Permintaan Kredit Usaha Kecil Dan Kebutuhan Kredit

57 keluaran P . Model persamaan ini secara teori dapat digunakan untuk menganalisis beberapa bentuk fungsi produksi, dengan asumsi tersendiri. Kebutuhan tambahan modal bagi kegiatan produksi usaha kecil dapat pula berasal dari pendapatan bersih usaha dari periode-periode sebelumnya. Pendapatan bersih usaha ini merupakan sumber cadangan dana modal secara internal sebagai komponen utama pembentukan modal capital formation bagi usaha kecil dalam bentuk tabungan, pembelian dan peningkatan alat-alat produksi, serta menjadi sumber dana untuk pengeluaran pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Hal ini terjadi karena usaha kecil yang sebagian besar berada di wilayah perdesaan umumnya belum mampu memisahkan secara tegas pengeluaran untuk kebutuhan produksi, investasi dan konsumsi Rachmina, 1994. Pada saat yang bersamaan apabila kebutuhan tersebut harus dipenuhi maka prioritas lebih condong untuk membiayai pengeluaran pendidikan dan kesehatan bagi keluarganya, serta pengeluaran untuk kebutuhan sosial kemasyarakatan sumbangan kematian, hajatan, pembangunan sarana umum dan tempat ibadah, yang sebenarnya juga merupakan investasi jangka panjang menguntungkan bagi pengembangan sumberdaya manusia dan modal sosial di masyarakat. Bagi usaha kecil tambahan modal usaha yang diperoleh dari kredit akan menjadi komponen modal usaha untuk menambah pembelian masukan input produksi berupa bahan baku utama dan bahan baku pendamping. Salah satu faktor yang menentukan dalam jumlah penggunaan masukan produksi adalah harga per satuan masukan, apabila harga masukan turun maka jumlah masukan yang digunakan akan bertambah. Selanjutnya penggunaan bahan baku ini dalam proses produksi akan meningkatan kapasitas produksi atau keluaran produk atau output 58 sehingga akan penerimaan usaha total produk meningkat pula. Penerimaan usaha juga akan meningkat apabila harga jual produk meningkat. Pada proses inilah fungsi produksi, fungsi biaya, dan fungsi penerimaan secara bersama-sama akan menghasilkan fungsi keuntungan yang merupakan keuntungan bersih usaha atau surplus usaha π, yaitu penerimaan usaha setelah dikurangi biaya produksi. Secara sederhana pembentukan surplus usaha dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: π t = TR t-1 – TC t-1 ................................................................................ 22 dimana : π t = surplus usaha pada periode t TR t-1 = total penerimaan pada periode t sebelumnya TC t-1 = total biaya produksi pada periode t sebelumnya Adanya asumsi bahwa pelaku usaha kecil yang pada umumnya masih belum mampu memisahkan secara tegas antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan usaha kecil, serta asumsi bahwa modal usaha yang dimiliki oleh usaha kecil masih terbatas, maka tambahan modal dari luar non equity capital berupa kredit sangat diperlukan untuk menciptakan keuntungan usaha surplus yang lebih besar.

