Model Penjadwalan Penebangan Verifikasi Sistem

kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi area Kebutuhan luas ruang produksi tergantungan pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi. Metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan luas ruang produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi serta luasan untuk melaksanakan operasi. Berikut Gambar 36 merupakan tampilan halaman utama model teknis dan teknologis dan tampilan halaman isi dari model teknis teknologi pada Lampiran 22. Gambar 36. Tampilan halaman model teknis dan teknologis.

4. Model Penjadwalan Penebangan

Persoalan pedagang keliling Travelling Salesperson Problem-TSP merupakan salah satu persoalan optimasi kombinatorial jika diberikan sejumlah kota atau tempat dan biaya perjalanan dari satu kota ke kota lain. Deskripsi persoalannya adalah bagaimana menemukan rute perjalanan paling murah dari suatu kota dan mengunjungi semua kota lainnya, masingmasing kota hanya dikunjungi satu kali, dan harus kembali ke kota asal keberangkatan. Kombinasi dari semua rute perjalanan yang ada adalah faktorial dari jumlah kota. Biaya perjalanan bisa berupa jarak, waktu, bahan bakar, kenyamanan, dan sebagainya. Tipe persoalan TSP banyak muncul di beberapa persoalan aplikasi teknik yang mencakupi optimasi tampilan dari pipa saluran udara, perancangan antena feed system, pengurutan objek untuk memperoleh susunan yang tepat. Sudah banyak metode pemecahan masalah yang dikerahkan untuk menyelesaikan persoalan TSP. Persoalan TSP adalah persoalan yang sulit hard problem dipandang dari sudut komputasinya. Hingga saat ini belum ditemukan algoritma yang mangkus dalam orde polinomial untuk menyelesaikannya. Jika algoritma dengan kompleksitas dalam orde polinomial ditemukan untuk TSP, maka banyak persoalan sulit juga dapat diselesaikan dengan algoritma tersebut. Algoritma genetika merupakan teknik pencarian dan optimasi yang terinspirasi oleh prinsip dari genetika dan seleksi alam teori evolusi Darwin. Algoritma ini digunakan untuk mendapatkan solusi yang tepat untuk masalah optimasi dari satu variabel atau multi variabel. Berbeda dengan teknik pencarian konvensional, algoritma genetika bermula dari himpunan solusi yang dihasilkan secara acak. Himpunan ini disebut populasi. Sedangkan setiap individu dalam populasi disebut kromosom yang merupakan representasi dari solusi. Kromosom-kromosom berevolusi dalam suatu proses iterasi yang berkelanjutan yang disebut generasi. Pada setiap generasi, kromosom dievaluasi berdasarkan suatu fungsi evaluasi Gen dan Cheng, 1997. Setelah beberapa generasi maka algoritma genetika akan konvergen pada kromosom terbaik, yang diharapkan merupakan solusi optimal Goldberg,1989. Sebelum Pertama kali, sebelum algoritma genetika dijalankan, maka perlu didefinisikan fungsi fitness sebagai masalah yang ingin dioptimalkan. Jika nilai fitness semakin besar, maka sistem yang dihasilkan semakin baik. fungsi fitness ditentukan dengan metode heuristik. Algoritma genetika sangat tepat digunakan untuk penyelesaian masalah optimasi yang kompleks dan sukar diselesaikan dengan menggunakan metode konvensional. Sebagaimana halnya proses evolusi di alam, suatu algoritma genetika yang sederhana umumnya terdiri dari tiga operasi yaitu: operasi reproduksi, operasi crossover persilangan, dan operasi mutasi. Struktur umum dari suatu algoritma genetika dapat didefinisikan dengan langkahlangkah sebagai berikut:  Membangkitkan populasi awal secara random.  