KARAKTERISTIK PATI UNTUK PRODUK MI

2.4. MODIFIKASI PATI METODE HEAT MOISTURE TREATMENT HMT

Modifikasi pati metode heat moisture treatment merupakan salah satu modifikasi hid rotermal. Menurut Stute 1992 yang diacu dalam Co llado et al. 2001 modifikasi pati secara hidrotermal adalah modifikasi fisik pati yang mengko mb inasikan kadar air dan kondisi suhu yang mempengaruhi sifat pati tanpa merubah penampakan granula pati. Sedangkan HMT Heat moisture treatment itu sendiri adalah perlakuan pemanasan terhadap pati pada suhu yang lebih tinggi dari suhu gelatinisasi pati 80-120 o C dan pada kadar air yang sangat terbatas 35. Modifikasi fisik pati dipertimbangkan lebih aman dan alami dibandingkan dengan modifikasi pati secara kimia Collado et al , 2001. Metode HMT dapat merubah tipe profil gelatin isasi pati, seperti pada pati sagu Purwani et al, 2006, ubi Collado et al, 2001, dan jagung Ahmad, 2009. HMT merubah profil gelatinisasi pati sagu dari tipe A menjadi tipe B setelah dimodifikasi dengan HMT. Perubahan ini kemungkinan dikarenakan terjad inya perubahan didalam granula. Hal yang sama juga terjad i pada SPS sweet potato starch . SPS alami sebelum dimodifikasi HMT memiliki tipe profil gelatin isasi tipe A dan setelah dilakukan modifikasi, SPS termodifikasi HMT memperlihatkan profil gelatinisasi yang mendekat i tipe C Collado et al, 2001. Modifikasi pati dengan HMT menggunakan kadar air yang sangat terbatas. Menurut Herawati 2009, ju mlah air yang terbatas menyebabkan pergerakan maupun pembentukan interaksi antara air dan moleku l amilosa atau amilopektin juga terbatas sehingga tidak menyebabkan adanya peningkatan kelarutan pati didalam air selama pemanasan berlangsung. Dengan kata lain, lan jut Herawati 2009, keberadaan air yang terbatas s elama pemanasan yang dilakukan pada modifikasi HMT belu m mampu membuat pati mengalami gelat inisasi yang ditunjukkan dengan masih terjaganya integritas granula pati termodifikasi HMT. Pat i yang mengalami gelatin isasi akan keh ilangan seluruh bagian kristalny a Zobel et al., 1988 dalam Herawati, 2009. Perubahan fisik maupun kimia pati dapat terjadi setelah pati tersebut dimodifikasi dengan metode HMT. Salah satu perubahan fisik yang terjadi adalah perubahan karakteristik gelatinisasi pati. Seperti yang dilaporkan oleh Ah mad 2009 terjad i peningkatan su hu awal gelatinisasi pati jagung setelah mengalami modifikasi HM T dari pati alaminya. Terjad i peningkatan suhu gelatinisasi lebih dari 10 dari pati jagung tanpa HMT. Menurut Gunaratne dan Corke 2007 peningkatan suhu gelatinisasi ini disebabkan karena proses modifikasi HMT menyebabkan rekristalisasi ko mponen granula pati sehingga menyebabkan pati yang dimodifikasi HMT menjadi lebih tahan terhadap panas sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menggelatinisasi. Viskositas puncak dari profil gelatinisasi pati yang telah mengalami mod ifikasi HMT akan mengalami penurunan dikarenakan pembengkakan granula yang terbatas Hormdok, 2007. Menurut Hoover dan Gunaratne dalam Ah mad 2009 penurunan viskositas maksimu m disebabkan karena interaksi rantai amilosa-amilosa, dengan rantai amilosa-amilopekt in yang terjadi selama proses modifikasi, sehingga antara moleku l menjad i leb ih rapat dan air lebih sulit untuk berpenetrasi ke dalam granula. HMT juga dapat meningkatkan viskositas pati seperti yang terjadi pada pati gandum Hoover dan Vasanthan 1994. Menurut Adebowale et al 2005, rig iditas dari granula akan men ingkat setelah dimodifikasi dengan HMT akibat dari tidak tercukupinya proses gelatinisasi. Granula yang rigid akan lebih tahan terhadap pengadukan dan mengakibatkan nilai viskositas yang lebih tinggi. Pati hasil modifikasi HMT memiliki pasta yang lebih stabil dengan viskositas pasta yang tetap konstan dibandingkan dengan pasta pati yang tidak dimodifikasi Ah mad, 2009, dan Hormdok, 2007. Kestabilan suspensi pati selama pemanasan dan pengadukan dapat dilihat dari n ilai breakdown pasta pati. Gunaratne dan Corke 2007 melaporkan bahwa viskositas breakdown pati HMT lebih rendah daripada viskositas breakdown pati tanpa HMT. Pati ganyong juga memiliki breakdown yang rendah. Beberapa varietas ganyong bahkan tidak memiliki breakdown Damayanti, 2009. Modifikasi pati ganyong dengan HMT yang dilaku kan oleh Watcharatewinkul 2009 memperlihatkan nilai break down yang semakin kecil bahkan tidak ada dengan semakin t ingginya kadar air. Setelah mengalami pemanasan pati kemudian d idinginkan untuk diketahui profil gelatinisasinya akibat pendinginan. Pada pendinginan pasta pati ini HMT biasanya men ingkatkan viskositas akhir dari pasta pati alaminya, seperti yang terjadi p ada HMT pati sagu Herawati, 2009, Purwani, et al, 2006, millet Adebowale et al. 2005, sorgun merah dan sorgum putih Adebowale et al . 2005 dan Olayin ka et al. 2008, dan new cocoyam Lawal, 2005. Gunaratne dan Corke 2007 melaporkan terjadinya peningkatan nilai viskositas akhir dan viskositas setback pada pati jagung. Modifikasi HMT meningkatkan kekerasan gel dari pati Hormdok, 2007; Collado dan Corke, 1999; Adebowale et al, 2005. Gel pati adalah sistem padat cair yang memiliki jaringan kontinu yang memerangkap fase cairan didalamnya. Adanya amilosa dalam fase kontinus menyebabkan pembentukan gel yang kuat saat pendinginan Collado dan Corke, 1999. Meningkatnya kekuatan pati juga terjadi karena adanya pengaturan dan penyusunan kembali bagian amilos a dan amilopektin yang men ingkatkan gaya ikat intragranular Adebowale et al, 2005. Kekerasan gel semakin men ingkat dengan semakin meningkatnya suhu dan lama modifikasi Ho rmdok, 2007. Selain itu swelling power SP atau pembengkakan pati juga dipengaruh i oleh perlakuan modifikasi pati dengan HMT. Modifikasi pati dengan metode HMT menurunkan nilai swelling power sehingga nilai SP lebih rendah dari pati alaminya Adebowale et al, 2005; Lawal dan Adebowale, 2005; Collado dan Corke, 1999; Olayinka et al, 2008, Lawal 2005; Herawat i, 2009; Ahmad, 2009. Hasil dari HMT dan annealing meningkatkan kekerasan gel dari pati beras. Menurut Adebowale et al. 2005, menurunnya nilai swelling power dikarenakan men ingkatnya kristalin itas pati setelah modifikasi sehingga membatasi air yang masuk kedalam pati dan membuat pati menjad i leb ih terbatas saat membengkak. Pembentukan ko mpleks amilosa-lemak dalam granula pati mungkin menyebabkan penurunan kapasitas swelling pati karena telah ditunjukkan bahwa amilosa menghambat pengembangan granula dibawah kondisi terbentuknya ko mpleks amilosa - lemak Tester morison, 1990, dalam Olayinka et al., 2008 Penggunaan pati sagu yang dimodifikasi HMT dalam pembuatan mi o leh Purwan i et al 2006 menghasilkan mi yang dapat diperbaiki sifat kekerasan dan elastisitasnya, serta mengurangi kelengletan mi dan kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP cooking loss. Collado et al. 2001 juga melaporkan bahwa pati HMT menghasilkan sifat fisik mi yang tidak lengket.