3.1.2.3. Kondisi Pasar Kredit Mikro dan Kecil

Ada dua macam pasar kredit di perdesaan, yaitu 1 pasar kredit informal yang sangat fleksibel dan mudah diakses, 2 dan pasar kredit formal yang mengikuti mekanis pasar Syukur et al., 2003. Menurut Ray 1998, masih adanya tingkat bunga yang tinggi terutama pada di pasar kredit mikro dan kecil pasar kredit informal, terjadi karena pemberi pinjaman memiliki kekuatan monopoli eksklusif atas peminjam, sehingga dapat menetapkan tingkat bunga 59 yang lebih tinggi untuk suatu pinjaman dibanding dengan tingkat bunga pada kredit komersial lainnya yang lebih kompetitif. Secara empiris ini terjadi karena pasar kredit ini tersegmentasi dan pihak pemberi pinjaman memiliki “monopoli lokal’ atas peminjam secara terbatas. Selain itu secara teoritis berkaitan dengan risiko dalam kredit. Risiko kredit macet di pasar kredit ini terjadi karena peminjam mungkin macet dalam pembayaran bunga, atau sebagian dan bahkan seluruh jumlah kredit yang dipinjam. Risiko ini bersumber, 1 dari risiko kredit macet yang tidak disengaja, seperti: gagal panen, pengangguran, sakit, atau kematian, sehingga peminjam mungkin tidak memiliki cukup uang saat pinjaman jatuh tempo, 2 ada risiko kredit macet yang mungkin disengaja secara strategis, dimana peminjam mengambil uang itu dan lari, atau bersikeras tetap menolak untuk membayar, terjadi karena hukum tidak kuat atau berfungsi sangat lemah. Selanjutnya secara sederhana dapat dijelaskan, ada probabilitas p eksogen dari kegagalan pada setiap dana yang dipinjamkan. Persaingan antara pemberi pinjaman dalam mengendalikan tingkat bunga kredit ke titik di mana masing- masing pemberi pinjaman, rata-rata memperoleh keuntungan yang diharapkan sama dengan nol setara kredit komersial bank formal. Diasumsikan pasar kredit adalah kompetitif. Misalkan L adalah jumlah total dana yang dipinjamkan, sedangkan r adalah tingkat bunga komersial formal opportunity cost, dan i adalah tingkat bunga kredit mikro dan kecil informal. Karena hanya sebagian dari p pinjaman akan dilunasi tidak terjadi kredit macet, maka keuntungan pemberi pinjaman yang diharapkan adalah p 1 + i L - 1 + r L. L = jumlah dana yang dipinjamkan jumlah kredit p = probabilitas kredit macet 1 adalah tidak terjadi kredit macet r = tingkat bunga kredit komersial formal opprtunity cost pemberi 60 pinjaman i = tingkat bunga kredit mikro dan kecil informal Kondisi laba nol menyiratkan nilai ini harus nol dalam keseimbangan, yaitu, p 1 + iL - 1 + rL = 0 atau i = 1 1 − + p r Ketika p = 1, yaitu kondisi tidak ada risiko kredit macet, dimana i = r, tingkat bunga komersial formal atau i sama dengan tingkat bunga kredit mikro dan kecil formal atau r. Namun, jika p 1, maka i r, yaitu tingkat bunga kredit mikro dan kecil akan meningkat lebih tinggi untuk menutupi terjadinya risiko kredit macet default. Contoh, apabila tingkat bunga kredit komersial formal r sebesar 10 persen per tahun dan peluang terjadinya kredit macet sebesar 20 persen, sehingga p = 0.8. Maka akan menghasilkan nilai tingkat bunga i kredit mikro dan kecil informal sebesar 37.5 persen. Jelaslah, pada kondisi pasar kredit yang kompetitif, maka tingkat bunga kredit mikro dan kecil informal akan sangat sensitif terhadap risiko kredit macet default. Seringkali untuk menjaga agar tingkat bunga kredit mikro dan kecil tidak terlalu besar, maka kredit macet diupayakan sebesar 5 persen. Ini merupakan aspek penting dari realitas pasar kredit mikro dan kecil terutama di perdesaan dan adanya risiko kredit macet. Di pasar kredit terutama di negara maju, risiko ini secara substansial menjadi lebih rendah, terutama karena telah berkembangnya dengan baik sistem hukum yang memaksa berlakunya kontrak pinjaman akad kredit dan banyak pinjaman yang dijamin. Tidak adanya jaminan hukum standar yang kuat, akan memunculkan fitur yang membentuk beberapa karakteristik unik dari pasar kredit mikro dan kecil informal. 