Membentuk generasi baru dengan menggunakan tiga operasi diatas secara berulang-ulang sehingga diperoleh kromosom yang cukup untuk membentuk generasi baru sebagai representasi dari solusi baru.  Evolusi solusi yang akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom hingga kriteria berhenti terpenuhi. Bila kriteria berhenti belum terpenuhi maka akan dibentuk lagi generasi baru dengan mengulangi langkah 2. beberapa kriteria berhenti yang sering digunakan antara lain:  berhenti pada generasi tertentu  berhenti setelah dalam beberapa generasi berturut-turut didapatkan nilai fitness tertinggiterendah tergantung persoalan tidak berubah.  berhenti bila dalam n generasi berikutnya tidak diperoleh nilai fitness yang lebih tinggirendah. Algoritma cepat untuk mencari suatu solusi yang mendekati solusi optimal, tetapi tidak memerlukan waktu yang lama. Algoritma genetika adalah salah satu algoritma alternatif yang dapat digunakan sebab prosesnya cepat dan memberikan hasil yang diinginkan. Selain itu, algoritma genetika juga mampu memberikan suatu solusi pada waktu kapanpun. Bagaimana algoritma genetika dapat menyelesaikan TSP yaitu solusi direpresentasikan ke dalam suatu kromosom yang berisi dari nomor urut kota-kota selain kota asal. Masing-masing nomor urut tidak boleh muncul lebih dari satu kali di dalam kromosom sehingga satu kromosom merepresentasikan satu rute perjalanan satu solusi yang valid. Dalam model ini persoalan TSP digunakan dalam penerapan penjadwalan penebangan batang kelapa sawit. Persoalan TSP digunakan untuk mendapatkan rute minimum yang akan ditempuh penebang dalam pengambilan bahan baku yang berupa batang kelapa sawit di setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di kabupaten Rokan Hulu. Rute minimum yang dihasilkan melalui persoalan TSP dapat menghasilkan solusi optimum sehingga biaya yang dikeluarkan industri dalam penjadwalan penebangan ini merupakan biaya paling minimum yang dapat dikeluarkan. Berikut merupakan contoh penyelesaian persoalan TSP yang diselesaikan dengan menggunakan algoritma genetika dengan perhitungan secara manual. Terdapat 4 buah contoh lokasi yang akan dilalui oleh seorang penebang keliling, yaitu lokasi A,B,C,D. Perjalanan dimulai dari kota A dan berakhir di kota A. Jarak antar kota diperlihatkan pada Gambar 37 dan Tabel 23 di bawah ini: Gambar 37. Graf rute penebangan Tabel 23. Jarak antar lokasi pabrik dan lokasi tebang Rute A Pabrik B PT. Toganda C PT. Eluan Mahkota D PT.Ekadura A Pabrik A 180.88 118.22 135.22 B 180.88 81.03 298.56 180.88 C 118.22 81.03 249.96 118.22 D 135.22 298.56 249.96 135.22 A 180.88 118.22 135.22 Sumber : http:www.google.comearthindex.html [23 Juni 2011] Persoalan TSP tersebut akan diselesaikan dengan menggunakan algoritma genetika. Kriteria berhenti ditentukan terlebih dahulu yaitu apabila setelah dalam beberapa generasi berturut- turut diperoleh nilai fitness yang terendah tidak berubah. Pemilihan nilai fitness yang terendah sebagai syarat karena nilai tersebut yang merepresentasikan jarak terdekat yang dicari pada persoalan TSP ini. Ada 3 kota yang akan menjadi gen dalam kromosom yaitu kota-kota selain kota asal. a. Inisialisasi Misalkan kita menggunakan 