2.5. MI KERING

Mi merupakan salah satu jenis produk pasta yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia dan telah dikenal oleh seluruh masyarakat indonesia. Menurut Suyanti 2008 dalam Ahmad 2009 produk mi terdiri dari empat jenis yaitu mi segar, mi basah, mi kering, dan mi instan. Mi segar adalah mi dari proses pemotongan lembaran adonan atau ekstrusi adonan dengan kadar air 35 dengan daya simpan 50-60 jam dalam refrigerator. Mi basah adalah mi yang mengalami proses perebusan setelah pemotongan atau ekstrusi adonan. Masa simpannya singkat, hanya 40 jam pada suhu 28-30 o C, yang dikarenakan kadar air mi ini mencapai 52. Mi kering adalah mi segar yang dikeringkan dengan kadar air sekitar 8-10 sedangkan mi instan adalah mi matang yang dikeringkan dengan cara digoreng maupun dengan aliran udara panas. Berdasarkan bahan bakunya, mi dapat dibagi menjadi 2 jen is mi yaitu mi terigu dan mi non - terigu. Mi terigu yaitu mi yang bahan baku utamanya menggunakan terigu atau campuran dengan tepung yang lain. Mi non-terigu terkadang disebut juga dengan mi berbasis pati. Yang tergolong ke dalam mi non terigu antara lain bihun, soun, dan mi gleser bogor. Bihun merupakan makanan yang terbuat dari beras, sedangkan sohun terbuat dari pati kacang hijau atau pati kentang dan terkadang juga terbuat dari pati ubi jalar di Korea disebut dangmyun atau tangmyon. Pembuatan mi terigu melibatkan bahan-bahan tepung terigu, air, garam, dan guargum atau cmc. Menurut Sunaryo 1985 dalam Muchtadi 1991, fungsi dari te rigu dalam pembuatan mie adalah sebagai bahan pembentuk struktur dan sumber karbohidrat serta protein. Pada mi non -terigu sumber karbohidrat didapat dari pati ataupun tepung selain terigu yang digunakan. Air berfungsi sebagai media reaksi antara g luten dengan karbohidrat, pelarut garam, dan pembentukan sifat kenyal gluten. Fungsi garam adalah memberi rasa, memperkuat tekstur, men gikat air, serta meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi. Widowati dan Buckle 1991 men jelaskan proses pembuatan mi terd ir i dari beberapa tahapan yaitu pencampuran, pembentukan adonan, pembentukan mi, pengukusan atau penguapan dan pengeringan. Proses pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringa n gluten, sehingga adonan menjadi halus dan elastis. Oh et al 1985 menerangkan bahwa u mu mnya air yang ditambahkan sekitar 28- 38 dari bobot tepung. Jika air yang ditambahkan kurang dari 28, adonan menjadi keras, rapuh dan sulit dibentuk menjadi lembaran, sedangkan bila lebih dari 38 adonan menjadi basah dan lengket. Namun pada pembuatan mi berbasis pati kadar air yang digunakan justru lebih banyak sekitar 66-70 Chansri et al, 2005.