Karakteristik Pati Ganyong GANYONG

et al ., 2003 kadar amilosa pati ganyong 18-25 masih lebih rendah dari pati kacang hijau 28. Pada dasarnya amilosa akan leb ih berperan saat proses gelatinisasi dan lebih menentukan karakter dari pasta pati. Amilosa juga dapat mengkokohkan kekuatan gel karena daya tahan molekul d i dalam granula meningkat Satin, 2001. Semakin t inggi kandungan amilo sa maka akan semakin mudah produk mengalami retrogradasi. Pati dengan kandungan amilosa yang tinggi sangat cocok untuk pembuatan mi pati Herman, 1996 dalam Roisah, 2009. Tabel 3 . Ko mposisi kimia pati ganyong beberapa varietas di Indonesia Ko mposisi kimia Kebumen 1 Ciamis 1 Karang gayam 1 Leuwi dammar 1 Ganyong merah 2 Ganyong putih 2 Air 10.86 11.26 11.34 11.75 13.76 9.21 Karbohidrat 88.22 87.45 87.72 87.29 96.83 97.63 Protein 0.39 0.48 0.39 0.39 0.05 0.05 Lemak 0.33 0.64 0.37 0.37 1.93 2.67 Abu 0.2 0.17 0.18 0.2 0.17 0.33 Serat kasar 0.26 0..2 0.24 0.36 1.02 0.44 Pati 84.14 79.57 75.89 75.84 89.65 81.89 Amilosa 35.74 35.61 35.43 33.81 33.22 30.28 Total gula 0.23 0.21 0.24 0.09 - - Keterangan : 1 Damayanti 2002 2 Roisah 2009 Ko mposisi kimia pati ganyong berbeda-beda tergantung dari jenis dan varietas sumber pati ganyong tersebut. Komposisi kimia pati ganyong dari berbagai sumber dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Puncha-arnon 2007 kadar pati berbeda pada segmen yang berbeda. Kadar pati pada segmen immature 13,7, premature 19,5 mature 18,6 dan induk 7,9 berbeda-beda. Rata-rata 1 kg 956 g pati d ihasilkan dari satu rhizo me yang berumur 7 bulan 5324 g. Selain kandungan nutrisi terdapat juga kandungan fosfor dalam pati ganyong sebesar 371-399 pp m dan ju mlah ini lebih t inggi dari singkong dan kacang hijau Thitip raphunkul, 2003.

