Prosedur Algoritma Genetika. Schemata Theory dan The Building Block Hypothesis

Peluang terjadinya mutasi Pm adalah rasio antara jumlah gen yang diharapkan mengalami mutasi pada setiap generasi dengan jumlah gen total dalam populasi. Nilai Pm yang digunakan biasanya sangat rendah, yakni berkisar antara 0,001-0,2 Gen dan Cheng, 1997. Pada contoh diatas, diasumsikan bahwa peluang terjadinya mutasi adalah sebesar 0,001. Dengan jumlah gen sebanyak 20 bit dalam populasi, perkiraan banyaknya bit yang akan mengalami mutasi dalam satu generasi adalah sejumlah 20 x 0,001 = 0,02 bit. Namun contoh di atas menunjukkan bahwa mutasi tidak terjadi selama proses pembiakan. Berdasarkan contoh diatas, dapat dilihat bahwa algoritma genetika menghasilkan populasi baru dengan rata-rata nilai fitness yang lebih tinggi, yakni sebesar 439 dibandingkan rata-rata nilai fitness populasi awal yang hanya sebesar 293. Nilai fitness maksimum pada populasi baru juga meningkat, yakni sebesar 729, sedangkan populasi awal hanya sebesar 576. Hal ini menujukkan bahwa lagoritma genetika memiliki kemampuan untuk belajar dan beradaptasi, dengan menciptakan calon-calon solusi yang lebih baik pada setiap generasi, sampai ditemukannya solusi yang paling optimal.

3. Prosedur Algoritma Genetika.

Secara umum, prosedur algoritma genetika adalah sebagai berikut: Langkah 1 : Pengkodean calon solusi dan set up beberapa parameter awal jumlah individu, probabilitas, penyilangan dan mutasi, dan jumlah generasi maksimum Langkah 2 : t ← 0 inisialisasi awal Pembangkitan acak sejumlah n kromosom pada generasi ke-0 Langkah 3 : evaluasi masing-masing kromosom dengan menghitung nilai fitness-nya. Langkah 4 : seleksi beberapa kromosom dari sejumlah n individu yang memiliki nilai fitness terbaik. Langkah 5 : rekombinasikan kromosom terpilih dengan secara melakukan penyilangan crossover dan mutasi mutation Langkah 6 : t ← t + 1

