Model Asian Currency Unit ACU
RCURCU = ; QJ 0
3.11
∑
= z
j
J S
J Q
1
jika dalam penelitian ini suatu RCU merupakan ACU, maka dari persamaan 3.11 dapat dimodifikasi sebagai berikut :
ACUACU =
∑
; QJ 0 3.12
= 13
1 j
J EXR
J Q
dimana : ACUACU = ACU, penjumlahan dari 1 sampai 13 mata uang negara-negara
yang tergabung dalam ASEAN +3 EXRJ
= Nilai tukar bilateral antara dollar terhadap uang J QJ
= Jumlah mata uang J dalam ACU bobot mata uang lokal
Secara lebih lengkap persaman 3.12 dapat dituliskan sebagai berikut :
ACU = QCNY x CNY + QJPY x JPY + QKRW x KRW + QIDR x IDR + QSP x SP + QTLB x TLB + QMLR x MLR +
QPLP x PLP + QBN x BN + QVTD x VTD + QCBR x CBR + QMYK x MYK + QLAK x LAK
3.13
Pada persamaan 3.13 menunjukkan bahwa ACUACU akan homogenous
pada derajat satu terhadap ERJ. Asumsi ini mengimplikasikan bahwa jika terjadi apresiasi sebesar satu persen setiap mata uang yang tergabung
dalam ACU maka akan mendorong ACU terapresiasi sebesar satu persen terhadap dollar. Artinya adalah, setiap mata uang yang tergabung dalam ACU akan
memiliki nilai sendiri. Selanjutnya adalah menentukan bobot dari setiap mata uang dalam ACU.
Bobot timbangan dari masing-masing mata uang dalam keranjang ACU dihitung berdasarkan ukuran tingkat signifikansi ekonomi dari negara-negara yang
menerbitkannya. Jika mengikuti pengalaman pembentukan ECU, variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat signifikasi ekonomi terdiri dari besar ekonomi
52
relatif terhadap kawasan; pangsa perdagangan intra-kawasan, dan pangsa likuiditas jangka pendek de Grauwe, 2005.
Ogawa dan Shimizu 2005 menggunakan variabel volume perdagangan, nominal PDB, PDB yang diukur dengan PPP, dan cadangan devisa untuk
menghitung bobot masing-masing mata uang dalam keranjang. Namun, pada penelitian ini yang akan digunakan adalah GDP Riil PPP dan Ekspor dalam
kawasan masing-masing dengan pertimbangan bahwa variabel-variabel tersebut merupakan elemen bentuk terjadinya integrasi antara satu negara dengan negara
lainnya. Sehingga dapat diperoleh bobot untuk setiap negara sebagai berikut : Jika diasumsikan Q1 merupakan variabel GDP, maka bobot untuk setiap
negara dalam perhitungan variabel GDP adalah :
WGDPJ =
[ ]
100
13 1
×
∑
= j
J GDP
J GDP
3.14
Jika Q2 diasumsikan merupakan variabel Ekspor dalam kawasan, maka bobot untuk setiap negara dalam perhitungan variabel ekspor kawasan adalah :
WEXJ =
[ ]
100
13 1
×
∑
= j
J EX
J EX
3.15
Setelah memperoleh bobot setiap negara pada variabel tertentu, selanjutnya adalah menentukan bobot setiap negara untuk semua variabel yang
diamati. Jika Q1 merupakan variabel GDP dan Q2 merupakan variabel ekspor, maka bobot total untuk setiap negara dapat dituliskan dalam persamaan umum
berikut :
WQJ = 0.50 WQ1J + 0.50 WQ2J 3.16
Guna memperoleh bobot mata uang lokal atau dengan kata lain jumlah mata uang suatu negara dalam keranjang adalah dengan mengalikan bobot negara
53
tersebut terhadap nilai tukar mata uang tersebut. Dalam persamaan umum nya dapat dituliskan sebagai berikut :
QJ = WQJ x EXRJ 3.17
dimana QJ merupakan bobot setiap mata uang ASEAN+3, WQ merupakan bobot total setiap negara anggota ASEAN+3, dan EXR J merupakan nilai tukar
semua negara anggota ASEAN+3 J = 1, 2, ..., 13. Bobot dari setiap mata uang dalam ACU akan tergantung dari berapa
banyak mata uang tersebut dalam keranjang ACU. Apabila jumlah dari mata uangnya tetap, maka bobot dari setiap mata uang akan berubah sepanjang waktu
jika terdapat perubahan nilai dalam setiap komponen mata uang ASEAN+3. Berbagai variasi dari pendekatan yang berbeda sebenarnya dapat digunakan dalam
penentuan bobot. Tergantung dari pendekatan yang diterapkan, sehingga keranjang dapat memiliki kemiripan atau terdapat perbedaan pembobotan dan
tidak menutup kemungkinan dapat didominasi oleh satu mata uang ataupun lebih. Bobot merupakan faktor yang penting karena memiliki implikasi terhadap prilaku
keranjang dan dalam memperoleh indikator divergen. Untuk maksud tersebut, hal ini berguna ketika memonitor nilai tukar
antara ACU dengan setiap komponen mata uang. Nilai ACU untuk setiap mata uang K K = 1, 2, 3, …, 13 dapat diperoleh dengan cara mengalikan persamaan
3.8 dengan SK guna memperoleh tiga belas persamaan dalam rumus umum sebagai berikut :
ACUACU = ; QJ 0
13 1
J EXR
J Q
j
∑
=
ACUACU SK =
∑
= 13
1 j
K S
J EXR
J Q
ACU KACU = 3.18
∑ ∑
= =
=
13 1
13 1
j j
J K
EXR J
Q K
S J
S J
Q
54
Guna mengetahui nilai ACU untuk mata uang K pada periode tertentu, persamaan 3.12 dapat dituliskan kembali dalam bentuk :
ACU
k,t
= 3.19
∑
= 13
1 j
t
K J
EXR J
Q
dimana : ACU
kt
= Nilai ACU dalam mata uang k pada periode tertentu QJ
= Jumlah mata uang j dalam keranjang bobot mata uang lokal EXRKJ
t
= Harga mata uang k dalam unit mata uang j nilai tukar bilateral pada periode tertentu
Setelah model setiap mata uang ACU ASEAN+3 diperoleh dalam persamaan 3.17, selanjutnya adalah menentukan mekanisme nilai tukar. Dalam
EMS, setiap mata uang yang dikaitkan dalam ECU, nilai tukar bilateral pada awalnya diperbolehkan berfluktuasi dalam koridor 2.5 persen. Pada tahun 1990,
untuk Negara Italia dan kemudian Portugal, dan Spanyol diperkenankan untuk melebarkan fluktuasi koridor fluctuation bond menjadi ± 6 persen. Selanjutnya,
koridor kembali diperlebar pada tahun 1992 yaitu pada masa krisis ERM menjadi ± 15 persen. Negara anggota diwajibkan untuk menjaga pergerakan nilai tukarnya
dalam koridor yang telah ditetapkan tersebut dengan melakukan intervensi sepanjang yang dibutuhkan.