi Simpan Pinjam (KKSP) ... 174 28. Jumlah Giro Masyarakat di Bank Umum (JG) ... 175 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian,
Sektor Industri, Sektor Perdagangan, dan Sektor Jasa ... 178 30. Nilai Rata-Rata Variabel Endogen Simulasi Kebijakan Dasar ... 180 31. Persentase Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen
Akibat Penurunan Suku Bunga Kredit (SBK) sebesar 20 persen ... 182 32. Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen
Akibat Kenaikan Pengambilan Kredit sebesar 100 persen ... 184 33. Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen
Akibat Perubahan Sumber Kredit dari Non Bank Menjadi
Sumber Kredit dari Bank ... 185 34. Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen
Akibat Perubahan Sumber Kredit dari Bank Menjadi
Sumber Kredit dari Non Bank ... 186 35. Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen
Akibat Kenaikan Harga Jual Produk sebesar 10 persen ... 187 36. Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen Akibat Perluasan
Daerah Pemasaran Produk dari Hanya di Wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah Menjadi Wilayah Pemasaran Mencakup Jatim, Jabar,
(28)
xxix Nomor Halaman 37. Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen Akibat Perubahan
Daerah Pemasaran Produk dari Mencakup Wilayah Jatim, Jabar, Jakarta dan Sekitarnya Menjadi Hanya di Wilayah Pemasaran
Yogyakarta dan Jawa Tengah (DPP = 0) ... 190 38. Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen Akibat
Kombinasi Simulasi 2 dan Simulasi 5 ... 191 39. Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen Akibat
Kombinasi Simulasi 2 dan Simulasi 6 ... 192 40. Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen Akibat
Kombinasi Simulasi 2, Simulasi 5, dan Simulasi 6 ... 193 41. Prosentase Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen Akibat
(29)
xxx
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Pengaruh Adanya Kredit terhadap Komposisi Masukan dan Biaya
Minimum, serta Jalur Perluasan Usaha ... 44 2. Pengaruh Tingkat Bunga terhadap Jumlah Pinjaman,
Biaya Pinjaman, Output, dan Keuntungan ... 49 3. Ukuran Kinerja Usaha dalam Suatu Kegiatan Produksi ... 65 4. Mekanisme Transmisi Saluran Kredit ke Sektor Riil ... 73 5. Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga ke Sektor Riil ... 75 6. Model Ekonomi Usaha Kecil ... 86 7. Model Keterkaitan Kredit dan Ekonomi Wilayah ... 88
(30)
xxxi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Program Estimasi Model Ekonomi Usaha Kecil Menggunakan Metode Two-Stage Least Squares (2SLS) dan Prosedur SYSLIN
dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 211 2. Hasil Estimasi Model Ekonomi Usaha Kecil Menggunakan
Metode Two-Stage Least Squares (2SLS) dan Prosedur SYSLIN
dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 212 3. Program Validasi Model Ekonomi Usaha Kecil Menggunakan
Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN dengan Software
SAS/ETS 9.1 ... 218 4. Hasil Validasi Model Ekonomi Usaha Kecil Menggunakan
Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN dengan Software
SAS/ETS 9.1 ... 219 5. Program Simulasi 1. Penurunan Suku Bunga Kredit (SBK)
sebesar 20 persen Menggunakan Metode NEWTON dan
Prosedur SIMNLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 221 6. Hasil Simulasi 1. Penurunan Suku Bunga Kredit (SBK)
sebesar 20 persen Menggunakan Metode NEWTON dan
Prosedur SIMNLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 222 7. Program Simulasi 2. Kenaikan Pengambilan Kredit (PKM)
sebesar 100 persen Menggunakan Metode NEWTON dan
Prosedur SIMNLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 223 8. Hasil Simulasi 2. Kenaikan Pengambilan Kredit (PKM)
sebesar 100 persen Menggunakan Metode NEWTON dan
Prosedur SIMNLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 224 9. Program Simulasi 3. Perubahan Sumber Kredit (DSK) dari
Non Bank Menjadi Sumber Kredit yang Berasal dari Bank Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN
dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 225 10. Hasil Simulasi 3. Perubahan Sumber Kredit (DSK) dari
Non Bank Menjadi Sumber Kredit yang Berasal dari Bank Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN
(31)
xxxii
Nomor Halaman
11. Program Simulasi 4. Perubahan Sumber Kredit (DSK) dari Bank Menjadi Sumber Kredit yang Berasal dari Non Bank Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN
dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 227 12. Hasil Simulasi 4. Perubahan Sumber Kredit (DSK) dari
Bank Menjadi Sumber Kredit yang Berasal dari Non Bank Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN
dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 228 13. Program Simulasi 5. Kenaikan Harga Jual Produk (PO)
sebesar 10 persen Menggunakan Metode NEWTON dan
Prosedur SIMNLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 229 14. Hasil Simulasi 5. Kenaikan Harga Jual Produk (PO)
sebesar 10 persen Menggunakan Metode NEWTON dan
Prosedur SIMNLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 230 15. Program Simulasi 6. Perluasan Daerah Pemasaran Produk (DPP)
dari Hanya di Wilayah Yogayakarta dan Jawa Tengah Menjadi Wilayah yang Mencakup Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan Sekitarnya, Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur
SIMNLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 231 16. Hasil Simulasi 6. Perluasan Daerah Pemasaran Produk (DPP)
dari Hanya di Wilayah Yogayakarta dan Jawa Tengah Menjadi Wilayah yang Mencakup Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan Sekitarnya, Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur
SIMNLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 232 17. Program Simulasi 7. Perubahan Daerah Pemasaran Produk (DPP)
dari yang Mencakup Wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan Sekitarnya Menjadi Hanya di Wilayah Yogayakarta dan Jawa Tengah, Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur
SIMNLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 233 18. Hasil Simulasi 7. Perubahan Daerah Pemasaran Produk (DPP)
dari yang Mencakup Wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan Sekitarnya Menjadi Hanya di Wilayah Yogayakarta dan Jawa Tengah, Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur
SIMNLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 234 19. Program Simulasi 8. Kombinasi Simulasi 2, dan Simulasi 5
Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN
(32)
xxxiii
Nomor Halaman
20. Hasil Simulasi 8. Kombinasi Simulasi 2, dan Simulasi 5 Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN
dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 236 21. Program Simulasi 9. Kombinasi Simulasi 2, dan Simulasi 6
Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN
dengan Software SAS/ETS 9.1 ... ... 237 22. Hasil Simulasi 9. Kombinasi Simulasi 2, dan Simulasi 6
Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur SIMNLIN
dengan Software SAS/ETS 9.1 ... ... 238
23. Program Simulasi 10. Kombinasi Simulasi 2, Simulasi 5, dan Simulasi 6 Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur
SIMLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 239 24. Hasil Simulasi 10. Kombinasi Simulasi 2, Simulasi 5, dan
Simulasi 6 Menggunakan Metode NEWTON dan Prosedur
SIMLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 240 25. Program Estimasi Model Keterkaitan Kredit dan Ekonomi
Wilayah Menggunakan Metode Two-Stage Least Squares (2SLS)
dan Prosedur SYSLIN dengan Software SAS/ETS 9.1 ... 241 26. Hasil Estimasi Model Keterkaitan Kredit dan Ekonomi Wilayah
Wilayah Menggunakan Metode Two-Stage Least Squares (2SLS)
(33)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPada tahun 2005 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencanangkan tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga keuangan mikro juga telah berkembang sebagai alat pembangunan ekonomi, antara lain bertujuan menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan dengan cara menciptakan dan mengembangkan usaha mikro dan kecil, meningkatkan produktivitas dan pendapatan kelompok yang rentan, mengurangi ketergantungan masyarakat perdesaan terhadap risiko gagal panen karena musim, dan diversifikasi kegiatan usaha yang dapat menghasilkan pendapatan (Arsyad, 2008). Dalam kaitan ini maka peranan kredit terhadap perekonomian menjadi penting, baik dari aspek makro pada pertumbuhan ekonomi maupun aspek mikro pada usaha mikro dan kecil.
