MODIFIKASI PATI METODE HEAT MOISTURE TREATMENT HMT

al . 2005 dan Olayin ka et al. 2008, dan new cocoyam Lawal, 2005. Gunaratne dan Corke 2007 melaporkan terjadinya peningkatan nilai viskositas akhir dan viskositas setback pada pati jagung. Modifikasi HMT meningkatkan kekerasan gel dari pati Hormdok, 2007; Collado dan Corke, 1999; Adebowale et al, 2005. Gel pati adalah sistem padat cair yang memiliki jaringan kontinu yang memerangkap fase cairan didalamnya. Adanya amilosa dalam fase kontinus menyebabkan pembentukan gel yang kuat saat pendinginan Collado dan Corke, 1999. Meningkatnya kekuatan pati juga terjadi karena adanya pengaturan dan penyusunan kembali bagian amilos a dan amilopektin yang men ingkatkan gaya ikat intragranular Adebowale et al, 2005. Kekerasan gel semakin men ingkat dengan semakin meningkatnya suhu dan lama modifikasi Ho rmdok, 2007. Selain itu swelling power SP atau pembengkakan pati juga dipengaruh i oleh perlakuan modifikasi pati dengan HMT. Modifikasi pati dengan metode HMT menurunkan nilai swelling power sehingga nilai SP lebih rendah dari pati alaminya Adebowale et al, 2005; Lawal dan Adebowale, 2005; Collado dan Corke, 1999; Olayinka et al, 2008, Lawal 2005; Herawat i, 2009; Ahmad, 2009. Hasil dari HMT dan annealing meningkatkan kekerasan gel dari pati beras. Menurut Adebowale et al. 2005, menurunnya nilai swelling power dikarenakan men ingkatnya kristalin itas pati setelah modifikasi sehingga membatasi air yang masuk kedalam pati dan membuat pati menjad i leb ih terbatas saat membengkak. Pembentukan ko mpleks amilosa-lemak dalam granula pati mungkin menyebabkan penurunan kapasitas swelling pati karena telah ditunjukkan bahwa amilosa menghambat pengembangan granula dibawah kondisi terbentuknya ko mpleks amilosa - lemak Tester morison, 1990, dalam Olayinka et al., 2008 Penggunaan pati sagu yang dimodifikasi HMT dalam pembuatan mi o leh Purwan i et al 2006 menghasilkan mi yang dapat diperbaiki sifat kekerasan dan elastisitasnya, serta mengurangi kelengletan mi dan kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP cooking loss. Collado et al. 2001 juga melaporkan bahwa pati HMT menghasilkan sifat fisik mi yang tidak lengket.