2.1.4. Karakteristik Gelatinisasi Pati Ganyong

Ko mposisi kimia pati ganyong akan mempengaruhi karakteristik fisik pati tersebut. Salah satu karakteristik fisik yang penting pada pati adalah karakteristik profil gelat inisasi. Ketika pati dipanaskan bersama air, pati akan mengalami peningkatan kelarutan yang diikuti dengan peningkatan viskositas yang kemudian akan membentuk pasta. Fenomena ini d isebut dengan gelatinisasi pati, sedangkan suhu pada saat awal gelatinisasi berlangsung yaitu saat mulai terjadinya peningkatan viskositas disebut suhu awal gelat inisasi Muchtadi et al, 1987. Apabila pemanasan dilanjutkan dalam jangka waktu tertentu kemudian dilakukan pendinginan maka perubahan viskositas pati akan membentuk pro fil yang berbeda-beda tergantung kepada jenis pati Herawati, 2009. Pengukuran profil gelatinisasi pasta pati dapat menggunakan instrument Brabender Amilograph ataupun Rapid Visco Analayzer RVA. Pengukuran menggunakan alat tersebut dapat memberikan informasi tentang suhu awal gelatinisasi SAG, viskositas puncak VP, viskositas break down VB yaitu perubahan viskositas selama pemanasan, viskositas setback VS yaitu perubahan viskositas selama pendinginan dan viskositas akhir VA Herawat i, 2009. Soni et al 1990 melaporkan bahwa viskositas dari suspensi pati ganyong lebih tinggi tiga kali dari pada pati jagung dan menunjukkan t idak adanya penurunan , dan lebih tinggi juga dari pati singkong dengan konsentrasi yang sama Perez et al, 1998 jika dilihat menggunakan Brabender Amilograph. Profil gelatinisasi pati ganyong yang telah diteliti oleh Chansri 2003 memperlihatkan viskositas yang tinggi, tidak ada viskositas breakdown VB, relatif stabil selama holding 95 o C, dan memiliki viskositas setback VS yang tinggi. Suhu awal gelatinisasi pati ganyong berkisar antara 74 -75 o C leb ih rendah dari pati kacang hijau ko mersial 80 o C. Namun menurut Thitipraphunkul 2003 dengan susp ense pati 6 bb, suhu gelatinisasi dari pati ganyong berkisar antara 71-72 o C yang lebih t inggi dari pati singkong 68 o C. Sedangkan menurut Damayanti 2002 suhu awal gelatinisasi pati ganyong berkisar antara 69-72 o C. Adanya perbedaan SAG ini d iperkirakan oleh Damayanti 2002 karena perbedaan ukuran dan sebaran granula pati ganyong, juga kandungan amilosa. Beberapa varietas pati ganyong ada yang memiliki v iskositas puncak pasta pati Ciamis dan Kebumen ada pula yang tidak Karang Gayam dan Leu wi Damma r. Dengan tidak adanya viskositas puncak pati maka tidak ada juga viskositas break down seperti yang diungkapkan oleh Chansri 2003. Menurut Gunaratne dan Corke 2007 viskositas breakdown dapat memperlihatkan kestabilan suspensi pati selama pemanasan dan pengadukan. Semakin kecil nilai viskositas breakdown maka semakin stabil pasta pati terhadap proses pemanasan dan pengadukan. Seperti yang diungkapkan oleh Chansri 2003 dan Damayanti 2009, pati ganyong memiliki nilai viskositas setback yang tinggi. Nilai viskositas balik VS mencerminkan kemampuan asosiasi atau retrogradasi mo leku l pati pada proses pendinginan. Semakin t inggi nilai VS berarti semakin tinggi kemampuan pati untuk mengalami retrogradasi. Begitu pula dengan kandungan amilosa. Semakin tinggi kandungan amilosa maka d iharapkan semakin tinggi n ilai VS. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pati dalam retrogradasi, diantaranya adalah kandungan lemak, protein, serat dan amilosa Damayanti, 2002. Menurut Schoch dan Maywald 1968 yang dikutip oleh Purwani et al. 2006 penggolongan pasta pati atau profil gelatinisasi pati dibagi menjad i 4 yaitu tipe A, tipe B, t ipe C, dan tipe D. tipe A adalah tipe pasta yang mengalami pembengkakan yang tinggi deng an memperhatikan viskositas puncak yang tinggi kemudian mengalami pengenceran dengan cepat selama pemanasan. Tipe B adalah pasta pati yang memiliki karakter pembengkakan yang sedang dengan memperlihatkan viskositas puncak yang lebih rendah. Tipe C adalah p asta yang memiliki sifat dengan pembengkakan terbatas, tidak memperlihatkan puncak pada viskositas maksimu m namun viskositasnya yang cenderung tinggi tetap dipertahankan atau meningkat selama pemanasan. Tipe D adalah tipe pati yang pastanya sulit membengkak dan sulit mengental pada konsentrasi yang sama dengan pati tipe lainnya. Pati ganyong tidak dapat diklasifikasikan kedalam tipe B moderate swelling atau C swelling terbatas menurut klasifikasi pola viskositas pati Schoch, tapi profil pasta pati gany ong berada diantara B dan C Scoch dan Maywald 1968. Hal tersebut tergambarkan dalam profil gelatin isasi pati ganyong varietas Karang Gayam dan Leu wi Damar yang tidak memiliki puncak dan viskositasnya stabil atau terus meningkat setelah pendinginan yang dapat diklasifikasikan profil gelatin isasi tipe C. Lanjut Chansri et al 2003 pati ganyong menunjukkan shear yang bagus dan ketahanan terhadap panas yang sama dengan sifat pasta dari pati cross-linked dan pati kacang hijau. Pati ganyong juga menunjukkan setback yang signifikan, dan pastanya sangat bening dan elastis. Hasil ini menunjukkan bahwa pati canna memiliki karakter spesisfik yang baik yang dibutuhkan untuk pembuatan clear noodle.

2.1.5. Swelling Power atau Pembengkakan Pati Ganyong

Pengukuran swelling power dapat menentukan kemampuan granula pati untuk mengembang. Swelling power adalah perbandingan antara berat sedimen pasta pati dengan berat kering pati yang dapat membentuk pasta Schoch 1964 dalam Wattanachant et al.,2002. Secara umu m swelling power pati umb i-u mb ian meningkat dengan cepat pada kisaran suhu 50-90 o C Hung, 2005. Seperti yang diungkapkan pula o leh Damayanti 2002 adanya peningkatan pembengkakan pati secara tajam pada suhu 60-70 o C. Pembengkakan 3-4 kali lipat, diduga pada kisaran suhu tersebut ikatan antar molekul pati sudah melemah dan pati sudah tergelatinisasi, sehingga terjadi penyerapan air pada granula. Pada suhu diatas 70 o C pembengkakan hanya bertambah sedikit karena pati sudah sangat mengembang, sehingga kemampuan pati untuk menyerap air t inggal sedikit. Namun pembengkakan akan terus terjadi sampai suhu 90 o C karena pati akan terus tergelatinisasi dan membengkak sampai suhu maksimu m, yaitu 95.25 o C. Menurut Hung 2005 swelling power pati ganyong masih lebih rendah dibandingkan pati kentang, ubi dan singkong. Hal ini menggambarkan bahwa pati ganyong memiliki kapasitas daya ikat air yang rendah selama pemanasan dikarenakan kadar amilosanya. Hal ini juga yang mempengaruhi kualitas baik dari mi pati dengan bahan baku yang berasal dari pati yang memiliki sifat yang sama Hung, 2005. Swelling power pati umbi-u mbian berkorelasi negatif dengan kadar amilosa dan suhu gelatinisasi, namun ukuran rata-rata pati menunjukkan korelasi positif terhadap swelling power pada suhu 75 o C Li, 2001. Pat i dengan swelling power yang terbatas akan memberikan sifat mi yang tidak terlalu mengembang Ah mad, 2009. Pat i yang terlalu mengembang akan mudah hancur.