Perkembangan ini pula sejalan dengan perekonomian Indonesia yang tidak dapat dilepaskan dari adanya peran sektor usaha mikro dan kecil. Keberadaan usaha mikro dan kecil di setiap sektor ekonomi tersebut mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi yang menjadi bagian terbesar dari rakyat. Adapun peranan strategis usaha mikro dan kecil dapat dilihat dari berbagai aspek (Bank Indonesia, 2005), yaitu:
1. Jumlah unit usahanya banyak dan terdapat hampir di setiap sektor ekonomi. 2. Potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja.
3. Kontribusi usaha mikro dan kecil dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yang cukup besar, serta potensinya dalam perkembangan nilai ekspor non migas.
(34)
2
Berdasarkan data Kemenkop dan UKM tahun 2009, tercatat 52 723 470 unit Usaha Mikro dan Kecil (UMK) atau 99 persen lebih dari total pelaku usaha yaitu UMK dan Usaha Besar (UB) di Indonesia, yang tersebar di sembilan sektor ekonomi, dengan urutan terbesar adalah sektor: (1) pertanian 50.49 persen, (2) perdagangan 28.98 persen, (3) industri pengolahan 6.15 persen, (4) pengangkutan dan komunikasi 6.49 persen, dan (5) jasa-jasa 4.32 persen. Ini mengindikasikan usaha mikro dan kecil banyak terkonsentrasi di perdesaan.
Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar di Indonesia Tahun 2007-2009
No Indikator Satuan Tahun
2007 2008 2009
I Total Unit Usaha Unit 50 150 263 51 414 262 52 769 280
1 Usaha Mikro Unit 49 608 953 50 847 771 52 176 795
2 Usaha Kecil Unit 498 565 522 124 546 675
3 Usaha Menengah Unit 38 282 39 717 41 133
4 Usaha Besar Unit 4 463 4 650 4 677
II Total Tenaga Kerja Orang 93 027 341 96 780 483 98 886 003
1 Usaha Mikro Orang 84 452 002 87 810 366 90 012 694
2 Usaha Kecil Orang 3 278 793 3 519 843 3 521 073
3 Usaha Menengah Orang 2 761 135 2 694 069 2 677 565
4 Usaha Besar Orang 2 535 411 2 756 205 2 674 671
III Total PDB.1)
Rp.Miliar 1 883 549.0 1 997 937.9 2 088 292.3
1 Usaha Mikro Rp.Miliar 620 864.0 655 703.8 682 462.4
2 Usaha Kecil Rp.Miliar 204 395.4 217 130.2 225 478.3
3 Usaha Menengah Rp.Miliar 275 411.4 292 919.1 306 784.6
4 Usaha Besar Rp.Miliar 782 878.2 832 184.8 873 567.0
IV Total Ekspor Non Migas Rp.Miliar 794 872.1 983 540.4 953 089.9
1 Usaha Mikro Rp.Miliar 12 917.5 16 464.8 14 375.3
2 Usaha Kecil Rp.Miliar 31 619.5 40 062.5 36 839.7
3 Usaha Menengah Rp.Miliar 95 826.8 121 481.0 111 039.6
4 Usaha Besar Rp.Miliar 654 508.3 805 532.1 790 835.3
Keterangan:1)Total PDB Harga Konstan 2000
Sumber: Kemenkop dan UKM, 2009 (diolah)
Besarnya potensi usaha mikro dan kecil, ditunjukkan oleh terus meningkatnya jumlah unit usaha mikro selama kurun waktu tahun 2007–2009 rata-rata sebesar 2.59 persen per tahun, sedangkan jumlah unit usaha kecil meningkat rata-rata 4.82 persen per tahun. Pada tahun 2009 tercatat jumlah usaha
(35)
3 mikro sebanyak 52 176 795 unit atau mencapai 98.88 persen dari total jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan besar, sedangkan jumlah usaha kecil tercatat sebanyak 546.675 unit atau sekitar 1.04 persen.
Perkembangan penyerapan tenaga kerja periode tahun 2007–2009 oleh usaha mikro dan kecil terus menunjukkan peningkatan, penyerapan tenaga kerja usaha mikro meningkat rata-rata 3.29 persen per tahun, sedangkan penyerapan tenaga kerja usaha kecil meningkat rata-rata 3.69 persen per tahun. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UMK pada tahun 2009 sebesar 96 211 332 orang atau 94.59 persen dari total penyerapan tenaga kerja UMKM dan UB, tercatat usaha mikro menyerap tenaga kerja 91.03 persen dan usaha kecil menyerap tenaga kerja 3.56 persen, dengan rata-rata penggunaan tenaga kerja per unit usaha untuk usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar masing-masing sebesar 1.7 orang, 6.4 orang, 65 orang, dan 669 orang. Untuk usaha mikro, sektor pertanian tercatat memiliki peran terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu 42 041 979 orang atau 46.71 persen dari total tenaga kerja di usaha mikro. Sedangkan untuk usaha kecil penyerapan tenaga kerja terbesar, tercatat di industri pengolahan, yaitu 966 708 orang atau 27.45 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa penyerapan tenaga kerja sektor primer dan sekunder masih di dominasi usaha mikro dan kecil (Kemenkop dan UKM, 2009).
