193 meningkat 22.23 persen, dan pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar
meningkat 14.43 persen. Pada skenario ini simulasi yang dilakukan pada tiga variabel sekaligus, memberikan dampak yang besar terhadap semua variabel
endogen lainnya, seperti terlihat pada tabel 40. Tabel
40. Persentase Perubahan Nilai Rata-Rata Variabel Endogen Akibat
Kombinasi Simulasi 2, Simulasi 5, dan Simulasi 6 No Variabel
Endogen Nilai
Dasar Nilai Hasil
Simulasi 10 Perubahan
1 Pengambilan Kredit PKM 16 282 049
32 564 098 100.00
2 Modal Usaha MOUS 31 887 605
48 172 222 51.07
3 Penggunaan Bahan Baku PBM 233 910 000
272 940 000 16.69
4 Penggunaan Tenaga Kerja PTK 27 517 423
33 633 436 22.23
5 Penggunaan Bahan Bakar PBB 17 275 175
19 768 741 14.43
6 Total Biaya Produksi TBP 278 700 000
326 350 000 17.10
7 Penerimaan Usaha PENU 382 730 000
464 440 000 21.35
8 Pendapatan Usaha PEND 104 030 000
138 100 000 32.75
9 Tabungan TABS 4 871 744
5 081 351 4.30
10 Konsumsi PKON 22 357 864
22 999 360 2.87
11 Pengeluaran Pend. Sos. PPKS 6 204 833
6 808 277 9.73
Keterangan Simulasi 10: Kenaikan Pengambilan Kredit sebesar 100 persen,
Kenaikan Harga Jual Produk sebesar 10 persen, dan Perluasan Daerah Pemasaran Produk Hingga Wilayah
Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan Sekitarnya
7.1.7. Rekapitulasi Simulasi
Kebijakan
Untuk memberikan gambaran simulasi kebijakan yang telah dibuat, akan disajikan rangkuman atau rekapitulasi yang merupakan ikhtisar dari seluruh
simulasi kebijakan melalui tabel 41. Dari tabel tersebut terlihat bahwa delapan simulasi kebijakan yaitu: 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, dan 10 merupakan simulasi pilihan
untuk melakukan kebijakan. Hal ini berarti delapan alternatif kebijakan tersebut akan memberikan dampak kenaikan terhadap seluruh variabel endogen, yaitu:
pengambilan kredit, modal usaha, penggunaan bahan baku, penggunaan tenaga kerja, penggunaan bahan bakar, total biaya produksi, penerimaan usaha,
pendapatan usaha, pengeluaran pendidikan dan sosial, tabungan, dan konsumsi.
194
195 Apabila tujuan utama kebijakan yang ingin dicapai adalah untuk
meningkatkan nilai rata-rata variabel endogen pengambilan kredit oleh usaha kecil, maka alternatif kebijakan simulasi 1 dan simulasi 3 yaitu penurunan suku
bunga kredit sebesar 20 persen, dan perubahan sumber kredit dari non bank menjadi sumber kredit dari bank, adalah merupakan pilahan yang terbaik, yaitu
akan meningkatkan pengambilan kredit oleh usaha kecil masing-masing sebesar 25.45 persen dan 63.41 persen. Alternatif ini sangat erat berkaitan dengan
kebijakan di bidang moneter khususnya perbankan. Sedangkan apabila tujuan utama kebijakan yang ingin dicapai adalah
untuk meningkatan nilai rata-rata variabel endogen penerimaan usaha dan pendapatan usaha, serta maka seluruh variabel endogen lainnya, maka alternatif
kebijakan pilihannya adalah simulasi 9 dan 10. Simulasi 9 kenaikan pengambilan kredit sebesar 100 persen, perubahan dummy wilayah pemasaran hingga Jawa
Timur, Jawa Barat, dan Jakarta sekitarnya, akan meningkatkan penerimaan usaha sebesar 20.65 persen dan meningkatkan pendapatan usaha sebesar 30.18 persen.