2.5. MI KERING

Mi merupakan salah satu jenis produk pasta yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia dan telah dikenal oleh seluruh masyarakat indonesia. Menurut Suyanti 2008 dalam Ahmad 2009 produk mi terdiri dari empat jenis yaitu mi segar, mi basah, mi kering, dan mi instan. Mi segar adalah mi dari proses pemotongan lembaran adonan atau ekstrusi adonan dengan kadar air 35 dengan daya simpan 50-60 jam dalam refrigerator. Mi basah adalah mi yang mengalami proses perebusan setelah pemotongan atau ekstrusi adonan. Masa simpannya singkat, hanya 40 jam pada suhu 28-30 o C, yang dikarenakan kadar air mi ini mencapai 52. Mi kering adalah mi segar yang dikeringkan dengan kadar air sekitar 8-10 sedangkan mi instan adalah mi matang yang dikeringkan dengan cara digoreng maupun dengan aliran udara panas. Berdasarkan bahan bakunya, mi dapat dibagi menjadi 2 jen is mi yaitu mi terigu dan mi non - terigu. Mi terigu yaitu mi yang bahan baku utamanya menggunakan terigu atau campuran dengan tepung yang lain. Mi non-terigu terkadang disebut juga dengan mi berbasis pati. Yang tergolong ke dalam mi non terigu antara lain bihun, soun, dan mi gleser bogor. Bihun merupakan makanan yang terbuat dari beras, sedangkan sohun terbuat dari pati kacang hijau atau pati kentang dan terkadang juga terbuat dari pati ubi jalar di Korea disebut dangmyun atau tangmyon. Pembuatan mi terigu melibatkan bahan-bahan tepung terigu, air, garam, dan guargum atau cmc. Menurut Sunaryo 1985 dalam Muchtadi 1991, fungsi dari te rigu dalam pembuatan mie adalah sebagai bahan pembentuk struktur dan sumber karbohidrat serta protein. Pada mi non -terigu sumber karbohidrat didapat dari pati ataupun tepung selain terigu yang digunakan. Air berfungsi sebagai media reaksi antara g luten dengan karbohidrat, pelarut garam, dan pembentukan sifat kenyal gluten. Fungsi garam adalah memberi rasa, memperkuat tekstur, men gikat air, serta meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi. Widowati dan Buckle 1991 men jelaskan proses pembuatan mi terd ir i dari beberapa tahapan yaitu pencampuran, pembentukan adonan, pembentukan mi, pengukusan atau penguapan dan pengeringan. Proses pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringa n gluten, sehingga adonan menjadi halus dan elastis. Oh et al 1985 menerangkan bahwa u mu mnya air yang ditambahkan sekitar 28- 38 dari bobot tepung. Jika air yang ditambahkan kurang dari 28, adonan menjadi keras, rapuh dan sulit dibentuk menjadi lembaran, sedangkan bila lebih dari 38 adonan menjadi basah dan lengket. Namun pada pembuatan mi berbasis pati kadar air yang digunakan justru lebih banyak sekitar 66-70 Chansri et al, 2005. Proses pembuatan mi non-terigu biasanya berbeda pada tahap pencampuran dan pembentukan mi yang biasanya menggunakan cara ekstrusi Vasanthan dan Li, 2003. Cara pencampuran dan pembentukan adonan yang dilakukan oleh Chansri et al 2005 adalah dengan penggunaan binder adonan pengikat dari pati tergelatinisasi. Proses pembutan mi pati adalah dengan mencampurkan pati kering dan pati yang sudah tergelatinisasi sehingga membentuk adonan yang tebal kemudian adonan diekstrusikan kedalam air yang mendid ih, didinginkan kedalam air dingin, pembekuan pada freezer , thawing pada air dingin dan pengeringan Chansri et al, 2005. Proses pembuatan mi pati secara tradisional juga menggunakan pencampuran pati kering dan pati tergelatinisasi sebanyak 5 - 10 dengan 90-95 pati kering dilu mat kan sebagai adonan pasta dan memiliki kadar air 55. Pembekuan pada freezer seperti yang dilakukan o leh Chansri dapat tidak diterapkan karena menurut Kusnandar et al 1998 pembekuan pada freezer menjadikan sohun bersifat porous dan berwarna opaque. Selain itu proses non-freezing lebih sederhana dan efektif dalam hal biaya produksi, serta lebih banyak untaian sohun yang lurus daripada menggunakan metode freezing Ro isah, 2009. Karakteristik mi yang diinginkan adalah mi yang memiliki derajat putih tinggi Muchtadi, 1991, keh ilangan padatan akibat pemasakan atau KPAP rendah, kekerasan yang cukup, kelengketan yang rendah, elastisitas yang tinggi, berat rehidrasi terbatas, persen pemanjangan yang tinggi dan kekuatan tarik yang tinggi Muchtadi, 1991; Purwani, 2006; Ah mad, 2009; Hormdok, 2006; Lorlowhakarn, 2006; Roisah 2009; Chansri et al, 2005. Namun nilai target dari parameter tersebut dapat diambil dengan membandingkan nilai parameter produk target mi terigu 100.