Pada tahun 2009, nilai PDB nasional menurut harga konstan tahun 2000 sebesar Rp 2 088 292.3 miliar, dengan kontribusi usaha mikro sebesar 32.68 persen dari total PDB nasional, kontribusi usaha kecil sebesar 10.80 persen, dan sementara kontribusi usaha menengah sebesar 14.69 persen, sedangkan usaha besar berkontribusi 41.83 persen (Kemenkop dan UKM, 2009). Fenomena ini
(36)
4
bisa menggambarkan bahwa kapitalisasi usaha per unit masih rendah di usaha mikro dan kecil.
Perkembangan lain di sisi ekspor non migas juga mencatat peningkatan selama periode tahun 2007–2009. Namun demikian pada ekspor non migas sampai tahun 2009 kontribusi paling besar masih dipegang oleh usaha besar yang mencatat sebesar 82.98 persen, sedangkan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah berturut-turut mencatat 1.51 persen, 3.87 persen, dan 11.65 persen. Masih rendahnya kontribusi usaha mikro dan kecil terhadap total ekspor non migas ini di sisi yang lain memberikan peluang untuk terus menggarap pasar ekspor bagi produk-produk yang dihasilkan oleh usaha mikro dan kecil.
Besarnya penyerapan tenaga kerja oleh usaha mikro dan kecil ini juga diikuti dengan intensifnya dalam penggunaan sumberdaya lokal di perdesaan, sehinggga pertumbuhan usaha mikro dan kecil ini akan menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pemerataan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di perdesaan (Kuncoro, 2003). Namun demikian potensi besar yang dimiliki oleh usaha mikro dan kecil terutama dalam upaya penyediaan lapangan kerja, pembentukan unit usaha dan pemerataan pendapatan ternyata belum banyak dimanfaatkan oleh pemerintah. Oleh karena itu perlu diagendakan upaya untuk meningkatkan peran usaha mikro, kecil, dan menengah, terutama dalam mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki pola pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia, 2005).
Seperti di negara sedang berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, usaha mikro dan kecil di Indonesia juga berperan sangat penting khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin,
(37)
5 distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, dan pembangunan ekonomi perdesaan. Karena itu menurut Priyarsono (2011), pengembangan industri kecil akan memberikan dampak positif yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi, serta akan mendorong terwujudnya distribusi pendapatan yang lebih merata antara kelompok masyarakat. Secara sektoral sub-sektor industri pengolahan yang berbasis pertanian (agroindustri), menunjukkan kinerja yang lebih baik dari sub-sektor industri pengolahan lainnya karena mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekaligus distribusi secara merata.
Jika dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional dan ekspor non migas, khususnya produk manufaktur serta inovasi dan pengembangan teknologi, peran usaha mikro dan kecil di negara-negara sedang berkembang masih relatif rendah, dan ini juga yang sebenarnya menjadi perbedaan yang utama dengan usaha mikro, kecil dan menengah di negara-negara maju. Usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia seperti juga negara-negara sedang berkembang lainnya, secara spesifik memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Tambunan, 2009):
1. Jumlah perusahaan, terutama dari kelompok usaha mikro dan kecil sangat besar dan tersebar di seluruh pelosok perdesaan.
2. Umumnya bersifat padat karya, sehingga berpotensi menumbuhkan kesempatan kerja yang sangat besar.
3. Usaha mikro dan kecil menggunakan teknologi yang lebih sesuai terhadap proporsi faktor produksi dan kondisi lokal setempat, yaitu sumberdaya alam dan tenaga kerja berpendidikan rendah yang jumlahnya berlebih.
(38)
6
4. Karena banyak tersebar di perdesaan, usaha mikro dan kecil mempunyai kegiatan produksi yang umumnya berbasis pertanian.
5. Pemilik usaha mikro dan kecil pada umumnya membiayai sebagian besar kegiatan produksinya dengan tabungan pribadi, ditambah pinjaman atau bantuan dari kerabat, atau dari pemberi kredit informal, pedagang pengumpul, pemasok bahan baku, dan pembayaran di muka dari konsumen.
Secara spesifik pula sektor usaha mikro dan kecil di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan usaha besar, antara lain terlihat pada kebanyakan usaha mikro dan kecil yang belum berbadan hukum dan merupakan usaha perorangan yang tidak memiliki laporan keuangan yang terpisah antara usaha dan pemiliknya. Manajemen usaha mikro dan kecil umumnya merupakan usaha keluarga yang dikelola secara turun temurun (Bank Indonesia, 2005).
Dari sisi modal, kebanyakan usaha mikro dan kecil memulai usahanya dengan modal sendiri dan sebagian kecil yang telah melakukan pendekatan terhadap lembaga keuangan dalam rangka memperoleh pinjaman usahanya. Masih rendahnya tingkat pinjaman usaha mikro dan kecil kepada lembaga keuangan formal disebabkan beberapa permasalahan antara lain: (1) kurangnya aksesibilitas usaha mikro dan kecil kepada lembaga keuangan formal terutama informasi dan persyaratan kredit, (2) tidak adanya agunan kredit, (3) kurangnya kemampuan manajemen keuangan, (4) rendahnya kualitas sumberdaya manusia, dan (5) terbatasnya kompetensi kewirausahaan dan permodalan (Bank Indonesia, 2005).
Kredit mikro dan kecil yang diperuntukkan khusus untuk usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah yang difasilitasi atau disubsidi oleh pemerintah sebenarnya telah lama ada sejak awal pemerintahan orde baru di akhir tahun
(39)
7 1960-an. Pemberian kredit bersubsidi oleh pemerintah diawali dengan pola kredit bimas (bimbingan massal) dan pada awal tahun 1970-an Bank Indonesia (BI) meluncurkan antara lain dua skema kredit program yang sangat populer yaitu: Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Namun kredit program ini setelah diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, kemudian dialihkan ke lembaga khusus yaitu PT. Permodalan Nasional Mandiri (PNM) (Tambunan, 2009).
Namun demikian masih banyak usaha mikro dan kecil yang belum terjangkau lembaga keuangan formal termasuk lembaga keuangan mikro, seperti tercermin oleh hasil survei dari Badan Pusat Statistik terhadap usaha mikro dan kecil di industri pengolahan yang menunjukkan bahwa sumber modal usaha mikro dan kecil, terbesar bukan dari lembaga kredit, tetapi dari modal sendiri (BPS, 2006). Karena itu sudah mendesak saatnya bagi perbankan nasional untuk menggarap usaha mikro dan kecil secara lebih serius, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Selain karena terbukti dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, usaha mikro dan kecil juga mampu menghasilkan produk dalam jumlah besar sekaligus bersaing di dunia internasional, mengingat jumlah unit usahanya yang sangat besar di Indonesia.
