Maastricht Treaty Convergence Criteria

Oleh karena itu, kesepakatan tersebut diberi nama kota itu, yakni Trakta Maastricht atau Maastricht Treaty. Kesepakatan tersebut menjadi mengikat setelah diratifikasi oleh negara-negara anggota pada tahun 1992. Dengan kesepakatan tersebut, hubungan mata uang antar negara anggota akhirnya lebih didekatkan lagi. Untuk itu, negara-negara anggota harus mengadopsi suatu kebijakan yang mendekatkan perekonomian mereka melalui apa yang disebut sebagai kriteria konvergensi. Kriteria tersebut mencakup laju inflasi, suku bunga jangka pendek, defisit APBN yang diperlukan, dan rasio utang terhadap PDB yang terjadi di setiap negara.

2.6. Penelitian Empiris Terkait

Penelitian mengenai Asian Currency Unit oleh Ogawa dan Shimizu 2005 membahas empat estimasi pendekatan Asian Monetary Unit AMU. Pendekatan tersebut berdasarkan variabel trade volume intra kawasan, GDP nominal, GDP- PPP, dan international reverse. Diantara semua itu, variabel pendekatan AMU dengan menggunakan bobot variabel GDP-PPP dan bobot variabel trade lebih tepat dari sudut pandang stabilitas AMU. Dari indikator divergen yang dihitung, hanya Dollar Singapura dan Dollar Brunei yang mengalami deviasi sebesar 2.5 persen dari benchmark rates. Selebihnya, sebagian besar mata uang negara ASEAN+3 Cina, Jepang, dan Korea mengalami deviasi lebih dari tiga puluh persen pada periode Noverber tahun 2004 dengan menggunakan benchmark harga dasar tahun 2001. Penelitian ini tidak hanya melakukan penghitungan secara nominal, melainkan juga secara penghitungan riil. Setelah memahami penelitian yang dilakukan oleh Ogawa dan Shimizu di atas, Baharumshah et al. 2005 mengkonstruksi Regional Monetary Unit RMU ASEAN-5 +3 Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, Malaysia, Cina, Jepang, dan Korea untuk dibandingkan dengan penelitian Ogawa dan Shimizu 2005 yang mengkonstruksi RMU berdasarkan tiga belas negara ASEAN+3 Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Myanmar, Laos, Cina, Jepang, dan Korea. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah delapan negara ASEAN-5 +3 mempunyai potensi untuk bekerjasama dalam membentuk International trade dan economic cooperation untuk 37 memfasilitasi pembentuk Asean Monetary Union AMU. Landasan pokok delapan negara saja yang dilibatkan dalam penelitiannya adalah karena lima negara lainnya seperti Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Myanmar dan Laos i data makroekonomi yang dibutuhkan dalam rentang lima belas tahun kebelakang tidak tersedia dengan baik, ii Sebagian dari negara tersebut sedang mengalami transisi ekonomi, iii biaya untuk memperoleh data-data makroekonomi yang diperlukan akan membutuhkan biaya yang besar. Kesimpulan dari penelitian ini tidak menemukan perbedaan signifikan antara RMU ASEAN+3 dan RMU ASEAN-5 +3. Melalui pendekatan yang berbeda, Moon dan Rhee 2007 membahas pembentukan Regional Currency Unit untuk ASEAN-5 +3 Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, Cina, Jepang, dan Korea. Penentuan Variabel Ekonomi yang digunakan adalah GDP-PPP, GDP Nominal, Intra Trade, dan CMI-Swap dengan rentang waktu data penelitian dari tahun 2000-2006. Penelitian ini mengeksplorasi penentuan bobot serta fluktuasi nilai tukar dengan menggunakan RCU dan untuk digunakan sebagai referensi integrasi moneter. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dengan mengestimasi nilai tukar RCU terhadap USD diperoleh dua temuan. Pertama adalah nilai RCU dengan basis penghitungan GDP nominal berfluktuasi paling tinggi dan RCU dengan basis penghitungan GDP-PPP berfluktuasi paling rendah. Kedua adalah dari estimasi pergerakan mata uang setiap negara selama periode waktu 2000-2006, mata uang Won Korea terapresiasi paling tinggi mencapai lima belas persen, sementara mata uang Peso Philipina mengalami depresiasi tertinggi yang melebihi lima belas persen pada periode waktu yang sama. Sementara itu, Guman dan Palit 2008 mengevaluasi kelayakan penggunaan Asian Currency Unit untuk ASEAN+4 ditambah Cina, Korea, Jepang, dan India.serta perekonomian negara Australia dan Selandia Baru. Dalam penelitian tersebut, Guman dan Palit menambahkan jumlah observasi penelitian. Penentuan variabel ekonomi yang digunakan adalah variabel GDP nominal, GDP- PPP, dan Ekspor Intra Regional dengan rentang waktu data penelitian 2001-2007. Dari hasil penelitiannya, Guman dan Palit menyimpulkan bahwa seharusnya proposal integrasi ekonomi dan moneter ASEAN+3 yang dibahas dalam beberapa 38