KACANG TUNGGAK TINJAUAN PUSTAKA

Karibia, daunnya pada sebagian besar timur Afrika dikonsumsi sebagai lalapan atau sebagai pakan hijauan, pakan kering atau pupuk hijauan Biogen 2010, Hms 2009, Eh lers 1997. Menurut Eh lers 1997 biji kacang tunggak kering dapat dimasak dengan cepat, yang merupakan pertimbangan penting bagi Negara berkembang yang memiliki keterbatasan bahan bakar. Di Afrika kacang ini merupakan polong-polongan pangan yang disenangi dan dikonsumsi dalam tiga bentuk dasar yaitu dimasak dalam bentuk sayur berbumbu ditambah minyak goreng sop kacang sebagai pengiring pangan pokok, dikupas dan ditumbuk men jadi tepung dicampur dengan irisan bawang merah serta bumbu dijadikan adonan yang kemudian digoreng bola akara, dan dikukus menjadi mo in-mo in Maesen dan Somaatmad ja, 1993. Bentuk salah satu jenis kacang tunggak dapat dilihat pada Gambar 4. Kacang tunggak merupakan salah satu jenis kacang -kacangan yang bermutu tinggi dan merupakan sayuran yang memiliki ko mponen gizi yang baik bagi diet manusia. Kacang tunggak tidak populer dibandingkan kacang kedelai dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia, akan tetapi kandungan gizi kacang tunggak lengkap dan tidak jauh berbeda dengan kacang kedelai Kay 1979, dan Kasno et al. 1991. Menurut Ehlers 1997 kacang tunggak memiliki nilai asam fo lat yang lebih tinggi, zat antinutrisi dan faktor produksi flatulensi yang lebih rendah. Ko mposisi biji kacang tunggak terutama kandungan protein, pati dan vitamin B, sangat bervariasi tergantung pada kultivar dan asal bijinya Kay, 1979. Menurut Balai Penelit ian Kacang- kacangan dan Umb i-u mb ian 2008, varietas unggul kacang tunggak di Indonesia memiliki kandungan protein 20,5 - 22,11. Ko mponen kimia dalam tepung kacang tunggak dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 . Ko mposisi zat g izi kacang tunggak Departemen Kesehatan RI, 1990 Menurut Sa’adah 2009 jika dibandingkan dengan protein jagung kuning, protein kacang tunggak kaya akan asam amino lisin. Namun, jika dibandingkan dengan protein telur, protein kacang tunggak defisien dalam asam amino metionin dan sistin, sehingga kacang t unggak lebih bernilai sebagai suplemen nutritional untuk serealia dan extender untuk protein hewani. Kacang tunggak memiliki kadar protein yang cukup tinggi dan bila ditepungkan dapat menjad i sumber protein tambahan sebagai dampak positif dalam pembuatan mi Saifudin, 1998. Kadar karbohidrat yang cukup tinggi memungkinkan adanya kandungan pati yang tinggi sehingga kacang tunggak dapat diekstraksi men jadi tepung pati. Berdasarkan penelitian Saifudin Ko mponen satuan Jumlah Air g 11.00 Protein g 22.9 Lemak g 1.40 Karbohidrat g 61.6 Kalsiu m mg 77 Fosfor mg 449 Besi mg 6.5 Vitamin a RE 4 Vitamin c mg 2 Vitamin B1 mg 0.92 Gambar 4. Bentuk dan ukuran biji kacang tunggak 1998 pati kacang tunggak memiliki n ilai kadar pati antara 84.34-92.9 dengan nilai rata-rata adalah 87.22. Nilai rata-rata serat kasar kacang ini adalah sebesar 5.50 persen. Bahan pangan dengan serat kasar yang tinggi sangat cocok dikonsumsi oleh mereka yang mempunyai masalah dengan berat badan. Karena serat tidak akan dikonversi menjadi timbunan lemak jika terjadi kelebihan dalam tubuh. Karakteristik pati kacang tunggak adalah memiliki suhu awal gelatin isasi 74.7 o C, suhu gelatinisasi maksimu m sebesar 83.7-84.75 o C, dan viskositas maksimu m sebesar 1610-1680BU, dengan tipe gelatinisasi tipe A. Selain itu, ditin jau dari sifat kimia dan ko mponen kimia, kacang tunggak dapat diolah seperti kedelai yaitu berpotensi sebagai bahan baku pembuatan tempe, kecap, tauco, tahu, tepung komposit, isolate dan konsentrat protein. Menurut Saifudin 1998 sohun yang dibuat dari pati kacang tunggak telah memenuhi syarat yang ditetapkan SII 1982. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengolahan kacang tunggak adalah terdapatnya senyawa anti nutrisi yang dapat mempengaruhi produk olahan kacang tunggak. Pengupasan kulit biji kacang tunggak merupakan tahap kritis dalam proses pengolahan kacang tunggak lebih lanjut. Proses pengupasan dapat menurunkan senyawa anti nutrisi yang terdapat pada kacang tunggak. Kandungan tripsin inhibitor, tannin, asam fitat dapat turun lebih dari 50 . Selain itu pengupasan dapat memberikan warna dan aro ma yang lebih baik untuk produk olahan yang dihasilkan.

