Dampak Kombinasi Simulasi Kebijakan
197 pengolahan, perdagangan, dan jasa-jasa ditingkat kabupaten di wilayah Provinsi
Jawa Tengah diharapkan akan meningkat. Dari hasil analisis pada model keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah
seperti ditunjukkan pada Tabel .
29 terlihat bahwa kredit dari koperasi simpan pinjam KKSP mempunyai pengaruh signifikan terhadap peningkatan Produk
Domestik Regional Bruto sektor industri pengolahan PDRB2, dengan elastisitas yang cukup sebesar 0.6023. Nilai ini menunjukkan bahwa kredit kecil dari
koperasi simpan pinjam mampu meningkatkan kegiatan ekonomi wilayah kabupaten di provinsi Jawa Tengah, walaupun responnya cukup elastis.
Sementara untuk Kredit Usaha Kecil KUK dari bank umum juga menunjukkan pengaruh signifikan terhadap peningkatan Produk Domestik
Regional Bruto sektor perdagangan PDRB3, dengan elastisitas yang cukup sebesar 0.5436. Ini menunjukkan bahwa kredit usaha kecil KUK dari bank
umum juga mampu memberikan peningkatan terhadap kegiatan ekonomi wilayah kabupaten di provinsi Jawa Tengah, dengan respon cukup elastis. Kredit Usaha
Pedesaan Kupedes dari BRI Unit, termasuk dalam kategori kredit usaha kecil dari bank umum.
Untuk kredit dari bank perkreditan rakyat KBPR dan kredit usaha kecil KUK dari bank umum, juga menunjukkan pengaruh signifikan terhadap
peningkatan Produk Domestik Regional Bruto sektor jasa PDRB4, namun elastisitas yang kecil masing-masing sebesar 0.1279 dan 0.2037. Hasil ini
menunjukkan kredit dari BPR dan kredit usaha kecil dari bank umum juga memberikan peningkatan terhadap perekonomian wilayah, namun dengan respon
yang inelastis.
198 Sedangkan kredit dari Bank Perkreditan Rakyat KBPR dan pinjaman
kredit dari koperasi simpan pinjam KKSP, tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap peningkatan Produk Domestik Regional Bruto sektor
pertanian PDRB1. Tidak adanya pengaruh signifikan pada PDRB1 ini diduga karena kredit di sektor pertanian selama ini lebih banyak didominasi oleh kredit-
kredit program yang umumnya lebih sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Kondisi ini terjadi karena petani sebagai pelaku usaha di sektor pertanian pada
umumnya masih belum bankable, salah satunya karena terbatasnya agunan atau jaminan yang dimiliki petani, sedangkan perbankan umumnya meminta agunan
sebagai syarat utama untuk mendapatkan kredit. Secara historis kredit program di sektor pertanian ini telah berjalan cukup lama sejak awal tahun 1970-an.
Menurut Nurmanaf 2007, adanya pembiayaan berupa kredit program yang difasilitasi oleh pemerintah secara terus menerus dan jangka waktu lama di
perdesaan ini membuat petani “ tidak mengenal” sistem kredit komersial sehingga aksesibilitas sebagian besar petani terhadap lembaga pembiayaan formal sangat
rendah. Kenyatan ini menjadikan sebagian besar petani lebih akrab dengan sumber-sumber pembiayaan informal seperti pedagang sarana produksi dan hasil
produksi, pelepas uang, dan kelompok lainnya. Karena itu menurut Ashari 2009a, pelibatan dan keikutsertaan lembaga keuangan mikro di perdesaan untuk
menyalurkan dana program ke masyarakat akan dapat membawa keuntungan, 1 biaya yang relatif murah, 2 dana program tetap utuh dan dapat berkembang, dan
3 mendidik masyarakat untuk mengenal lembaga keuangan dan mendapat akses ke lembaga keuangan.
199