Morfologi Granula Pati Bentuk, ukuran, dan sifat Birefringence

100 o C,8jam,20 100 o C,8jam,25 100 o C,8jam,30 100 o C,16jam,20 100 o C,16jam,25 100 o C,16jam,30 110 o C,4jam,20 110 o C,4jam,25 110 o C,4jam,30 110 o C,8jam,20 110 o C,8jam,25 110 o C,8jam,30 110 o C,16jam,20 110 o C,16jam,25 110 o C,16jam,30 Pati ganyong alami Gambar 8. Granula pati ganyong alami, dan pati ganyong termodifikasi HMT lanjutan

4.1.2. Profil Gelatinisasi Pati

Hasil analisis profil gelatinisasi pati ganyong dengan menggunakan instrument Rapid Visco Analyzer Wingather V2.5 Brook field memberikan gambaran mengenai profil viskositas pati, suhu awal gelatin isasi SA G, viskositas akhir VA, dan viskositas setback VS

4.1.2.1. Profil Viskositas Pati

Dari grafik profil gelatin isasi pati ganyong alami dan HMT Lampiran 4 terlihat bahwa pati ganyong memiliki viskositas yang tinggi, kurvanya selalu menaik selama pemanasan maupun pendinginan sehingga tidak ada breakdown dan memiliki viskositas akhir yang tinggi. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Chansri et all. 2005 bahwa pati ganyong memiliki viskositas yang tinggi, tidak ada breakdown, relatif stabil selama pemanasan, dan setback yang tinggi. Lan jutnya lagi menurut klasifikasi Schoch untuk pola viskositas Schoch dan Maywald 1968, pati ganyong tidak dapat diklasifikasikan secara khusus kedalam profil gelatin isasi tipe B ataupun C, tetapi profilnya berada diantara B dan C. Pati yang digunakan pada penelitian in i adalah pati ganyong dari kabupaten Ciamis. Profil pasta pati pada pati alami Lampiran 4 merupakan t ipe profil pasta pati C menurut klasifikasi Schoch dan Maywald 1968. Profil gelatin isasi tipe C tidak memiliki puncak viskositas, memiliki viskositas yang tinggi dan bertahan konstan atau bahkan meningkat selama pemasakan. Secara umu m proses modifikasi pati ganyong menyebabkan viskositas pati yang lebih tinggi kecuali kondisi perlakuan 110 o C-8jam-20; 110 o C-8jam-25; 110 o C-8jam-30 dibandingkan pati alaminya. Ko mbinasi perlakuan pemanasan 110 o C selama 8 jam pada kadar air 20, 25, dan 30 menurunkan v iskositas pati termodifikasi lebih rendah dari pati alaminya selama pemanasan, namun viskositasnya sedikit lebih t inggi dari pati alaminya selama pendinginan. Rendahnya viskositas panas yang terjadi pada ketiga kondisi proses tersebut kemungkinan karena bertambahnya molekul pati dengan berat molekul rendah amilosa yang memiliki kemampuan pengembangan yang terbatas. Profil viskositas pati ganyong alami dan pati ganyong termodifikasi HMT pada semua perlakuan suhu, waktu dan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 4.

4.1.2.2. Suhu Awal Gelatinisasi SAG

HMT dapat merubah profil gelatinisasi pati salah satunya adalah suhu awal gelatinisasi SA G. Data suhu awal gelat inisasi dapat dilihat pada Tabel 7. Analisis data yang disajikan pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan suhu -waktu-kadar air, interaksi antar perlakuan suhu- waktu, perlakuan waktu dan perlakuan kadar air HMT berpengaruh nyata terhadap suhu awal gelatinisasi SA G pati ganyong p0.05. Grafik pengaruh interaksi antar perlakuan suhu-waktu- kadar air terhadap SA G dapat dilihat pada Gambar 9. Uji lanjut dengan metode Duncan terhadap pengaruh interaksi suhu -waktu-kadar air HMT Lampiran 5 menunjukkan bahwa pati ganyong HMT dengan suhu 100 o C selama 16 jam dengan kadar air 30 memberikan nilai SA G tert inggi, namun tidak berbeda nyata dengan 110 o C-8 jam-25, 110 o C-8jam-30, 100 o C-8jam-25, 100 o C-16jam-25 dan 110 o C-4jam-25, dan berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Perbedaan pola SA G pada perlakuan suhu 100 o C dan 110 o C pada tiga taraf waktu dan kadar air dapat dilihat pada Gambar 9 . Hasil u ji lan jut Duncan pengaruh interaksi suhu-waktu terhadap SA G Lampiran 5 menunjukkan ko mbinasi suhu 110 o C waktu HMT 8 jam memiliki nilai SA G paling tinggi namun tidak berbeda signifikan dengan perlakuan suhu 100 o C waktu 16 jam dan suhu 100 o C waktu 8 jam. Perbedaan pola respon SAG pada perlakuan suhu 100 o C dan 110 o C pada tiga taraf waktu dapat dilihat pada Gambar 10. Tabel

7. Profil amilografi pati ganyong alami dan hasil modifikasinya

Suhu HMT C Waktu modifikasi jam Kadar air SA G C VA cP VS cP 100 4 20 67.70 4438.40 1542.40 25 67.80 5103.80 1686.20 30 69.40 4764.40 1583.60 8 20 69.50 5561.60 1747.20 25 76.05 4816.00 1440.00 30 69.20 4991.70 1596.50 16 20 69.20 3673.40 979.00 25 75.15 2476.80 761.60 30 79.05 4230.20 1231.80 110 4 20 67.75 4627.20 1507.20 25 73.60 3792.00 1232.00 30 67.95 4832.00 1699.20 8 20 68.30 1958.40 646.40 25 79.05 3417.60 1056.00 30 76.80 2950.40 1161.60 16 20 69.40 3075.20 841.70 25 69.85 4294.40 956.80 30 68.10 4070.40 1328.00 Pati alami 71.20 2092.00 735.20 Keterangan : SAG : Suhu Awal Gelatinisasi VA : Viskositas Akhir VS : Viskositas Setback Pengaruh interaksi perlakuan waktu dan suhu pada suhu 100 o C terhadap SAG cenderung memperlihatkan peningkatan SAG dengan semakin lamanya waktu modifikasi Gambar 11. Peningkatan nilai SA G dengan semakin lamanya waktu HMT juga ditunjukkan pada HMT pati ubi jalar pada pH 10 Collado dan Corke 1999. Suhu modifikasi HMT 110 o C memberikan nilai SA G yang lebih tinggi dari perlakuan suhu 100 o C pada waktu modifikasi 4 jam dan 8 jam. Peningkatan SA G kemungkinan dikarenakan granula yang lebih rigid. Perubahan daerah kristalin pati yang menyebabkan perubahan rigiditas granula. Perubahan daerah kristalin terbentuk oleh cabang amilopektin yang membentuk double heliks dari struktur yang berikatan Zondag, 2003. HMT meningkatkan daerah kristalin dengan menguatkan ikatan intragranular yang menyusun bagian kristalin. Peningkatan daerah kristalin menyebabkan pati membutuhkan panas yang lebih tinggi untuk memungkin kan terjadinya disintegrasi struktur dan pembentukan pasta dalam proses gelatinisasi. Selain peningkatan daerah kristalin, peningkatan SAG