2.3. KARAKTERISTIK PATI UNTUK PRODUK MI

Sifat fungsional pati akan sangat menentukan kualitas mi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena sifat fungsional ini berkaitan erat dengan pembentukan adonan reologi dan kualitas tekstur mi. Menurut Lii dan Chang 1981 dalam Collado et al 2001, tipe pati yang ideal untuk pembuatan mi berbasis pati adalah pati yang memiliki kadar amilosa yang tinggi, swelling dan kelarutan yang terbatas, dan memiliki profil gelatinisasi tipe C. Karakter lain dari pati yang baik untuk mi adalah pati dengan viskositas yang rendah, stabil terhadap panas dan pengadukan bahkan cenderung mengalami peningkatan selama pemanasan serta persen sineresis yang rendah Chen et al 2003, Purwani et al 2006 dan viskositas yang tinggi pada suhu rendah juga cepat mengalami retrogradasi Tam et al, 2004. Selain itu juga pati yang cenderung cepat mengalami retrogradasi atau nilai v iskositas akhir yang tinggi juga sangat baik untuk kualitas akhir produk mi Ahmad, 2009. Hal ini juga diperkuat dengan pendapat bahwa mi yang berbasis pati artinya adalah pati yang terretrogradasi. Retrogradasi yang cepat dibutuhkan dalam pembuatan mi karena dengan kemampuan retrogradasi yang tinggi akan dapat membentuk gel yang baik. Kecepatan pati untuk mengalami retrogradasi dibutuhkan untuk pembentukan tekstur bihun pada saat bihun mengalami pendinginan. Retrogradasi pun turut bertanggung jawab terhadap tingkat kekerasan dan penampakan starch noodle. Pati dengan viskositas setback yang tinggi mudah mengalami ret rogradasi sehingga lebih baik digunakan seb agai bahan baku pembuat mi atau bihun dibanding dengan viskositas setback yang rendah Colado et al., 2001 dan Herawati, 2009. Menurut kesimpulan Ah mad 2009 mi yang dihasilkan dari pati dengan karakter seperti di atas memiliki kualitas cooking loss yang rendah, untaian mi yang kuat dan kompak, elastis serta kelengketan yang rendah. Selain itu berkurangnya leaching amilosa akan mengurangi kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP pada produk mi Ah mad, 2009. Pati ganyong memiliki kandungan amilosa yan g tinggi, rentang suhu gelatinisasi yang luas, viskositas pasta yang rendah dan stabil dalam keadaan panas sedangkan viskositas pasta dinginnya tinggi, serta mudah terretrogradasi. Semua sifat-sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan sohun Hung dan Morita, 2005 dalam Roisah, 2009.

