pati lebih tinggi dari suhu 100
o
C yang menyebabkan integritas pati menjadi hilang sebagian. Nilai VA menunjukkan kemampuan pati ganyong untuk cepat mengalami proses retrogradasi. Semakin
men ingkat VA, maka suspens i pati cenderung lebih mudah dalam membentuk gel. Dalam hal ini pati ganyong HMT secara umu m berpotensi dapat membentuk gel lebih mudah dibandingkan dengan pati
ganyong alami karena viskositas akhir yang lebih t inggi.
4.1.2.4. Viskositas Setback VS
Setelah melewati kenaikan viskositas yang sangat tajam, granula pati akan pecah karena pemanasan yang terus berlangsung dan juga karena pengadukan. Kestabilan suspens i pati selama
pemanasan dan pengadukan dapat dilihat dari nilai viskositas breakdown BDV. Hasil penelit ian menunjukkan tidak adanya viskositas breakdown pada pati alami dan pati termodifikasi HMT. Tidak
adanya breakdown ditunjukkan dengan tidak adanya penurunan selama pemanasan maupun pengadukan. Setelah pemanasan dipertahankan kemudian suhu suspensi pati diturunkan untuk melihat
profil viskositas pati saat didinginkan viskositas setback .
Hasil analisis keragaman data nilai viskositas setback Lampiran 7 menunjukkan adanya
pengaruh perlakuan suhu, waktu, kadar air dan interaksi perlakuan suhu -waktu terhadap nilai viskositas setback p0.05. Hasil uji lanjut Duncan yang dilaku kan terhadap pengaruh interaksi
perlakuan suhu-waktu Lampiran 7 menunjukkan bahwa pati ganyong termodifikasi HMT dengan
suhu pemanasan 100
o
C dan waktu pemanasan 4 jam memiliki n ilai viskositas setback yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu pemanasan 100
o
C dan waktu 8 jam, namun leb ih tinggi dari ko mbinasi perlakuan lainnya.
Perbedaan pola respon VS pada perlakuan suhu 100
o
C dan 110
o
C pada tiga taraf waktu dapat
dilihat pada Gambar 12. Pengaruh interaksi suhu dan waktu terhadap viskositas setback cenderung
memperlihatkan bahwa modifikasi yang dilaku kan pada pati yang dipanas kan 100
o
C dan waktu leb ih singkat dapat menghasilkan pati termodifikasi dengan VS yang lebih tinggi. Tren yang terlihat pada
grafik suhu 110
o
C menunjukkan penurunan tajam pada peningkatan pemanasan dari 4 jam menjad i 8 jam namun VS pada 8 jam dan 16 jam tidak berbeda nyata. Proses HMT pada suhu 110
o
C dapat menurunkan VS hanya dalam waktu 8 jam sedangkan proses HMT pada suhu 100
o
C baru dapat menurunkan VS setelah pemanasan diteruskan dari 8 jam menjad i 16 jam.
Pola respon VS pada perlakuan suhu 100
o
C dan 110
o
C pada tiga taraf waktu menyerupai pola respon viskositas akhir pada perlakuan suhu dan taraf waktu yang sama karena viskositas setback
merupakan hasil dari pengurangan VA dengan viskositas pasta panas. Penurunan viskositas setback dengan semakin lamanya mod ifikasi juga terjadi pada pati sagu dengan pencucian dan tanpa
pencucian Herawat i, 2009.
Hasil uji lanjut Duncan pada pengaruh kadar air terhadap viskositas setback Lampiran 7
menunjukkan pati ganyong HMT dengan kadar air 25 memberikan nilai setback yang tidak berbeda nyata p0.05 dengan perlakuan kadar air 20 dan keduanya berbeda signifikan terhadap perlakuan
kadar air 30 yang memberikan nilai setback paling tinggi. Peningkatan nilai setback pada kadar air 30 dapat dikarenakan telah tergelat inisasinya sebagian granula pati yang memungkinkan terjadinya
amilosa leaching saat modifikasi. A milosa leaching dapat meningkatkan viskositas setback pati karena semakin banyaknya ko mponen amilosa yang larut dan membentuk matriks saat didinginkan.
Gambar 12.
Pola respon viskositas setback VS pada ko mbinasi perlakuan suhu dan
waktu yang berbeda
Peningkatan nilai viskositas setback pati ganyong termodifikasi HMT dari n ilai setback pati alaminya 753.2 cP juga terjadi. Peningkatan nilai setback dikarenakan selama proses HMT terjadi
peningkatan ikatan silang di antara rantai pati terutama pada fraksi amilosa. Hal in i menyebabkan terbentuknya junction zone pada fase kontinu gel sehingga meningkatkan viskositas setback
Hormdo k dan Noo mhorm, 2007.
4.1.3.Daya Pembengkakan Pati Swelling Power
Modifikasi HMT menyebabkan molekul granula pati menjadi leb ih rapat sehingga granula memiliki kemampuan membengkak yang terbatas. Oleh sebab itu pati ganyong HMT memiliki
swelling power yang lebih rendah 6.79-8.56 dibandingkan dengan pati ganyong alami 9.97.
Karakteristik pati yang diinginkan dalam p roduksi mi adalah pati ganyong dengan swelling power SP dan kelarutan yang rendah Ahmad, 2009.
Analisis ini dilaku kan pada tiga suhu yang berbeda yaitu pada suhu 30
o
C, 60
o
C, dan 90
o
C. Penggunaan suhu 30
o
C dapat memberikan nilai swelling power yang menggambarkan pengembangan granula pada suhu ruang, sedangkan suhu 60
o
C dapat memberikan nilai pengembangan pada suhu panas dibawah suhu gelatinisasi dan penggunaan suhu 90
o
C dapat memberikan gambaran nilai pengembangan granula diatas suhu gelatinisasi.
Swelling power pati HMT pada suhu 30
o
C dan 60
o
C lebih besar daripada pati alami dan nilainya men ingkat dengan semakin men ingkatnya kadar air perlakuan HMT, se dangkan pada suhu
90
o
C pati HMT memiliki nilai swelling power yang lebih kecil dari pati ganyong alami dan nilainya semakin rendah dengan semakin tingginya kadar air perlakuan HMT. Nilai pembengkakan granula
pati HMT pada suhu 30
o
C dan 60
o
C berkisar antara 0.95-1.93 dan 0.96-2.03, sedangkan nilai pembengkakan granula pati ala mi 0.77 dan 0.67. Pada suhu 90
o
C pati HMT memiliki nilai swelling
yang berkisar 6.68-8.56 dan swelling pati alami sebesar 9.97 Lampiran 8.
Pada swelling power suhu 90
o
C terlihat penurunan swelling power dari pati alami menjad i pati HMT. Hal in i dikarenakan men ingkatnya kristalinitas pati setelah modifikasi sehingga membatasi air
yang masuk kedalam pati dan membuat pati menjadi membengkak Adebowale et al., 2005. Menurut Miyoshi 2001 pati yang dimodifikasi HMT mengalami perubahan susunan struktur dan kristalin itas.
Hal in i memungkinkan pembentukan ikatan hidrogen antara air yang berada diluar granula dengan mo leku l pati baik amilosa ataupun amilopektin men jadi lebih sulit, sehingga kemampuan granula
500 1000
1500 2000
4 8
12 16
V S
cP
waktu jam
100 ◦C
110 ◦C