Simulasi 10 kenaikan pengambilan kredit sebesar 100 persen, kenaikan harga jual produk sebesar 10 persen, dan perubahan dummy wilayah pemasaran
hingga Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jakarta sekitarnya, akan meningkatkan penerimaan usaha sebesar 21.35 persen dan meningkatkan pendapatan usaha
sebesar 32.75 persen. Alternatif kebijakan pada simulasi 9 dan simulasi 10 ini erat berkaitan dengan kebijakan di perbankan, penciptaan iklim usaha yang kondusif,
dan kelembagaan pemasaran. Karena itu kebijakan simultan ini memerlukan koordinasi yang baik antar kementerian terkait dan pihak perbankan, sehingga
implementasi kebijakan di lapangan dapat dirasakan langsung oleh usaha kecil.
196
7.2. Model Keterkaitan Kredit dan Ekonomi Wilayah
Model ini pada dasarnya digunakan untuk melihat pengaruh kredit mikro dan kecil dari lembaga kuangan mikro terhadap perekonomian wilayah kabupaten
di provinsi Jawa Tengah. Peranan kredit mikro dan kecil yang disalurkan oleh bank meliputi bank umum, BRI-Unit, dan bank perkreditan rakyat, serta koperasi
simpan pinjam KSP di masing-masing kabupaten, secara makro-regional akan memberikan dampak terhadap perekonomian wilayah yaitu meningkatnya Produk
Domestik Regional Bruto PDRB di sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan jasa-jasa pada tingkat kabupaten.
Dampak makro dari kredit terhadap ekonomi wilayah ini merupakan salah satu bentuk transmisi kebijakan moneter ke sektor riil melalui jalur kredit.
Mekanisme ini dimulai dengan adanya kebijakan kuantitatif yang longgar dari bank sentral di pasar uang, misalnya melalui operasi pasar terbuka open market
operation , sehingga likuiditas bank dari sisi kredit aset menjadi lebih longgar
dan kredit mikro dan kecil yang disalurkan oleh perbankan, dalam bentuk modal kerja dan investasi tersedia lebih banyak. Kredit mikro dan kecil dari perbankan
ini bila diserap oleh pelaku usaha di sektor riil dalam bentuk pengambilan kredit, akan memberikan tambahan modal kerja dan investasi bagi pelaku usaha,
sehingga akan bisa meningkatkan nilai penjualan omset usaha tahunan seperti yang terlihat pada Model Usaha Kecil pada sub-bab 6.1.5. Selanjutnya
peningkatan omset penjualan tahunan dari pelaku usaha ini, pada tingkat agregat regional akan mendorong peningkatan kegiatan ekonomi secara sektoral pada
lapangan usaha pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan jasa-jasa, sehingga Produk Domestik Regional Bruto PDRB sektor: pertanian, industri
197 pengolahan, perdagangan, dan jasa-jasa ditingkat kabupaten di wilayah Provinsi
Jawa Tengah diharapkan akan meningkat. Dari hasil analisis pada model keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah
seperti ditunjukkan pada Tabel .
29 terlihat bahwa kredit dari koperasi simpan pinjam KKSP mempunyai pengaruh signifikan terhadap peningkatan Produk
Domestik Regional Bruto sektor industri pengolahan PDRB2, dengan elastisitas yang cukup sebesar 0.6023. Nilai ini menunjukkan bahwa kredit kecil dari
koperasi simpan pinjam mampu meningkatkan kegiatan ekonomi wilayah kabupaten di provinsi Jawa Tengah, walaupun responnya cukup elastis.
Sementara untuk Kredit Usaha Kecil KUK dari bank umum juga menunjukkan pengaruh signifikan terhadap peningkatan Produk Domestik
Regional Bruto sektor perdagangan PDRB3, dengan elastisitas yang cukup sebesar 0.5436. Ini menunjukkan bahwa kredit usaha kecil KUK dari bank
umum juga mampu memberikan peningkatan terhadap kegiatan ekonomi wilayah kabupaten di provinsi Jawa Tengah, dengan respon cukup elastis. Kredit Usaha
Pedesaan Kupedes dari BRI Unit, termasuk dalam kategori kredit usaha kecil dari bank umum.
Untuk kredit dari bank perkreditan rakyat KBPR dan kredit usaha kecil KUK dari bank umum, juga menunjukkan pengaruh signifikan terhadap
peningkatan Produk Domestik Regional Bruto sektor jasa PDRB4, namun elastisitas yang kecil masing-masing sebesar 0.1279 dan 0.2037. Hasil ini
menunjukkan kredit dari BPR dan kredit usaha kecil dari bank umum juga memberikan peningkatan terhadap perekonomian wilayah, namun dengan respon
yang inelastis.