2.4. MODIFIKASI PATI METODE HEAT MOISTURE TREATMENT HMT

Modifikasi pati metode heat moisture treatment merupakan salah satu modifikasi hid rotermal. Menurut Stute 1992 yang diacu dalam Co llado et al. 2001 modifikasi pati secara hidrotermal adalah modifikasi fisik pati yang mengko mb inasikan kadar air dan kondisi suhu yang mempengaruhi sifat pati tanpa merubah penampakan granula pati. Sedangkan HMT Heat moisture treatment itu sendiri adalah perlakuan pemanasan terhadap pati pada suhu yang lebih tinggi dari suhu gelatinisasi pati 80-120 o C dan pada kadar air yang sangat terbatas 35. Modifikasi fisik pati dipertimbangkan lebih aman dan alami dibandingkan dengan modifikasi pati secara kimia Collado et al , 2001. Metode HMT dapat merubah tipe profil gelatin isasi pati, seperti pada pati sagu Purwani et al, 2006, ubi Collado et al, 2001, dan jagung Ahmad, 2009. HMT merubah profil gelatinisasi pati sagu dari tipe A menjadi tipe B setelah dimodifikasi dengan HMT. Perubahan ini kemungkinan dikarenakan terjad inya perubahan didalam granula. Hal yang sama juga terjad i pada SPS sweet potato starch . SPS alami sebelum dimodifikasi HMT memiliki tipe profil gelatin isasi tipe A dan setelah dilakukan modifikasi, SPS termodifikasi HMT memperlihatkan profil gelatinisasi yang mendekat i tipe C Collado et al, 2001. Modifikasi pati dengan HMT menggunakan kadar air yang sangat terbatas. Menurut Herawati 2009, ju mlah air yang terbatas menyebabkan pergerakan maupun pembentukan interaksi antara air dan moleku l amilosa atau amilopektin juga terbatas sehingga tidak menyebabkan adanya peningkatan kelarutan pati didalam air selama pemanasan berlangsung. Dengan kata lain, lan jut Herawati 2009, keberadaan air yang terbatas s elama pemanasan yang dilakukan pada modifikasi HMT belu m mampu membuat pati mengalami gelat inisasi yang ditunjukkan dengan masih terjaganya integritas granula pati termodifikasi HMT. Pat i yang mengalami gelatin isasi akan keh ilangan seluruh bagian kristalny a Zobel et al., 1988 dalam Herawati, 2009. Perubahan fisik maupun kimia pati dapat terjadi setelah pati tersebut dimodifikasi dengan metode HMT. Salah satu perubahan fisik yang terjadi adalah perubahan karakteristik gelatinisasi pati. Seperti yang dilaporkan oleh Ah mad 2009 terjad i peningkatan su hu awal gelatinisasi pati jagung setelah mengalami modifikasi HM T dari pati alaminya. Terjad i peningkatan suhu gelatinisasi lebih dari 10 dari pati jagung tanpa HMT. Menurut Gunaratne dan Corke 2007 peningkatan suhu gelatinisasi ini disebabkan karena proses modifikasi HMT menyebabkan rekristalisasi ko mponen granula pati sehingga menyebabkan pati yang dimodifikasi HMT menjadi lebih tahan terhadap panas sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menggelatinisasi. Viskositas puncak dari profil gelatinisasi pati yang telah mengalami mod ifikasi HMT akan mengalami penurunan dikarenakan pembengkakan granula yang terbatas Hormdok, 2007. Menurut Hoover dan Gunaratne dalam Ah mad 2009 penurunan viskositas maksimu m disebabkan karena interaksi rantai amilosa-amilosa, dengan rantai amilosa-amilopekt in yang terjadi selama proses modifikasi, sehingga antara moleku l menjad i leb ih rapat dan air lebih sulit untuk berpenetrasi ke dalam granula. HMT juga dapat meningkatkan viskositas pati seperti yang terjadi pada pati gandum Hoover dan Vasanthan 1994. Menurut Adebowale et al 2005, rig iditas dari granula akan men ingkat setelah dimodifikasi dengan HMT akibat dari tidak tercukupinya proses gelatinisasi. Granula yang rigid akan lebih tahan terhadap pengadukan dan mengakibatkan nilai viskositas yang lebih tinggi. Pati hasil modifikasi HMT memiliki pasta yang lebih stabil dengan viskositas pasta yang tetap konstan dibandingkan dengan pasta pati yang tidak dimodifikasi Ah mad, 2009, dan Hormdok, 2007. Kestabilan suspensi pati selama pemanasan dan pengadukan dapat dilihat dari n ilai breakdown pasta pati. Gunaratne dan Corke 2007 melaporkan bahwa viskositas breakdown pati HMT lebih rendah daripada viskositas breakdown pati tanpa HMT. Pati ganyong juga memiliki breakdown yang rendah. Beberapa varietas ganyong bahkan tidak memiliki breakdown Damayanti, 2009. Modifikasi pati ganyong dengan HMT yang dilaku kan oleh Watcharatewinkul 2009 memperlihatkan nilai break down yang semakin kecil bahkan tidak ada dengan semakin t ingginya kadar air. Setelah mengalami pemanasan pati kemudian d idinginkan untuk diketahui profil gelatinisasinya akibat pendinginan. Pada pendinginan pasta pati ini HMT biasanya men ingkatkan viskositas akhir dari pasta pati alaminya, seperti yang terjadi p ada HMT pati sagu Herawati, 2009, Purwani, et al, 2006, millet Adebowale et al. 2005, sorgun merah dan sorgum putih Adebowale et