Data pada tahun 2002 dari sekitar 42 juta unit usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia, ternyata hanya sekitar 22.14 persen yang menikmati akses permodalan dari perbankan maupun lembaga keuangan mikro. Kondisi ini menggambarkan masih besarnya permasalahan yang dihadapi usaha mikro dan kecil dalam akses permodalan. Namun di sisi yang lain hal ini memberikan potensi yang sangat besar dalam penyaluran kredit karena masih terbuka pasar
(40)
8
yang luas untuk skim-skim kredit skala mikro dan kecil (Wijono, 2005). Kondisi lainnya juga digambarkan bahwa pasar usaha mikro dan kecil yang digarap oleh perbankan baru sekitar 30 persen saja secara nasional, dan 70 persen sisanya, belum tergarap oleh perbankan nasional (Abdullah, 2006). Hal ini merupakan peluang bagi lembaga keuangan mikro, baik bank maupun non bank untuk terus menggarap usaha mikro dan kecil, terutama usaha yang belum bankable.
1.2. Rumusan Masalah
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar. Pada tahun 2009 tercatat 32 864 563 jiwa dengan kepadatan sekitar 1 010 jiwa per km2. Wilayahnya terletak diantara dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur, sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa dan di sebelah selatan berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Samudra Hindia. Secara administratif provinsi Jawa Tengah mempunyai luas
wilayah 3 254 412 hektar atau sekitar 25.04 persen dari luas pulau Jawa atau 1.7 persen dari luas Indonesia (BPS Semarang, 2009).
Angkatan kerja di Jawa Tengah berjumlah sekitar 17 087 649 jiwa atau 51.99 persen jumlah penduduk. Dari total angkatan kerja ini terdapat 15 835 383 jiwa atau 92.67 persen adalah angkatan kerja yang bekerja. Sementara itu dari total angkatan kerja yang bekerja ini, tercatat 2 942 281 jiwa bekerja berusaha sendiri, 3 650 147 jiwa bekerja berusaha dibantu buruh tidak tetap, dan 405 682 jiwa bekerja berusaha dibantu buruh tetap. Kelompok inilah yang akan menjadi basis dari unit usaha dan tenaga kerja pada kegiatan usaha mikro dan kecil di Jawa Tengah (BPS Semarang, 2009).
(41)
9 Jumlah 29 kabupaten yang ditetapkan melalui Undang-undang pada tahun 1950 hingga sekarang tidak mengalami pemekaran wilayah, dan dengan jumlah penduduk yang besar mencapai 32 juta jiwa lebih serta kondisi sosial politik yang stabil dalam kurun waktu sekitar tiga dekade terakhir ini maka provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah yang sangat potensial bagi upaya pengembangan usaha mikro dan kecil, serta diharapkan bisa memberikan kontribusi yang besar terhadap ekonomi wilayah. Bank Indonesia (BI) Semarang (2008) menyatakan besarnya jumlah dan keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah, serta tingginya penyaluran kredit yang diberikan oleh perbankan, membuat Jawa Tengah mendapat sebutan heart of small medium enterprises.
Berdasarkan data Sensus Ekonomi BPS (2006), di Jawa Tengah tercatat 3 673 009 unit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), terdiri dari 3 605 499 unit usaha mikro atau 98.16 persen, 63 346 unit usaha kecil atau 1.73 persen, dan 4 164 unit usaha menengah atau 0.11 persen. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap oleh UMK ini sebanyak 7 461 797 orang, masing-masing 6 570 731 orang di usaha mikro atau 88.06 persen, 550 222 orang di usaha kecil atau 7.37 persen, dan 340 844 orang di usaha menengah atau 4.57 persen. Rata-rata penggunaan tenaga kerja per unit usaha untuk usha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah masing-masing 1.8 orang, 8.7 orang, dan 81 orang. Angka ini diatas rata-rata nasional.
Data Bank Indonesia (2006), mencatat jumlah kantor BRI unit sebanyak 688 kantor dengan 640 255 peminjam dan total pinjaman (outstanding Kupedes) sebesar Rp 3 208.23 miliar. Jumlah bank BPR sejumlah 542 kantor dengan tingkat kinerja, Ratio Pinjaman terhadap Simpanan (LDR) sebesar 90.20 persen dan
(42)
rata-10
rata Ratio Kecukupan Modal (CAR) sebesar 18.59 persen. Data jumlah Koperasi Simpan Pinjam (KSP/USP) tercatat 5 920 unit koperasi dengan jumlah anggota koperasi sebanyak 2 553 086 orang (Kemenkop dan UKM, 2006).
Posisi kredit mikro, kecil dan menengah yang diberikan bank umum (bank pemerintah, swasta nasional, dan swasta asing) dan BPR, menurut plafond kredit di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009, tercatat Rp 69 148 miliar dengan rincian untuk kredit mikro (sampai dengan Rp.50 juta) sebesar Rp 27 165 miliar atau 39.28 persen, untuk kredit kecil (diatas Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta) sebesar Rp 24 451 miliar atau 35.36 persen, dan untuk kredit menengah (diatas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar) sebesar Rp 17 532 miliar atau 25.35 persen (Bank Indonesia Semarang, 2009). Dari total posisi kredit mikro, kecil dan menengah sebesar Rp 69 148 miliar, sebanyak 92.53 persen disalurkan oleh bank umum (pemerintah maupun swasta) sedangkan sisanya 7.47 persen disalurkan melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Di Jawa Tengah keberadaan unit usaha mikro, kecil dan menengah banyak terkonsentrasi di sektor perdagangan, industri pengolahan, dan pertanian (BPS Semarang, 2006). Sementara kontribusi sektoral terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tercatat sektor industri pengolahan mencapai 30.82 persen, sektor perdagangan 21.50 persen, sektor pertanian 19.89 persen, dan sektor jasa mencapai 10.90 persen (BPS Semarang, 2009). Kondisi ini bisa menggambarkan kontribusi usaha mikro dan kecil terhadap PDRB sektoral sebagai proksi ekonomi wilayah. Apabila kredit mikro dan kecil yang disalurkan oleh bank umum dan BPR dapat terus ditingkatkan, maka akan mampu
(43)
11 mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Namun demikian masih ada beberapa kendala bagi usaha mikro dan kecil dalam mengakses kredit dari perbankan.