4. Schemata Theory dan The Building Block Hypothesis

Schemata atau schema adalah sebuah kesamaan pola yang diperlihatkan oleh sebuah himpunan yang terdiri dari kromosom yang memiliki kesamaan pola pada posisi tertentu dalam kromosomnya Goldberg, 1989. Sedangkan menurut Bagchi 1999, sebuah schema merupakan sebuah pola yang terbentuk dari susunan bit-bit pada kromosom, yakni bit 0 dan 1 dan simbol bintang . Sebuah schema dapat dibuat dengan menambahkan simbol atau don’t care symbol ke dalam notasi yang digunakan dalam kromosom Goldberg, 1989. Pada kromosom yang terdiri dari notasi bilangan biner {0, 1}, menambahkan simbol berarti menambah varian notasi yang dapat dimasukkan kedalam kromosom menjadi {0, 1, }. Schema dapat diartikan sebagai sebuah perangkat pencocok pola pattern matching device yang berfungsi untuk mencocokkan pola-pola tertentu dalam kromosom Goldberg, 1989. Sebuah schema dikatakan cocok pada bagian tertentu dari kromosom apabila mengikuti aturan sebagai berikut: nilai 1 pada schema hanya cocok dengan nilai 1 pada kromosom, nilai 0 pada schema hanya cocok dengan nilai 0 pada kromosom, sedangkan simbol pada schema cocok dengan nilai 1 maupun nilai 0 pada kromosom. Hal ini berarti bahwa schema 0000 cocok kepada dua kromosom, yakni {10000, 00000}, schema 111 menjabarkan sebuah himpunan yang terdiri dari empat anggota {01110, 01111, 11110, 11111}, sedangkan schema 01 cocok terhadap delapan kromosom dengan panjang 5 yang dimulai dengan sebuah nilai 0 dan mempunyai nilai 1 di posisi ketiga. Konsep schemata menjelaskan bahwa meskipun populasi yang dieksekusi oleh algoritma genetika memiliki ukuran yang tidak terlalu besar, namun sebenarnya ada banyak sekali informasi penting yang dapat diperoleh algoritma genetika dari populasi tersebut, dengan cara memperhatikan nilai fitness dan kesamaan-kesamaan yang terdapat diantara kromosom yang ada dalam populasi tersebut. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: sebuah kromosom tunggal yang memiliki panjang 5, contohnya 11111, memiliki schemata sebanyah 25 karena pada kromosom tersebut, setiap posisi dapat berupa nilai kromosom itu sendiri yakni 1, atau simbol . Hal ini berarti bahwa, secara umum sebuah kromosom dengan panjang l akan memiliki 2 l schemata, 2 l sampai n.2 l schemata tergantung pada keberagaman populasi tersebut Goldberg, 1989. Namun, dari jumlah tersebut, tidak seluruh schemata dapat diproses dengan probabilitas tinggi oleh algoritma genetika. Hal ini disebabkan schemata yang memiliki jarak yang pendek antara dua bit terluar yang telah didefinisikan pada kromosomnya long defining length schemata relatif lebih mudah rusak dalam proses crossover dibandingkan schemata yang memiliki jarak yang pendek antara dua bit terluar yang telah didifinisikan pada kromosmnya short defining length schemata. Contohnya: schemata 10 yang merupakan long defining length schemata akan lebih mudah rusak oleh proses crossover dibandingkan dengan schemata 11 yang merupakan short defining length schemata. Hal ini dibuktikan oleh Goldberg 1989 melalui persamaan: n s = l – l s + 1 n 3 4 Dimana n s adalah jumlah schemata yang akan diproses, l adalah panjang kromosom, l s adalah jarak antara dua bit terluar yang telah didefinisikan dalam schemata the defining length on schemata, dan n adalah ukuran populasi. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa semakin panjang jarak antara dua bit terluar yang telah didefinisikan dalam schemata nilai l s semakin tinggi maka semakin sedikit jumlah schemata yang diproses oleh algoritma genetika. Sedangkan semakin pendek jarak antara dua bit terluar yang telah didefinisikan dalam schemata nilai l s semakin kecil maka semakin banyak pula jumlah schemata yang dapat diproses oleh algoritma genetika. Jarak antara dua bit terluar yang telah didefinisikan dalam schemata juga berpengaruh terhadap peluang kelangsungan hidup schemata pada saat menjalani proses crossover. Bagchi 1999 membuktikan hal ini melalui persamaan: Peluang kelangsungan hidup schema ≥ 1- p c . dH l – 1 dalam proses crossover Dimana dH adalah defining length atau jarak antara dua bit terluar yang telah didefinisikan dalam schemata H, dan l – 1 adalah banyaknya kemungkinan lokasi crossover satu titik dalam kromosom dengan panjang l. Dengan nilai p c yang telah ditentukan, dapat dilihat bahwa peluang kelangsungan hidup schemata akan menjadi lebih tinggi seiring dengan semakin pendeknya jarak antara dua bit terluar yang telah didefinisikan dalam schema. Banyaknya jumlah schemata dalam sebuah populasi menunjukkan banyaknya jumlah informasi yang dapat diperoleh oleh algoritma genetika dari sebuah populasi. Hal ini menunjukkan bahwa algoritma genetika melakukan pencarian nilai optimum dengan cara menyusun schemata- schemata yang memiliki jarak yang pendek antara dua bit terluar yang telah didefinisikan low order schema, serta memiliki nilai fitness tinggi untuk membentuk kromosom-kromosom dengan potensi nilai fitness yang lebih tinggi. Proses ini dilakukan berulang-ulang samapai kriteria penghentian tercapai dan nilai optimal ditentukan. Proses tersebut menggambarkan The Building Block Hypothesis, yaitu hipotesis yang menyatakan bahwa algoritma genetika mencari solusi optimal dengan cara membangun kromosom yang lebih baik dan lebih baik lagi berdasarkan sebagian solusi yang berasal dari proses sebelumnya Goldberg, 1989. Sedangkan Holland 1975 dalam Bagchi 1999 berasumsi bahwa algoritma genetika bekerja berdasarkan penemuan, penegasan, dan pengkombinasian balok-balok bangunan yang baik. Menurut Bagchi 1999, balok bangunan building block yang dimaksud merupakan kombinasi dari nilai bit yang memberikan nilai fitness yang tinggi kepada kromosom yang mengandungnya. Dengan mengekspoitasi kesamaan kode pada schemata yang berhubungan dengan meningkatnya nilai fitness menggunakan operator seleksi, crossover, dan mutasi, maka algoritma genetika dapat melakukan pencarian nilai optimal secara lebih efektif.

5. Perbandingan Algoritma Genetika dengan Teknik Pencarian dan Optimasi