61 Karena itu untuk mengatasi adanya kredit macet, terutama pada kredit mikro dan kecil di perdesaan perlu diperhatikan beberapa faktor: 1. Ukuran dan Penggunaan Pinjaman: jumlah kredit yang besar akan menyebabkan risiko kredit macet yang lebih besar pula, karena hal ini berkaitan dengan peluang peminjam untuk memperoleh kesempatan meninggalkan tempat usaha lama, karena jumlah pinjaman yang besar tadi. Selain itu jenis pinjaman juga berperanan terhadap terjadinya kredit macet, jika pinjaman tersebut bisa digunakan peminjam untuk secara permanen menempatkan dalam situasi, di mana peminjam tidak pernah meminjam lagi, maka risiko kredit macet semakin besar. Misalnya, seorang buruh di perdesaan meminjam sejumlah dana sehingga dapat bermigrasi ke kota dan punya usaha kecil di sana, maka risiko kredit macet akan makin besar. Karena itu seringkali terjadi jumlah kredit mikro dan kecil di wilayah perdesaan yang diberikan relatif kecil dan umumnya hanya diperuntukkan bagi kegiatan usaha rutin modal kerja atau konsumsi saja. 2. Agunan Jaminan: rasa takut akan terjadinya kredit macet juga menciptakan kecenderungan bagi pemberi pinjaman untuk meminta jaminan, selama dimungkinkan. Agunan bisa dalam berbagai bentuk, tanah dapat diagunkan sebagai jaminan ke pemberi pinjaman, dan hak untuk menggunakan hasil dari lahan oleh pemberi pinjaman selama pinjaman berlangsung ijon. Pada dasarnya, agunan terdiri dari dua jenis, a agunan yang oleh kedua belah pihak, yaitu pemberi pinjaman dan peminjam dianggap sangat bernilai, agunan jenis ini bernilai bagi kedua belah pihak memiliki keuntungan tambahan guna menutup pemberi pinjaman terhadap standar paksa apabila terjadi kredit macet, 62 b agunan yang dianggap oleh peminjam sangat bernilai, tetapi oleh pemberi pinjaman tidak dianggap bernilai tinggi, agunan ini bagi pemberi pinjaman tidak terlalu diperhatikan dan akan dijual dengan harga yang kurang baik jika peminjam gagal membayar pinjaman, sementara bagi peminjam sangat bernilai historis atau sentimentil misalnya: tanah warisan, dan karenanya akan berusaha membayar kembali pinjamannya bahkan apabila tingkat bunga yang harus dibayarkan sangat tinggi sekalipun. 3. Penjatahan Kredit credit rationing: adalah situasi di mana pada tingkat bunga kredit yang berlaku di psar kredit, peminjam ingin memperoleh pinjaman dana lebih banyak, tetapi tidak diijinkan atau disetujui oleh pemberi pinjaman. Penjatahan kredit ini umumnya berkaitan dengan adanya informasi yang asimetris asymmetric information. Tidak semua peminjam memiliki risiko yang sama, ada peminjam berisiko tinggi dan ada peminjam berisiko rendah. Resiko pinjaman dapat bervariasi secara signifikan dari satu peminjam ke peminjam yang lain. Risiko ini berkorelasi dengan karakteristik peminjam yang diamati pemberi pinjaman seperti: kepemilikan aset, omset, atau akses pemasaran, namun secara substansial juga tergantung pada kualitas dari karakteristik peminjam lainnya, yang tidak diamati oleh pemberi pinjaman seperti: keterampilan, ketajaman mental dalam menghadapi krisis, kualitas manajemen, dan sebagainya. Ketika terlihat karakteristik yang diamati itu berisiko tinggi, pemberi pinjaman dapat mengenakan tingkat bunga yang sesuai untuk menutup risiko tersebut. Namun, bila ada karateristik peminjam yang tidak diamati dianggap berisiko tinggi oleh pemberi pinjaman, maka akan ada tambahan dimensi baru untuk transaksi pasar kredit tersebut. 63 Dimensi baru ini mungkin menimbulkan situasi di mana pada tingkat bunga yang ditetapkan, pemberi pinjaman cenderung tidak bersedia untuk memenuhi permintaan dana sebesar yang diinginkan oleh peminjam, sehingga pemberi pinjaman akan cenderung melakukan penjatahan kredit credit rationing. Kecilnya jumlah pinjaman yang diberikan ini pada akhirnya dapat memperbesar munculnya kredit macet oleh peminjam.