6 buah populasi dalam satu generasi, yaitu: Kromosom[1] = [B C D] Kromosom[2] = [B D C] Kromosom[3] = [C B D] Kromosom[4] = [D C B] Kromosom[5] = [C D B] Kromosom[6] = [D B C] b. Evaluasi kromosom Kita akan menghitung nilai fitness dari tiap kromosom yang telah dibangkitkan: Fitness[1] = AB + BC + CD +DA = 180.88 + 81.03 + 249.96 + 135.22 = 647.05 Fitness[2] = AB + BD + DC +CA = 180.88 + 298.56 + 249.96 + 118.22 = 847.62 Fitness[3] = AC + CB + BD +DA = 118.22 + 81.03 + 298.56 + 135.22 = 633.05 Fitness[4] = AD + DC + CB +BA = 135.22 + 249.96 + 81.03 + 180.88 = 647.05 Fitness[5] = AC + CD + DB +BA = 118.22 + 249.96 + 298.56 + 180.88 = 847.62 Fitness[6] = AD + DB + BC +CA = 135.22 + 298.56 +81.03 + 118.22 = 633.05 A B C D c. Seleksi kromosom Oleh karena pada persoalan TSP yang diinginkan yaitu kromosom dengan fitness yang lebih kecil akan mempunyai probabilitas untuk terpilih kembali lebih besar maka digunakan inverse. Q[i] = 1 Fitness[i] Q[1] = 1 647.05 = 0.0015 Q[2] = 1 847.62 = 0.0012 Q[3] = 1 633.05 = 0.0016 Q[4] = 1 647.05 = 0.0015 Q[5] = 1 847.62 = 0.0012 Q[6] = 1 633.05 = 0.0016 Total = 0.0015 + 0.0012 + 0.0016 + 0.0015 +0.0012 +0.0016 = 0.0086 Untuk mencari probabilitas kita menggunakan rumus berikut : P[i] = Q[i] Total P[1] = 0.0015 0.0086 = 0.17 P[2] = 0.0012 0.0086 = 0.14 P[3] = 0.0016 0.0086 = 0.19 P[4] = 0.0015 0.0086 = 0.17 P[5] = 0.0012 0.0086 = 0.14 P[6] = 0.0016 0.0086 = 0.19 Dari probabilitas di atas dapat terlihat bahwa kromosom ke-1 mempunyai fitness paling kecil mempunyai probabilitas untuk terpilih pada generasi selanjutnya lebih besar dari kromosom lainnya. Untuk proses seleksi kita menggunakan rouletewheel, untuk itu kita terlebih dahulu mencari nilai kumulatif dari probabilitasnya. C[1] = 0.17 C[2] = 0.17 + 0.14 = 0.31 C[3] = 0.31 + 0.19 = 0.50 C[4] = 0.50 + 0.17 = 0.67 C[5] = 0.67 + 0.14 = 0.81 C[6] = 0.81 + 0.19 = 1 Proses roulete-wheel adalah membangkitkan nilai acak R antara 0-1. Jika R[k]C[k] maka kromosom ke-k sebagai induk, selain itu pilih kromosom ke-k sebagai induk dengan syarat C[k-1] R[k] C[k]. Kita putar roulete-wheel sebanyak jumlah kromosom yaitu 6 kali membangkitkan bilangan acak R. R[1] = 0,31 R[2] = 0,11 R[3] = 0,34 R[4] = 0,74 R[5] = 0,52 R[6] = 0,41 Setelah itu, populasi baru akan terbentuk yaitu : Kromosom[1] = [B C D] Kromosom[2] = [B D C] Kromosom[3] = [C B D] Kromosom[4] = [D C B] Kromosom[5] = [C D B] Kromosom[6] = [D B C] Kromosom[1] = [2] = [B D C] Kromosom[2] = [1] = [B C D] Kromosom[3] = [3] = [C B D] Kromosom[4] = [5] = [C D B] Kromosom[5] = [4] = [D C B] Kromosom[6] = [6] = [D B C] d. Crossover pindah silang Pindah silang pada TSP dapat diimplementasikan dengan skema order crossover. Pada skema ini, satu bagian kromosom dipertukarkan dengan tetap menjaga urutan kota yang bukan bagian dari kromosom tersebut. Kromosom yang dijadikan induk dipilih secara acak dan jumlah kromosom yang dicrossover dipengaruhi oleh parameter crossover probability ρc. Misal kita tentukan ρc = 25, maka diharapkan dalam 1 generasi ada 50 3 kromosom dari populasi mengalami crossover. Pertama kita bangkitkan bilangan acak R sebanyak jumlah populasi yaitu 6 kali. R[1] = 0,45 R[2] = 0,21 R[3] = 0,30 R[4] = 0,88 R[5] = 0,77 R[6] = 0,13 Kromosom ke- k yang dipilih sebagai induk jika R[k] ρc. Maka yang akan dijadikan induk adalah kromosom[2], kromosom[3], dan