Kemudian dalam penelitian ini akan melakukan konstruksi ACU sebagai parallel currency
negara-negara di Kawasan ASEAN+3 dengan menggunakan variabel Gross National Product GDP dan variabel perdagangan Trade. Dalam
pembahasan ini akan diperoleh beberapa hal, antara lain i bobot masing-masing mata uang negara-negara ASEAN+3 dalam membentuk ASEAN+3, ii
pergerakan vis-à-vis antara nilai tukar ACU terhadap mata uang US Dollar, iii nilai tukar mata uang domestik setiap negara-negara ASEAN+3 terhadap ACU,
serta iv koridor pergerakan mata uang domestik setiap negara anggota ASEAN+3 terhadap ACU.
Sementara pada analisis selanjutnya adalah melihat keuntungan yang diperoleh jika negara-negara di kawasan ASEAN+3 menerapkan ACU. Analisis
dilakukan dengan menggunakan penentuan pilihan penggunaan mata uang dalam kawasan. Hal ini meliputi apakah kawasan ASEAN+3 ini lebih baik
menggunakan nilai tukar domestik setiap negaranya, atau lebih baik menggunakan ACU. Pilihan tersebut akan diuji dengan menggunakan Model Vector
Autoregression VAR dan Vector Error Correction Model VECM untuk
menentukan mata uang terbaik yang dapat dipilih oleh setiap negara di kawasan ASEAN+3 dengan variabel inflasi sebagai tolak ukurnya.
Adapun manfaat dari penelitian ini selain sebagai literatur maupun referensi bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini merupakan informasi
mengenai kesiapan negara ASEAN+3 dalam mewujudkan integrasi ekonomi dan moneter di ASEAN+3.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kecenderungan peningkatan proses integrasi ekonomi dan moneter regional di berbagai belahan dunia pada dasarnya dilandasi oleh suatu konsep
dasar, yakni bahwa manfaat yang akan diperoleh dari integrasi tersebut lebih besar dibandingkan dengan resiko yang mungkin dihadapi oleh masing-masing negara
anggota dalam kawasan. Dalam perkembangannya, berbagai konsep terkait dengan integrasi keuangan dan moneter ini pun terus melakukan perbaikan seiring
dengan perkembangan ekonomi. Bab ini secara khusus akan meninjau secara teoritis mengenai pengertian,
pentahapan, dan manfaat yang diperoleh dari adanya integrasi ekonomi regional. Hasil studi empiris juga akan dipaparkan dalam bab ini untuk melengkapi
argument-argumen terkait dengan teori ekonomi dan moneter regional.
2.1. Pentahapan Proses Integrasi
Pasar keuangan di suatu kawasan dikatakan telah terintegrasi secara penuh apabila masing-masing negara dalam kawasan tersebut telah menghadapi
kebijaksanaan dan atau ketentuan yang sama dalam pasar keuangan single set of rules
, di mana investor dan penerbit aset keuangan mempunyai akses yang sama terhadap pasar keuangan equal access dan diperlakukan secara sama treated
equally ketika beroperasi di pasar keuangan Baele et al, 2004. Definisi integrasi
keuangan tersebut sangat terkait dengan the law of one price yang merupakan definisi lain dari integrasi keuangan. The law of one price ini pada dasarnya
menyebutkan bahwa apabila suatu pasar keuangan mempunyai resiko dan tingkat pengembalian yang identik, maka aset keuangan tersebut haruslah mempunyai
harga yang sama, terlepas dari tempat transaksi keuangan di mana aset keuangan tersebut dilangsungkan.
Definisi integrasi keuangan ini baik secara teoritis maupun dalam prakteknya tidak mengalami banyak perdebatan. Namun demikian, dalam ranah
teori integrasi keuangan, perdebatan yang seringkali muncul ialah terkait dengan bagaimana proses integrasi keuangan ini harus dijalankan. Haruskah integrasi
16
keuangan dan moneter di suatu kawasan didahului oleh integrasi sektor riil perdagangan atau tidak? Ada dua kelompok pendapat mengenai hal tersebut,
kelompok pertama berpendapat bahwa integrasi keuangan harus didahului oleh integrasi sektor riil perdagangan di kawasan tersebut. Kelompok kedua
berpendapat bahwa integrasi keuangan dan moneter tidak harus didahului adanya integrasi perdagangan. Perkembangan dari aliran pendapat ini, kemudian diikuti
oleh munculnya berbagai pandangan yang memperkuat fenomena bahwa integrasi moneter merupakan langkah untuk memperkuat integrasi di sektor riil.
10
Melihat pengalaman di Asia khususnya ASEAN+3, inisiatif integrasi keuangan dan moneter yang meningkat setelah krisis keuangan di Asia tahun 1997
dapat dikatakan mengikuti pendapat yang kedua, dimana proses integrasi keuangan dan moneter berlangsung tanpa didahului oleh adanya integrasi sektor
riil. Kondisi ini berbeda dengan pengalaman Eropa di mana proses menuju integrasi keuangan dan moneter didahului oleh integrasi sektor riil terlebih dahulu.
2.1.1. Integrasi Sektor Riil menuju Integrasi Ekonomi
Teori awal mengenai tahapan dalam mencapai integrasi ekonomi, secara populer disebut sebagai Coronation Theory. Teori ini berpandangan bahwa
integrasi sektor riil yang dilakukan melalui liberalisasi perdagangan dan mobilitas faktor produksi adalah sebagai prasyarat dalam mencapai integrasi ekonomi
secara penuh Sholihah dan Saicu, 2007. Teori ini berdasarkan pengalaman kawasan Eropa dalam proses menuju pembentukan Uni Eropa. Pada proses
tersebut, inisiatif dimulai dengan adanya kerjasama di sektor riil yaitu melalui pembentukan komunitas batubara dan baja eropa The European Coal and Steel
Community -ECSC melalui Threaty of Paris pada tahun 1951 dengan enam
negara anggota, yaitu Belgia, Jerman Barat, Luksemburg, Prancis, Italy, dan Belanda.
Pengalaman sukses ECSC mendorong keenam negara tersebut untuk mengintegrasikan sektor-sektor lainnya. Pada tahun 1957 keenam negara tersebut
menandatangani Treaties of Rome, the European Atomic Energy Community- EEC. Selanjutnya negara anggota menetapkan pembebasan hambatan
10
Sholihah dan Saichu. 2007. Tinjauan Teoritis Integrasi Keuangan Regional. Eds. S. Arifin, R. Winantyo, dan Y. Kurniati. Kerjasama Perdagangan Internasional. Bank Indonesia, Jakarta.
17