3.2. Kinerja Usaha Kecil

Dalam kegiatan manajemen produksi istilah kinerja seringkali dipergunakan secara bergantian dengan efisiensi dan produktivitas. Namun demikian terdapat perbedaan yang cukup mendasar secara teknis. Efisiensi dan produktivitas lebih menunjukkan kepada ratio keluaran output terhadap masukan input, sedangkan kinerja menunjukkan pengertian lebih luas dari efisiensi dan produktivitas Adam dan Ronald, 1986. Istilah produktivitas berasal dari kata produk yang berarti barang atau jasa, sehingga merupakan ukuran dari seluruh keluaran produksi dibagi masukan produksi. Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance. Kinerja dapat diartikan sebagai keluaran yang dihasilkan oleh fungsi atau indikator suatu pekerjaan dalam waktu tertentu. Dalam kegiatan usaha kecil, pekerjaan adalah aktivitas memproduksi suatu barang dengan menggunakan bahan baku, tenaga kerja dan ketrampilan tertentu. Suatu pekerjaan mempunyai sejumlah fungsi atau indikator yang dapat digunakan untuk mengukur hasil pekerjaan tersebut Wirawan, 2009. Karena itu kinerja dari kegiatan usaha kecil dapat diukur secara luas, baik dengan ukuran finansial maupun ukuran non finansial. 64 Menurut Radnor dan Barnes, 2007, dalam manajemen operasi dari suatu usaha kecil pengukuran kinerja usaha antara lain mengacu pada langkah di tingkat perluasan broadening dari unit analisis dan kedalaman deepening ukuran kinerja usaha. Hal ini akan memberikan gambaran tidak hanya secara kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif dari usaha kecil, sehingga dapat mendukung perkembangan secara kualitatif dan meningkatkan daya saing competitiveness dari usaha kecil. Ukuran kinerja usaha ini seringkali merupakan sekumpulan pengharapan yang diekspresikan sebagai sekumpulan sasaran yang dapat dirumuskan dalam bentuk hasil penjualan, keuntungan usaha, pangsa pasar, pengembangan hasil produksi, penurunan biaya, atau sasaran lainnya Dharma, 2005. Sasaran-sasaran yang merupakan kinerja usaha ini akan diukur dalam jangka waktu tertentu dan mempunyai ukuran kuantitatif yang jelas, sehingga menjadi variabel kinerja yang secara kuantitatif mudah dan dapat diukur. Variabel Kinerja yang merupakan ukuran kinerja usaha dari suatu kegiatan produksi dapat dilihat dari tiga perspektif, 1 keluaran produksi dari kegiatan usaha terdiri dari aspek finansial dan non-finansial, 2 proses internal dari kegiatan usaha terdiri antara lain aspek inovasi produk, proses operasi produksi, pemasaran produk, dan 3 kemampuan sumberdaya terdiri dari aspek tenaga kerja, teknologi, dan organisasi. Pada perspektif yang pertama yaitu keluaran produksi dari kegiatan usaha, variabel kinerja finansial biasanya diukur dengan indikator : penerimaan usaha, keuntungan usaha, pertumbuhan usaha, pangsa pasar, dan ratio keuangan. Sedangkan variabel kinerja non finansial bisa dilihat dari tiga sisi, 1 konsumen, 65 antara lain terdiri: harga produk, tipe pasar, kualitas produk, distribusi dan waktu antar produk, tingkat pembelian ulang, 2 masyarakat dan pemerintah, terdiri: keterlibatan terhadap komunitas kepedulian sosial, tingkat limbah, umpan balik masyarakat, dan regulasi pemerintah, dan 3 pemasok bahan baku, terdiri: lokasi pemasok dan ukuran pemasok Wibisono, 2006. Variabel kinerja finansial seringkali menjadi fokus perhatian bagi pihak internal perusahaan sebagai ukuran keluaran produksi dari kegiatan usaha. Perspektif Kinerja Usaha Indikator Kinerja Usaha Sumber: Wibisono, 2006 Gambar 3. Ukuran Kinerja Dalam Suatu Kegiatan Produksi Output Produksi Proses Internal Kemampuan Sumberdaya Ukuran Kinerja Usaha Kinerja finansial: - Penerimaan usaha - Keuntungan usaha - Pertumbuhan usaha - Pangsa pasar - Ratio keuangan Kinerja non-finansial: - Konsumen : harga, kualitas, tipe pasar,distribusi - Masyarakat Pemerintah: tingkat limbah, regulasi - Pemasok : ukuran lokasi Inovasi Proses Produksi Tenaga Kerja Organisasi Penggunaan Teknologi 66 Sedangkan variabel kinerja non finansial biasanya menjadi perhatian pelanggan masyarakat dan pemerintah. Pengelolaan variabel kinerja finansial maupun non finansial ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan