Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Penelitian
116 berada di tepi jalan raya nasional dan mengalami pasang surut terutama pada
periode krisis moneter tahun 1997, namun demikian usaha ini berhasil melewati masa sulit tersebut dan terus berkembang hingga sekarang. Karena adanya budaya
lokal yang lekat dengan pesantren, usaha kecil disini umumnya kurang berinisiatif dan kurang dekat dengan lembaga bank. Namun apabila pihak perbankan cukup
aktif untuk melayani kelompok ini, maka alternatif pembiayaan lainnya dari bank masih dapat dilakukan.
Untuk wilayah Kabupaten Magelang, usaha kecil yang ada telah berkembang sejak lama. Pada periode tahun 1960-an telah berkembang usaha
kecil makanan olahan terutama yang berbasis bahan baku lokal dari ketela pohon singkong dan lainnya, mulai dari: getuk, ceriping ketela, ceriping getuk, slondok
ketela, ceriping pisang, kripik tempe, krupuk rambak, dan rengginang ketan. Usaha kecil ini tersebar di beberapa perdesaan di wilayah kecamatan, seperti:
Tegalrejo, Grabag, Candimulyo, Secang, Mertoyudan, dan Borobudur. Usaha kecil ini terus berkembang hingga sekarang dan telah menjadi salah satu ikon
produk makanan khas dari Magelang. Pada awalnya sumber pembiayaan dari bank berupa kredit umumnya diperoleh dari Bank Pasar BP yang kemudian
diikuti bank umum seperti BRI Unit. Sedangkan usaha kecil lainnya dibawah binaan dinas terkait memperoleh memperoleh pinjaman dari program, yang
kemudian berkembang menjadi kredit bergulir revolving funds dari program dinas terkait dan Program Kemitraan Bina Lingkungan PKBL dari Badan Usaha
Milik Negara BUMN yang saat ini sebagian juga telah berkembang menjadi program Corporate Social Responsibility CSR dari BUMN.
117 Sedangkan usaha kecil di wilayah Jogonalan dan Ngawen di Kabupaten
Klaten juga telah berkembang sejak lama. Untuk produk krupuk rambak di Jogonalan telah ada sejak tahun 1970-an hingga berkembang sekarang ini, karena
antara lain diuntungkan dengan lokasinya yang berada di tepi jalan raya Solo – Yogyakarta dan rel kereta api lintas selatan, sehingga pemasaran produk ke
Yogyakarta dan daerah lainnya menjadi sangat mudah dan menguntungkan. Untuk produk mie soun di Ngawen telah ada sejak awal tahun 1960-an,
yang berawal dari pekerja yang berkerja pabrik soun di Klaten kota. Pabrik soun di kota tutup dan pekerja kemudian merintis usaha mie soun sendiri di wilayah
Ngawen dan terus berkembang hingga sekarang ini, terutama sejak krisis moneter tahun 1997. Pada awalnya usaha mie soun yang pemasaran hingga Jawa Timur
ini, tidak dilirik sama sekali oleh perbankan bahkan pengusaha mie soun ini sulit sekali untuk mendapat kredit, walaupun usahanya sangat feasible. Namun setelah
krisis moneter, beberapa bank mulai mendatangi pengusaha mie soun dan menawarkan kredit, ini dilakukan antara lain karena ketika krisis moneter terjadi
usaha ini masih tetap bertahan dan bahkan beberapa usaha kecil justru lebih berkembang.