Menggunakan data hasil survei (BPS, 2006), terlihat bahwa kebutuhan modal bagi usaha mikro sebanyak 82.41 persen diperoleh dari modal sendiri, 2.86 persen berasal dari pinjaman, dan 14.73 persen berasal dari gabungan modal sendiri dan pinjaman. Sedangkan untuk usaha kecil kebutuhan sumber modal 68.85 persen berasal dari modal sendiri, 1.75 persen berasal dari pinjaman, dan 29.40 persen diperoleh dari gabungan modal sendiri dan pinjaman. Sedangkan untuk asal pinjaman dari usaha mikro 54.54 persen berasal bank, dan sisanya 45.46 persen berasal dari koperasi, modal ventura, lembaga non bank, keluarga, perorangan, dan lainnya. Untuk usaha kecil pinjaman diperoleh 15.62 persen dari bank, sisanya 84.38 persen berasal dari koperasi, modal ventura, lembaga non bank, keluarga, perorangan, dan sumber lainnya.
Sementara itu hasil survei database terhadap pelaku UMKM (Bank Indonesia Semarang, 2008), menunjukkan: (1) aspek keuangan, sekitar 61 persen sumber dana UMKM berasal dari modal sendiri, dan hanya sekitar 39 persen yang berasal dari modal pinjaman. Suku bunga pinjaman paling murah 0.12 persen per bulan dan paling mahal 3 persen per bulan. Sebagian besar sekitar 44 persen agunan berupa tanah dan bangunan, (2) aspek hukum dan manajemen, sekitar 45.71 persen pelaku usaha hanya memiliki satu macam perijinan, dalam arti belum semuanya perijinan dimiliki. Berkaitan dengan pengalaman berwirausaha, sekitar 61.90 persen pelaku usaha telah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya sebagai wirausaha dalam jenis usaha yang lain maupun sebagai karyawan. Sebagian besar atau sekitar 48.6 persen pemilik usaha berpendidikan SMA/SMK
(44)
12
atau yang setara, dan (3) aspek produksi dan pasar, terdapat 56.52 persen usaha beroperasi sebanding atau lebih besar dari kapasitas produksi. Sistem pembayaran bahan baku yang dilakukan 76.81 persen adalah tunai. Wilayah pemasaran produk sekitar 70.84 persen di wilayah Jawa Tengah, sekitar 27 persen di luar wilayah Jawa Tengah, dan untuk pemasaran ke luar negeri hanya 2.52 persen yang mampu mengaksesnya. Sistem pembayaran penjualan 63.81 persen adalah tunai.
Usaha kecil umumnya lebih efisien dibandingkan usaha besar atau usaha menengah, dimana usaha kecil berada pada mekanisme pasar yang kompetitif. Besarnya kontribusi terhadap pendapatan nasional menunjukkan bahwa usaha kecil dapat diandalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2004). Namun demikian dinamika usaha pada kelompok usaha mikro dan kecil cukup tinggi, karena iklim usaha yang sangat kompetitif, hambatan masuk yang rendah, margin keuntungan yang tidak terlalu tinggi, dan perputaran usaha yang
cepat, serta tingkat drop-out usaha yang tinggi (Kuncoro, 2003). Hal ini
memerlukan perhatian yang lebih serius dalam upaya mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah.
Kebutuhan kredit mikro dan kecil bagi usaha kecil selama juga ini dilayani oleh lembaga keuangan mikro. Selain menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan, seperti kredit mikro dan kecil, tabungan, pembayaran, maupun deposito, lembaga keuangan mikro dalam berbagai pendekatannya juga mencakup, (1) pelayanan terhadap kelompok rakyat miskin, seperti kelompok yang terpinggirkan oleh sistem keuangan formal, dan (2) menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel (Ismawan, 2003).
(45)
13 Jenis lembaga keuangan mikro sangat bervariasi, baik ditinjau dari sisi kelembagaan, tujuan pendirian, budaya masyarakat, maupun sasaran lainnya. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bank dan non bank. LKM bank terdiri dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan BRI Unit, sementara LKM non bank yang formal mencakup Koperasi (Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Unit Desa) dan Pegadaian. Adapun LKM non bank yang informal terdiri dari berbagai Kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat (KSM dan LSM), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPMM), serta berbagai bentuk kelompok lainnya (Ibrahim, 2003). Lembaga-lembaga keuangan mikro ini masih berperan besar bagi masyarakat, terutama yang berada di perdesaan.
Dari uraian tersebut diatas terdapat beberapa fakta yang patut dicatat dalam merumuskan permasalahan secara umum: (1) kontribusi perbankan dalam menggarap pasar usaha mikro dan kecil secara nasional, baru mencapai angka sekitar 30 persen ini mengindikasikan adanya kesulitan usaha mikro dan kecil untuk memperoleh kredit atau adanya kesenjangan antara pengetahuan UMKM dengan produk dan prosedur perkreditan perbankan, (2) kontribusi usaha mikro dan kecil dalam penciptaan dan penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sangatlah besar, hingga mencapai sekitar 95 persen pasar tenaga kerja dan menyerap sekitar 6.9 juta tenaga kerja, dan (3) kemampuan daya tahan usaha mikro dan kecil selama pasca krisis ekonomi menunjukkan bahwa usaha mikro
khususnya, sangatlah feasible secara bisnis tetapi belum bankable dalam
(46)
14
Berdasarkan uraian diatas maka secara spesifik dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana peranan kredit mikro dan kecil terhadap kinerja usaha kecil?
2. Sejauhmana peranan kredit dari lembaga keuangan mikro terhadap ekonomi
wilayah?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pengaruh kredit mikro dan kecil terhadap kinerja usaha kecil.
2. Menganalisis pengaruh kredit mikro dan kecil dari lembaga keuangan mikro
terhadap ekonomi wilayah.
3. Merumuskan kebijakan pengembangan kredit mikro dan kecil yang mampu
meningkatkan kinerja usaha kecil.
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dalam pengelolaan kebijakan pengembangan kredit
mikro dan kecil untuk meningkatkan kinerja usaha kecil serta kaitannya dengan pengembangan ekonomi wilayah.
2. Sebagai sumbangan akademis dalam penelitian mengenai pengembangan
kredit mikro dan kecil dari lembaga keuangan mikro dimasa mendatang, khususnya di Jawa Tengah.
(47)
15 1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Provinsi Jawa Tengah dengan dua fokus
utama, yaitu: (1) peranan kredit mikro dan kecil terhadap kinerja usaha kecil, dan
(2) peranan kredit mikro dan kecil dari lembaga keuangan mikro yang dikaitkan dengan upaya peningkatan ekonomi wilayah. Adapun lingkup penelitian ini meliputi:
1. Contoh (sampel) adalah pelaku usaha kecil yang bergerak dalam kegiatan usaha produk makanan olahan, yang memperoleh kredit mikro atau kredit kecil, baik yang berasal dari bank maupun dari non bank.
2. Pelaku usaha kecil yang menjadi contoh diambil dari wilayah Kabupaten Semarang, Magelang, dan Klaten. Wilayah ini merupakan sentra kegiatan usaha kecil yang potensial di Jawa Tengah.