stakeholder, dimana kebutuhan tersebut dapat berbeda bahkan seringkali membutuhkan trade-off memenuhi yang satu dengan mengorbankan yang lain bagi perusahaan untuk memenuhinya Wibisono, 2006. Karena itu variabel kinerja yang menjadi indikator kinerja bagi usaha kecil juga bisa berbeda, tergantung kebutuhannya. Terdapat perubahan orientasi dari perusahaan dalam hal indikator kinerja, dimana diketahui bahwa penentuan indikator kinerja bersifat dinamis terutama karena kebutuhan konsumen yang terus berubah. Secara ringkas gambaran tentang perspektif kinerja usaha dalam suatu kegiatan produksi dapat dilihat pada Gambar 3. Beberapa indikator yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah sering pula dijadikan ukuran untuk menilai kinerja usaha kecil yaitu, 1 undang-undang No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menggunakan indikator, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil asset dan hasil penjualan omset tahunan untuk menilai usaha kecil, 2 Badan Pusat Statistik BPS menggunakan indikator jumlah tenaga kerja, 3 Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah UKM menggunakan indikator, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil asset dan hasil penjualan omset tahunan, 4 Bank Indonesia menggunakan indikator, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil asset, hasil penjualan omset tahunan, pelaku usaha, sifat usaha, tingkat penggunaan sumberdaya lokal, tingkat teknologi dan kemudahan keluar masuk 67 industri barrier to entry and exit, dan 5 Bank Dunia menggunakan indikator, jumlah tenaga kerja, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil asset, dan hasil penjualan omset tahunan. Indikator-indikator dari berbagai lembaga nasional dan internasional ini cukup beragam, karena disamping menilai kinerja internal usaha yang meliputi keluaran produksi, proses produksi, dan kemampuan sumber daya, juga bisa digunakan untuk menilai kinerja sektoral usaha tersebut.

3.3. Lembaga Keuangan Mikro Dan Ekonomi Wilayah

Ekonomi wilayah merupakan salah satu cabang kajian ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya memasukkan unsur perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lain. Kajian ekonomi yang memasukkan unsur-unsur perbedaan potensi wilayah pada dasarnya digunakan untuk mencapai tujuan utama pokok kebijakan ekonomi yang menyangkut: 1 pertumbuhan ekonomi, dan 2 full employment setidaknya terjadi tingkat pengangguran yang rendah Tarigan, 2006. Pengertian lebih spesifik dari wilayah dalam ekonomi wilayah ini adalah ekonomi yang berada di bawah suatu daerah administrasi tertentu, misalnya kabupaten. Sehingga wilayah disini merupakan pembagian daerah administratif dalam suatu pemerintahan, atau merupakan wilayah administrasi Arsyad, 1999. Dalam kajian utama pada pertumbuhan ekonomi, indikator utama yang digunakan adalah produk domestik regional bruto PDRB sektoral yang terdiri: 1 PDRB pertanian, 2 PDRB pertambangan, 3 PDRB perindustrian, 4 PDRB listrik, air bersih, dan gas, 5 PDRB bangunan, 6 PDRB perdagangan, 7 PDRB angkutan dan komunikasi, 8 PDRB keuangan, dan 9 PDRB jasa-jasa. Karena itu kaitan antara kredit yang berasal lembaga keuangan mikro sebagai salah satu lembaga perbankan yang merupakan bagian dari alat kebijakan 68 moneter, diharapkan dapat turut serta mendorong perekonomian wilayah khususnya dalam hal pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor ekonomi. Peranan lembaga keuangan mikro dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat sebagai bagian dari peranan kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi, karena kredit sebagai produk kuangan mikro akan mendorong kegiatan produksi dan konsumsi usaha mikro dan kecil. Mula-mula sistem moneter akan terpengaruh oleh kebijakan moneter yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat bunga, kredit yang disalurkan dan jumlah uang beredar, serta investasi dan konsumsi sehingga produk domestik bruto akan terpengaruh. Pengaruh kebijakan moneter ini akan direspon perbankan dan kemudian ditransfer ke sektor riil melalui kegiatan investasi dan produksi oleh kelompok usaha kecil di berbagai sektor ekonomi.

