Viskositas Setback VS Profil Gelatinisasi Pati
Gambar 12.
Pola respon viskositas setback VS pada ko mbinasi perlakuan suhu dan
waktu yang berbeda
Peningkatan nilai viskositas setback pati ganyong termodifikasi HMT dari n ilai setback pati alaminya 753.2 cP juga terjadi. Peningkatan nilai setback dikarenakan selama proses HMT terjadi
peningkatan ikatan silang di antara rantai pati terutama pada fraksi amilosa. Hal in i menyebabkan terbentuknya junction zone pada fase kontinu gel sehingga meningkatkan viskositas setback
Hormdo k dan Noo mhorm, 2007.
4.1.3.Daya Pembengkakan Pati Swelling Power
Modifikasi HMT menyebabkan molekul granula pati menjadi leb ih rapat sehingga granula memiliki kemampuan membengkak yang terbatas. Oleh sebab itu pati ganyong HMT memiliki
swelling power yang lebih rendah 6.79-8.56 dibandingkan dengan pati ganyong alami 9.97.
Karakteristik pati yang diinginkan dalam p roduksi mi adalah pati ganyong dengan swelling power SP dan kelarutan yang rendah Ahmad, 2009.
Analisis ini dilaku kan pada tiga suhu yang berbeda yaitu pada suhu 30
o
C, 60
o
C, dan 90
o
C. Penggunaan suhu 30
o
C dapat memberikan nilai swelling power yang menggambarkan pengembangan granula pada suhu ruang, sedangkan suhu 60
o
C dapat memberikan nilai pengembangan pada suhu panas dibawah suhu gelatinisasi dan penggunaan suhu 90
o
C dapat memberikan gambaran nilai pengembangan granula diatas suhu gelatinisasi.
Swelling power pati HMT pada suhu 30
o
C dan 60
o
C lebih besar daripada pati alami dan nilainya men ingkat dengan semakin men ingkatnya kadar air perlakuan HMT, se dangkan pada suhu
90
o
C pati HMT memiliki nilai swelling power yang lebih kecil dari pati ganyong alami dan nilainya semakin rendah dengan semakin tingginya kadar air perlakuan HMT. Nilai pembengkakan granula
pati HMT pada suhu 30
o
C dan 60
o
C berkisar antara 0.95-1.93 dan 0.96-2.03, sedangkan nilai pembengkakan granula pati ala mi 0.77 dan 0.67. Pada suhu 90
o
C pati HMT memiliki nilai swelling
yang berkisar 6.68-8.56 dan swelling pati alami sebesar 9.97 Lampiran 8.
Pada swelling power suhu 90
o
C terlihat penurunan swelling power dari pati alami menjad i pati HMT. Hal in i dikarenakan men ingkatnya kristalinitas pati setelah modifikasi sehingga membatasi air
yang masuk kedalam pati dan membuat pati menjadi membengkak Adebowale et al., 2005. Menurut Miyoshi 2001 pati yang dimodifikasi HMT mengalami perubahan susunan struktur dan kristalin itas.
Hal in i memungkinkan pembentukan ikatan hidrogen antara air yang berada diluar granula dengan mo leku l pati baik amilosa ataupun amilopektin men jadi lebih sulit, sehingga kemampuan granula
500 1000
1500 2000
4 8
12 16
V S
cP
waktu jam
100 ◦C
110 ◦C
untuk membengkak menjadi terbatas. Kristalinasi ini juga yang meningkatkan viskositas pati ganyong termodifikasi.
Pengujian data analisis nilai pengembangan granula pati hanya dilaku kan pada suhu swelling 90
o
C karena dianggap lebih relevan dengan kondisi proses pembuatan pati yang melibatkan proses
gelatinisasi. Hasil u ji A NOVA Lampiran 9 untuk nilai swelling power 90
o
C menunjukkan ada interaksi yang nyata p0.05 antara suhu-kadar air dan antara waktu-kadar air yang selanjutnya
dianalisis dengan uji lanjut Duncan.
Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa secara umu m swelling power semakin menurun dengan
semakin meningkatnya kadar air perlakuan pada kedua perlakuan suhu. Perilaku swelling power yang sama juga terjadi pada HMT finger millet yang juga semakin menurun dengan semakin men ingkatnya
kadar air. Hal ini mungkin dikarenakan adanya peningkatan stabilitas pemasakan pati dan kristalin itas pati yang meningkat setelah modifikasi Adebowale et al., 2005.
Hasil u ji lanjut Duncan menunjukkan interaksi perlakuan suhu -kadar air pada ko mbinasi 100
o
C-20 dan ko mbinasi 110
o
C-20 memiliki n ilai swelling power yang paling tinggi, dan nilai swelling power
paling rendah pada kombinasi suhu-kadar air 100
o
C-30. Perbedaan suhu pada setiap taraf kadar air menghasilkan SP tidak berbeda nyata yang dapat dilihat terletak dalam subset yang
sama pada hasil uji lanjut Duncan Lampiran 9.
Gambar 13. Pola respon swelling power SP pada ko mbinasi perlakuan suhu dan kadar air
yang berbeda
Pada interaksi kadar air-waktu yang ditunjukkan pada Gambar 14 dan hasil uji lan jut Duncan Lampiran 9 menunjukkan nilai tertinggi dimiliki pati modifikasi HMT pada kadar air 20 -waktu 4
jam, sedangkan perlakuan kadar air 30-waktu 16 jam menunjukkan nilai swelling power paling kecil.
Trend SP pengaruh waktu berbeda antara kadar air 20, 25, dan 30 Gambar 14. Pada
kadar air 20, swelling power terlihat menurun dengan menaiknya waktu namun tidak signifikan
yang dapat dilihat pada hasil uji lanjut Duncan Lampiran 9 berada didalam subset yang sama. Pola
grafik pada pati HMT dengan kadar air 25 menunjukkan penurunan yang signifikan dari wa ktu 4 jam menjadi 8 jam dan kemudian t idak berubah signifikan dengan penambahan waktu menjad i 16
jam. Sedangkan kadar air 30 menunjukkan tren SP yang semakin menurun dengan semakin men ingkatnya lama modifikasi. Penurunan SP semakin terlihat signifikan dengan semakin
men ingkatnya kadar air dan semakin lamanya proses HMT. 6
6.5 7
7.5 8
8.5 9
15 20
25 30
35
sw e
ll in
g p
o w
e r
g g
kadar air
100 ◦C
110 ◦C
Hal in i memiliki pola yang berbanding terbalik dengan SA G. SA G semakin menaik dengan menaiknya kadar air dari 20 ke 25 yang disebabkan semakin rigidnya granula yang juga
menyebabkan pembengkakannya lebih terbatas ditunjukkan dengan semakin menurunnya SP pada kadar air 20 dan 25. Sedangkan kadar air 30 swelling power-nya semakin menurun disebabkan
karena telah tergelatinisasinya sebagian granula selama modifikasi sehingga granula yang telah pecah tidak dapat memerangkap air seperti granula yang utuh.
Gambar 14. Pola respon swelling power SP pada ko mb inasi perlakuan waktu jam dan kadar
air yang berbeda