kromosom[6]. Setelah melakukan pemilihan induk, proses selanjutnya adalah menentukan posisi crossover. Hal tersebut dilakukan dengan membangkitkan bilangan acak antara 1 sampai dengan panjang kromosom-1. Dalam kasus TSP ini bilangan acaknya adalah antara1-3. Misal diperoleh bilangan acaknya 1, maka gen yang ke-1 pada kromosom induk pertama diambil kemudian ditukar dengan gen pada kromosom induk kedua yang belum ada pada induk pertama dengan tetap memperhatikan urutannya. Bilangan acak untuk 3 kromosom induk yang akan di-crossover : C[2] = 2 C[3] = 1 C[6] = 2 Proses crossover : Kromosom[2] = Kromosom[2] Kromosom[3] = [B C D] [C B D] = [B C D] Kromosom[3] = Kromosom[3] Kromosom[6] = [C B D] [D B C] = [C D B] Kromosom[6] = Kromosom[6] Kromosom[2] = [D B C] [B C D] = [D B C] Populasi setelah di-crossover : Kromosom[1] = [B D C] Kromosom[2] = [B C D] Kromosom[3] = [C B D] Kromosom[4] = [C D B] Kromosom[5] = [D C B] Kromosom[6] = [D B C] e. Mutasi Pada kasus TSP ini skema mutasi yang digunakan adalah swapping mutation. Jumlah kromosom yang mengalami mutasi dalam satu populasi ditentukan oleh parameter mutation rate ρm. Proses mutasi dilakukan dengan cara menukar gen yang dipilih secara acak dengan gen sesudahnya. Jika gen tersebut berada di akhir kromosom, maka ditukar dengan gen yang pertama. Pertama kita hitung dulu panjang total gen yang ada pada satu populasi: Panjang total gen = jumlah gen dalam 1 kromosom jumlah Kromosom 3 = 3 6 = 18 Untuk memilih posisi gen yang mengalami mutasi dilakukan dengan membangkitkan bilangan acak antara 1 – Panjang total gen yaitu 1- 18. Misal kita tentukan ρm = 20 . Maka jumlah gen yang akan dimutasi adalah = 0,218 = 3.6 = 4 4 buah posisi gen yang akan dimutasi, setelah diacaka dalah posisi 1, 6, 9, 11, 17. Proses mutasi : Kromosom[1] = [D B C] Kromosom[2] = [B D C] Kromosom[3] = [C D B] Kromosom[4] = [C B D] Kromosom[5] = [D C B] Kromosom[6] = [D C B] Proses algoritma genetik untuk 1 generasi telah selesai. Maka nilai fitness setelah 1 generasi adalah: Fitness[1] = AD + DB + BC + CA = 633.03 Fitness[2] = AB + BD + DC + CA = 847.62 Fitness[3] = AC + CD + DB + BA = 847.62 Fitness[4] = AC + CB + BD + DA = 633.03 Fitness[5] = AD + DC + CB + BA = 647.09 Fitness[6] = AD + DC + CB + BA = 647.09 Sebelumnya telah ditentukan kriteria berhenti yaitu bila setelah dalam beberapa generasi berturut-turut diperoleh nilai fitness yang terendah tidak berubah. Pada 1 generasi telah terlihat bahwa terdapat nilai fitness terkecil yang tidak berubah. Apabila perhitungan dilanjutkan hingga ke generasi ke-N maka diyakinkan bahwa nilai fitness yang terendah tetap tidak akan berubah. Walaupun perhitungan cukup dijabarkan hingga generasi ke-1 saja namun solusi yang mendekati optimal telah didapatkan. Oleh karena itu, terbukti bahwa algoritma genetika dapat menyelesaikan persoalan TSP. Berikut merupakan contoh penyelesaian persoalan TSP dengan menggunakan MATLAB. Penyelesaian persoalan TSP dengan menggunakan software matlab akan lebih mudah dan lebih cepat dikarenakan pengkodean yang dilakukan dalam matlab merepresentasikan perhitungan algoritma genetika persoalan TSP secara manual. Berikut hasil runing dari pengkodean penyelesaian persoalan TSP dengan metode algoritma genetika dalam matlab. wil = ABCDA jarak = 0 180.8800 118.2200 135.2200 0 180.8800 0 81.0300 298.5600 