3.3.1. Transmisi Kebijakan Moneter ke Sektor Riil

Kebijakan moneter yang dilakukan melalui mekanisme transmisi pada akhirnya akan dapat menggeser permintaan agregat, sehingga akan mengubah keseimbangan tingkat pendapatan nasional Nopirin, 2000. Terdapat beberapa jenis mekanisme transmisi kebijakan moneter, menurut Warjiyo, 2004, meliputi: 1. Saluran Uang Money Channel: mengacu pada dominasi peranan uang dalam perekonomian oleh Quantity Theory of Money Fisher,.1911, yang menggambarkan hubungan langsung yang sistematis antara pertumbuhan uang beredar dan inflasi, dalam suatu identitas persamaan: MV = PT , dimana jumlah uang beredar M dikalikan dengan tingkat perputaran uang V sama dengan jumlah transaksi ekonomi T dikalikan dengan tingkat harga P. Dalam keadaan keseimbangan, jumlah uang beredar yang digunakan oleh 69 seluruh kegiatan transaksi ekonomi MV sama dengan jumlah output nominal, dihitung dengan harga yang berlaku, yang ditransaksikan dalam ekonomi PT. Dalam konteks interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi seperti diatas, mekanisme transmisi moneter melalui saluran uang merupakan konsekuensi langsung dari proses perputaran uang dalam perekonomian. Kemudian bank sentral melakukan pengendalian uang beredar M1, M2 melalui pencapaian sasaran operasional uang primer M2. Disisi lain, bank perlu mengelola likuiditasnya dalam bentuk cadangan dana yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu bank reserves dari sisi aset dan pendanaan dari simpanan masyarakat dalam bentuk uang beredar M1, M2 dari sisi liabilities. Selanjutnya pelaku ekonomi menyimpan dan menggunakan uang beredar M1, M2 untuk kegiatan usahanya. 2. Saluran Kredit Bank Lending Channel: selain dana yang tersedia, perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri, seperti: permodalan CAR, jumlah kredit macet NPL, dan loan to deposit ratio LDR. Selain itu, tidak semua permintaan kredit debitur yang dinilai oleh bank tidak feasible , antara lain karena: tingginya ratio utang terhadap modal leverage, risiko kredit macet, moral hazard, dan sebagainya. Adanya informasi yang tidak simetris assymetric information antara bank dengan debitur seperti itu dapat menyebabkan pasar kredit tidak selalu berada dalam keseimbangan. Karena itu, fungsi intermediasi perbankan tidak selalu berjalan normal, dalam arti kenaikan simpanan masyarakat tidak selalu diikuti dengan kenaikan secara proporsional pada kredit yang disalurkan oleh perbankan. Sehingga, yang 70 lebih berpengaruh terhadap ekonomi riil adalah kredit perbankan dan bukanlah simpanan masyarakat yang tercermin dalam jumlah uang beredar. 3. Saluran Tingkat Suku Bunga Interest Rate Channel: berbeda dengan saluran uang dan saluran kredit yang mementingkan aspek kuantitas dari proses perputaran uang dalam ekonomi, saluran tingkat suku bunga lebih menekankan pentingnya aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di sektor riil. Dalam kaitan ini, kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga di sektor keuangan dan selanjutnya akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil. Dalam kaitan dengan interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan pelaku ekonomi dalam proses perputaran uang, mekanisme saluran suku bunga ada beberapa tahap, 1 kebijakan moneter dari bank sentral akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga jangka pendek SBI dan PUAB di pasar uang rupiah, selanjutnya akan mempengaruhi suku bunga deposito yang diberikan perbankan pada simpanan masyarakat dan suku bunga kredit yang dibebankan bank kepada para debiturnya, proses trasmisi suku bunga ini biasanya tidak berlangsung secara segera sehingga terdapat tenggat waktu time lag, terutama karena kondisi internal perbankan dalam manajemen aset dan kewajibannya asset and liability management , 2 transmisi suku bunga dari perbankan ke sektor riil akan tergantung pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi dan investasi dalam perekonomian, pengaruh suku bunga terhadap permintaan konsumsi ini terjadi terutama karena bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat income effect dan bunga kredit sebagai