3. Kinerja usaha kecil yang diamati adalah dengan melihat indikator utama pada penerimaan usaha kecil, sedangkan indikator kinerja usaha yang juga dilihat adalah pendapatan usaha, penggunaan bahan baku, bahan bakar dan tenaga kerja, serta pengambilan kredit.
4. Usaha kecil yang bergerak dalam makanan olahan ini, masing-masing menghasilkan produk yang tidak selalu sama, baik jenis maupun satuannya. Karena itu digunakan satuan rupiah per tahun, untuk menghitung nilai penggunaan sarana produksi, pengambilan kredit, serta hasil produksi.
5. Untuk melihat peranan kredit mikro dan kecil dari lembaga keuangan mikro terhadap ekonomi wilayah, akan diamati data kredit mikro dan yang disalurkan melalui bank umum, bank perkreditan rakyat, kupedes dari BRI Unit, dan
(48)
16
pinjaman dari koperasi simpan pinjam, serta indikator ekonomi wilayah yang mengacu pada PDRB sektor : pertanian, industri, perdagangan, dan jasa-jasa. 6. Untuk keperluan analisis digunakan model ekonometrika menggunakan
persamaan simultan, dengan metode Two Stage Least Squares (2SLS),
menggunakan data primer (cross section) dari hasil recall data melalui kegiatan survei dan data primer berupa data pool (cross section dan time series), dari model ekonomi usaha kecil, dan model keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah.
Sedangkan keterbatasan penelitian ini meliputi:
1. Model ekonomi usaha kecil, hanya melibatkan usaha kecil yang bergerak pada kegiatan produksi makanan olahan yang berbasis bahan baku lokal, seperti: ketela pohon, tepung tapioka, tepung aren, pisang, kedelai, dan kulit rambak.
2. Penelitian ekonomi usaha kecil penerima kredit mikro dan kecil yang
dilakukan hanya di wilayah Kabupaten Semarang, Magelang, dan Klaten.
3. Model keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah merupakan model ekonomi
tertutup yang tidak memasukkan data ekspor-impor kabupaten.
4. Penelitian ini menggunakan data kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah
yang berjumlah 29 kabupaten, tetapi tidak termasuk 6 (enam) kota yang ada di Jawa Tengah.
(49)
17
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kredit dan Usaha Kecil
2.1.1. Pengertian dan Peranan Kredit
Di beberapa literatur disebutkan istilah kredit berasal dari bahasa Latin credo atau credere, yang berarti kepercayaan atau trust. Kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari pihak pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman, bahwa di masa datang akan mampu memenuhi segala kewajiban yang telah diperjanjikan (Rivai dan Veithzal, 2007).
Beberapa pengertian tentang kredit secara luas, antara lain:
1. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau
mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang disepakati (Kohler, 1964).
2. Kredit adalah pertukaran sesuatu yang berharga dengan barang lainnya baik itu berupa uang, barang maupun jasa dengan keyakinan bahwa yang bersangkutan akan bersedia dan mampu untuk membayar dengan harga yang sama dimasa yang akan datang (Firdaus, 2004).
3. Kredit adalah kemampuan pinjaman dan merupakan sebagian dari sumber penting bagi likuiditas, serta merupakan suatu asset yang dapat dikelola bagi usaha produksi suatu perusahaan (Baker, 1968 dalam Kuntjoro,1983).
4. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan).
(50)
18
Fungsi kredit pada dasarnya ialah pemenuhan jasa untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan produksi, perdagangan dan konsumsi, sehingga pada akhirnya akan menaikkan pendapatan masyarakat (Firdaus, 2004). Fungsi-fungsi kredit secara spesifik meliputi: (1) mendorong tukar menukar barang dan jasa, (2) mengaktifkan alat pembayaran yang idle, (3) menciptakan alat pembayaran baru, (4) sebagai alat pengendalian harga, dan (5) meningkatkan kegunaan (utility) potensi-potensi ekonomi yang ada.
Adapun jenis-jenis kredit menurut tujuan penggunannya terdiri dari:
1. Kredit Konsumtif yaitu kredit untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang dapat memberikan kepuasan langsung terhadap kebutuhan individu. 2. Kredit Produktif yaitu kredit untuk tujuan-tujuan produktif dalam arti dapat
meningkatkan kegunaan (utility). Kredit produktif ini terdiri:
a. Kredit Investasi : untuk membiayai pembelian barang modal tetap, umumnya berjangka waktu menengah dan panjang.
b. Kredit Modal Kerja: untuk membiayai modal lancar bagi proses produksi, umumnya berjangka waktu pendek atau menengah. Fasilitas yang bisa diberikan untuk kredit ini adalah revolving, yaitu dapat diperpanjang setiap
periodenya tanpa permohonan kredit baru, dan einmaleg yaitu, harus
mengajukan permohonan baru bila menghendaki kredit ini pada periode selanjutnya (Triandaru dan Budisantoso, 2007).
3. Kredit Likuiditas : tidak secara langsung mempunyai tujuan konsumtif dan produktif, tetapi bertujuan untuk membantu perusahaan yang sedang dalam kesulitan likuiditas dalam rangka menjaga kebutuhan minimalnya. Tujuan kredit ini untuk membiayai motif berjaga-jaga (precautionary motive).
(51)
19 Tipe atau jenis kredit lainnya menurut jangka waktu terdiri dari, (1) kredit jangka pendek (short-term credit), adalah kredit dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun, (2) kredit jangka menengah (intermediate credit), umumnya adalah kredit dengan jangka waktu satu hingga lima tahun, dan (3) kredit jangka panjang (long term credit), merupakan kredit dengan jangka waktu lebih dari lima tahun (Kamerschen, 1984).
Kredit dalam perekonomian memegang peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi. Kredit konsumtif awalnya bersifat konsumtif, namun melalui efek multiplier dengan keterkaitan ke depan secara tidak langsung akan bersifat produktif yaitu meningkatkan produksi barang dan jasa yang dibeli konsumen. Sedangkan kredit produktif mendorong pertumbuhan ekonomi, karena kredit ini ditujukan untuk pendirian, modernisasi, rehabilitasi dan ekspansi usaha.
Unsur kepercayaan dan jaminan bahwa kredit yang diberikan akan kembali merupakan unsur yang mutlak. Pada lembaga pemberi kredit formal, unsur kepercayaan dinyatakan dalam persyaratan yang diminta dalam menyalurkan kredit kepada nasabah. Persyaratan pemberian kredit secara umum dinyatakan dalam Prinsip 6 C (Rose,1999) untuk mengetahui kelayakan calon peminjam untuk mendapatkan kredit (creditworthiness), dengan rincian sebagai berikut:
1. Character menunjukkan karakter calon peminjam, apakah mempunyai
tanggung jawab, kejujuran, kesungguhan dalam mencapai tujuan, dan kesungguhan untuk mengembalikan kredit yang diterima.