180.8800 118.2200 81.0300 0 249.9600 118.2200 135.2200 298.5600 249.9600 0 135.2200 0 180.8800 118.2200 135.2200 0 urutan rute: ADBCA Jarak Minimum : 633.0300 Gambar 38. Grafik rute terpendek hasil perhitungan dengan MATLAB Gambar 39. Hasil penyelesaian TSP dengan algoritma genetika Setelah didapatkan rute terpendek dengan menyelesaikan persoalan TSP, selanjutnya dilakukan metode clustering guna mengelompokkan data tanam dari pohon kelapa sawit yang nantinya akan dilakukan penebangan. Pengelompokkan data tersebut dapat menghasilkan keluaran data yang berupa kebun mana yang akan pertama kali ditebang. Pada metode ini akan diprediksi kebun mana yang akan ditebang pertama kali dari data tahun tanam yang diberikan oleh user. Menurut Jianxin 2006, jarak antara dua kebutuhan fungsional menggambarkan ketidaksamaan diantaranya. Pada Lampiran 23 digambarkan contoh clustering dari 150 data random mengenai kondisi batang kelapa sawit tersebut. Data tersebut berupa data tahun tanam pohon kelapa sawit, produktivitas pohon dan kondisi kelapa sawit apakah terinfeksi dengan penyakit jamur ganoderma atau tidak.Data mengenai kondisi pohon kelapa sawit akan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok klaster yang berbeda. C1 adalah perhitungan terhadap centroid pertama yang didapat dari kalkulasi menggunakan rumus Euclidean. Begitu pula C2 dan C3 yang merupakan perhitungan terhadap centroid kedua dan centroid ketiga yang didapat dari kalkulasi rumus Euclidean pula. Kemudian diperoleh nilai minimum pada tiap centroid yang dipaparkan dalam bentuk matriks. Nilai matriks 1 akan diberikan pada nilai paling minimum dan matriks 0 untuk nilai lainnya. Proses kalkulasi akan terus berlangsung dan berhenti sampai nilai matriks pada iterasi terakhir sama dengan nilai matriks pada iterasi sebelumnya. Lampiran 24 merupakan hasil clustering setelah matriks hasil iterasi sama dengan matriks sebelumnya. Diperoleh tiga kelompok cluster yaitu kebun yang akan ditebang pertama kali yaitu klaster 3 dengan kebun nomor 1, 3, 6, 7, 10, 11, 14, 20, 21, 24, 25, 26, 27, 31, 35, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 53, 54, 56, 57, 58, 63, 64, 65, 68, 70, 75, 76, 78, 85, 86, 88, 89, 93, 94, 95, 97, 107, 114, 121, 122, 123, 125, 131, 132, 138, 141, 144, 146. Proses clustering yang berdasarkan pada data akan terus berubah sesuai dengan data yang dimasukkan oleh pengguna user. Dalam proses pengelompokkan data tersebut digunakan bantuan software MATLAB sehingga mempermudah mendapatkan kelompok data kebun yang akan dilakukan penenbangan. Hasil pengelompokkan data kebun kelapa sawit yang akan ditebang dapat dilihat pada Gambar 40 berikut. Sedangkan untuk tampilan dari halaman model penjadwalan penebangan kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 41 dibawah ini. 3 iterations, total sum of distances = 582 3 iterations, total sum of distances = 582 3 iterations, total sum of distances = 582 2 iterations, total sum of distances = 582 2 iterations, total sum of distances = 582 Gambar 40. Hasil penyelesaian clustering k-means dalam penjadwalan penebangan Keterangan : Klaster 1 = kebun yang akan ditebang urutan kedua Klaster 2 = kebun yang akan ditebang terakhir kalinya Klaster 3 = kebun yang akan ditebang pertama kalinya Gambar 41. Tampilan halaman model penjadwalan penebangan

5. Model Kelayakan Industri