2. Capacity menunjukkan persyaratan yang wajib dimiliki oleh kegiatan usaha
(52)
20
historis usaha, legalitas, kepemilikan usaha, sifat kegiatan usaha dan produk, konsumen dan pemasok.
3. Cash menunjukkan kemampuan calon peminjam untuk menghasilkan uang
tunai dari hasil usahanya. Aspek yang dilihat adalah laporan dan proyeksi arus tunai usaha, ketersediaan aktiva yang likuid, perputaran usaha, dan kualitas manajemen usaha.
4. Collateral menunjukkan bagian modal calon peminjam yang wajib dijadikan
sebagai agunan. Agunan dilihat dari aspek kepemilikan, kerentanan terhadap keusangan, tingkat kegunaan, hak gadai, tingkat penguasaan atau pengambilalihan.
5. Conditions merupakan persyaratan kelayakan usaha dilihat dari posisi industri
atau usaha, prakiraan pangsa pasar, kinerja usaha sejenis, permintaan pasar, serta regulasi, lingkungan usaha dan kondisi politik yang mungkin berpengaruh terhadap peminjam, usaha atau industri tersebut.
6. Control faktor terakhir ini untuk melihat kemampuan dalam hal pengawasan
terhadap calon peminjam, sehingga tidak menimbulkan kejadian yang mempunyai efek merugikan. Bila hal ini tidak diperhatikan, bisa menyebabkan terjadinya persengketaan perdata. Faktor pengawasan ini pula dapat menghindarkan dari kemungkinan terjadinya salah pilih. Aspek penting yang diperhatikan adalah bukti dokumen administrasi dan legal.
Apabila persyaratan tersebut dianggap telah terpenuhi oleh calon peminjam, maka usaha dan colan peminjam tersebut dianggap bankable, artinya kredit yang akan dibiayai telah memenuhi kriteria safety, yaitu dapat diyakini kepastian pembayaran kembali kredit sesuai jadwal dan jangka waktu kredit, dan
(53)
21 kriteria effectiveness, yaitu kredit yang diberikan benar-benar digunakan untuk pembiayaan sebagaimana dicantumkan dalam rencana pengajuan kreditnya (Hasibuan, 2008).
Seberapa besar intensitas, penekanan dan kelengkapan persyaratan tersebut, akan bervariasi antar lembaga dan jenis skim kredit yang diberikan. Bagi kredit-kredit program, beberapa persyaratan tertentu bahkan dihilangkan. Contohnya persyaratan Collateral atau agunan untuk kredit usaha kecil yang bisa dalam bentuk lebih ringan.
2.1.2. Kredit Mikro dan Lembaga Keuangan Mikro
Istilah kredit mikro (microcredit) erat kaitannya dengan kredit bagi usaha skala mikro dan kecil. Kredit mikro ini merupakan kredit dengan plafon pinjaman kurang dari Rp.50 juta dan terdiri dari kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi (Bank Indonesia, 2006). Kredit mikro menjadi populer karena “metode kontroversial” dikembangkan di negara-negara miskin dan juga di negara kaya, karena bank komersial sulit untuk memenuhi permintaan kredit dari rakyat
miskin yang tidak memiliki agunan fisik (physical collateral) tetapi layak
mendapat kredit (creditworthy) (Hollis dan Sweetman, 1998).
Konsep kredit mikro merupakan inovasi dari Grameen bank, yaitu
pinjaman dalam jumlah minimal tanpa agunan kepada rakyat miskin untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pendapatan keluarga. Sejak
dikembang-kan tahun 1976 sistem penyaluran kredit ini telah membuat Grameen bank
menjadi lembaga penyalur kredit mikro terbesar di Bangladesh. Di tahun 1980-an skim kredit mikro yang diperuntukan bagi kelompok perempuan miskin ini telah berkembang dan populer di seluruh dunia (Rahman, 1999).
(1)
1. Persamaan Kredit Modal Kerja dari Bank Perkreditan Rakyat: KMB
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation
Model KMB Dependent Variable KMB Label KMB
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 8.704E16 2.901E16 27.32 <.0001 Error 170 1.805E17 1.062E15
Corrected Total 173 2.684E17
Root MSE 32587653.8 R‐Square 0.32531 Dependent Mean 44572298.4 Adj R‐Sq 0.31340 Coeff Var 73.11190
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
Intercept 1 1110252 20605046 0.05 0.9571 Intercept
SBBM 1 ‐337994 420865.1 ‐0.80 0.4230 SBBM
JG 1 0.013063 0.039793 0.33 0.7431 JG
JBPR 1 3123809 378009.1 8.26 <.0001 JBPR
2. Persamaan Kredit Investasi dan Konsumsi dari Bank Perkreditan Rakyat: KIKB
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation
Model KIKB Dependent Variable KIKB Label KIKB
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 3.422E16 1.141E16 15.23 <.0001 Error 170 1.273E17 7.49E14
Corrected Total 173 1.609E17
Root MSE 27367486.2 R‐Square 0.21184
Dependent Mean 30597724.8 Adj R‐Sq 0.19793 Coeff Var 89.44288
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
Intercept 1 14892866 10463210 1.42 0.1565 Intercept
SBBI 1 ‐359913 164848.1 ‐2.18 0.0304 SBBI
JG 1 0.070804 0.034203 2.07 0.0400 JG
JBPR 1 1403134 316914.8 4.43 <.0001 JBPR
(2)
3. Persamaan Kredit Usaha Kecil untuk Modal Kerja dari Bank Umum: KMK
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation
Model KMK
Dependent Variable KMK Label KMK
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 5 9.822E17 1.964E17 35.99 <.0001 Error 168 9.171E17 5.459E15
Corrected Total 173 1.919E18
Root MSE 73883341.1 R‐Square 0.51715 Dependent Mean 166300776 Adj R‐Sq 0.50278 Coeff Var 44.42754
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
Intercept 1 46048801 21665685 2.13 0.0350 Intercept
SBPM 1 ‐333428 305291.0 ‐1.09 0.2763 SBPM
JT 1 0.180607 0.045637 3.96 0.0001 JT
JG 1 ‐0.27478 0.147727 ‐1.86 0.0646 JG
KBRI 1 2.159456 0.356552 6.06 <.0001 KBRI
JNB 1 ‐3279.21 1370.381 ‐2.39 0.0178 JNB
4. Persamaan Kredit Usaha Kecil untuk Investasi dan Konsumsi dari Bank
Umum: KIKK
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation
Model KIKK Dependent Variable KIKK Label KIKK
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Model 3 4.12E16 1.373E16 7.83 <.0001 Error 170 2.981E17 1.753E15
Corrected Total 173 3.393E17
Root MSE 41873966.5 R‐Square 0.12144 Dependent Mean 38240379.3 Adj R‐Sq 0.10594 Coeff Var 109.50196
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
Intercept 1 ‐1.025E7 15355851 ‐0.67 0.5054 Intercept
SBPI 1 159540.1 367217.4 0.43 0.6645 SBPI
JD 1 0.054484 0.014956 3.64 0.0004 JD
JBRI 1 1498967 435335.1 3.44 0.0007 JBRI
(3)
5. Persamaan Kredit Kupedes dari Bank Rakyat Indonesia-(BRI-Unit) : KBRI
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation Model KBRI Dependent Variable KBRI Label KBRI
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 5 2.22E17 4.439E16 507.20 <.0001 Error 168 1.47E16 8.752E13
Corrected Total 173 2.366E17
Root MSE 9355371.18 R‐Square 0.93787 Dependent Mean 75249350.1 Adj R‐Sq 0.93602 Coeff Var 12.43249
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
Intercept 1 ‐1.523E8 6294598 ‐24.19 <.0001 Intercept
SBPK 1 42825.05 38613.95 1.11 0.2690 SBPK RPN 1 20761.97 885.4871 23.45 <.0001 RPN
RNU 1 84160.61 3724.288 22.60 <.0001 RNU
JBRI 1 3319319 103263.0 32.14 <.0001 JBRI
PDRB1 1 ‐0.00178 0.002054 ‐0.87 0.3870 PDRB1
6. Persamaan Kredit / Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam: KKSP
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation
Model KKSP Dependent Variable KKSP Label KKSP
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 6 1.871E11 3.118E10 45.18 <.0001 Error 167 1.153E11 6.9022E8
Corrected Total 173 2.981E11
Root MSE 26271.9478 R‐Square 0.61877 Dependent Mean 56463.0402 Adj R‐Sq 0.60508 Coeff Var 46.52946
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
Intercept 1 727.3453 9382.122 0.08 0.9383 Intercept
SBSM 1 81.31633 189.0656 0.43 0.6677 SBSM
JKSP 1 ‐95.9778 29.65238 ‐3.24 0.0015 JKSP
JG 1 0.000088 0.000034 2.56 0.0115 JG JAKO 1 0.290603 0.069020 4.21 <.0001 JAKO
AKO 1 1.064676 0.133988 7.95 <.0001 AKO
JMK 1 ‐0.04724 0.250890 ‐0.19 0.8509 JMK
(4)
7. Persamaan Jumlah Giro Masyarakat di Bank Umum: JG
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation
Model JG Dependent Variable JG Label JG
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 5.948E17 1.983E17 64.98 <.0001 Error 170 5.187E17 3.051E15
Corrected Total 173 9.764E17
Root MSE 55239820.5 R‐Square 0.53416 Dependent Mean 79538080.2 Adj R‐Sq 0.52594 Coeff Var 69.45078
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 ‐4.755E7 15900991 ‐2.99 0.0032 Intercept PDRB2 1 0.038752 0.013154 2.95 0.0037 PDRB2 PDRB3 1 0.049219 0.033373 1.47 0.1421 PDRB3 PDRB4 1 0.233245 0.059647 3.91 0.0001 PDRB4
8. Persamaan Produk Domestik Regional Bruto sektor Pertanian: PDRB1
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation
Model PDRB1
Dependent Variable PDRB1 Label PDRB1
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 1.492E19 3.731E18 32.56 <.0001 Error 169 1.936E19 1.146E17
Corrected Total 173 3.421E19
Root MSE 338499878 R‐Square 0.43524 Dependent Mean 905752818 Adj R‐Sq 0.42188 Coeff Var 37.37221
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 ‐2.206E8 1.0679E8 ‐2.07 0.0404 Intercept KBPR 1 0.494009 0.608568 0.81 0.4181 KBPR KKSP 1 ‐343.948 848.7044 ‐0.41 0.6858 KKSP JP 1 133.7567 238.3742 0.56 0.5755 JP JAK 1 1934.171 559.3290 3.46 0.0007 JAK
(5)
9. Persamaan Produk Domestik Regional Bruto sektor Industri: PDRB2
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation
Model PDRB2
Dependent Variable PDRB2 Label PDRB2
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 2.024E19 6.745E18 6.09 0.0006 Error 170 1.884E20 1.108E18
Corrected Total 173 1.936E20
Root MSE 1052742248 R‐Square 0.09699 Dependent Mean 768234630 Adj R‐Sq 0.08105 Coeff Var 137.03395
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 9.7839E8 3.2421E8 3.02 0.0029 Intercept KKSP 1 9485.553 2372.867 4.00 <.0001 KKSP JP 1 ‐433.846 712.5190 ‐0.61 0.5434 JP JAK 1 ‐615.925 1688.620 ‐0.36 0.7158 JAK
10. Persamaan Produk Domestik Regional Bruto sektor Perdagangan: PDRB3
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation
Model PDRB3 Dependent Variable PDRB3 Label PDRB3
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 3.562E18 1.187E18 5.14 0.0020 Error 170 3.927E19 2.31E17
Corrected Total 173 3.748E19
Root MSE 480637146 R‐Square 0.08316 Dependent Mean 597804917 Adj R‐Sq 0.06698 Coeff Var 80.40033
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 2.4149E8 1.4743E8 1.64 0.1033 Intercept KUK 1 1.602115 0.510168 3.14 0.0020 KUK JP 1 ‐173.847 325.3113 ‐0.53 0.5938 JP JAK 1 403.1822 779.1480 0.52 0.6055 JAK
(6)
11. Persamaan Produk Domestik Regional Bruto sektor Jasa: PDRB4
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two‐Stage Least Squares Estimation
Model PDRB4 Dependent Variable PDRB4 Label PDRB4
Analysis of Variance Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 5.557E17 1.852E17 23.88 <.0001 Error 170 1.319E18 7.756E15
Corrected Total 173 2.073E18
Root MSE 88067982.0 R‐Square 0.29649 Dependent Mean 291074845 Adj R‐Sq 0.28407 Coeff Var 30.25613
Parameter Estimates
Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 1.1427E8 25018509 4.57 <.0001 Intercept KBPR 1 0.531931 0.157265 3.38 0.0009 KBPR KUK 1 0.314397 0.105223 2.99 0.0032 KUK JP 1 72.24406 27.30041 2.65 0.0089 JP