Kondisi Kerjasama ASEAN+3 Cerita Sukses Eropa

Sedangkan CMI merupakan hasil kesepakatan pertemuan Menteri Keuangan ASEAN+3 pada Mei 2000. CMI bertujuan untuk menyediakan bantuan keuangan regional sebagai bantuan pendamping yang diberikan oleh lembaga internasional, melalui jejaring swap bilateral di antara negara-negara ASEAN+3. Selain itu, CMI juga memperluas ASEAN Swap Arrangement ASA, yang semula dibentuk oleh lima negara ASEAN pada tahun 1977, dan berkembang menjadi seluruh negara ASEAN dengan jumlah komitmen yang meningkat pula. Pada Agustus 2003, ASEAN+3 menyetujui inisiatif pengembangan pasar obligasi Asia ABMI. Sebagai inisiatif utama dalam mengembangkan pasar modal yang efisien dan likuid sehingga penggunaan tabungan Asia untuk kebutuhan investasi di Asia dapat terlaksana dengan lebih baik. Selain itu, ABMI juga bertujuan untuk mendukung upaya mengatasi permasalahan ketidaksesuaian mata uang currency mismatch dan jatuh tempo pinjaman maturity mismatch. Kegiatan ABMI difokuskan pada dua sasaran, yaitu : i mendorong akses pasar melalui perluasan berbagai kelompok penerbit obligasi, dan ii meningkatkan infrastruktur pasar modal di Asia. Untuk mencapai kedua sasaran tersebut, saat ini terdapat empat kelompok kerja teknis yang terdiri dari i New securitized debts instrument , yang memfokuskan pada metode-metode sekuritas surat-surat utang sehingga dapat diperdagangkan di pasar obligasi, ii Credit guarantee and investment mechanisme , yang meneliti berbagai pilihan mekanisme dan skema penjaminan obligasi untuk proyek-proyek investasi, iii Foreign exchange transactions and settlement issues , yang meneliti berbagai isu berkaitan dengan upaya meminimalkan resiko-resiko transaksi obligasi antar negara, dan iv Rating system, yang memfokuskan pada kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan harmonisasi ketentuan dan peraturan lembaga pemeringkat kredit di negara-negara anggota, sehingga penilaiannya atas obligasi yang diterbitkan masing-masing negara anggota dapat diperbandingkan. Untuk mendukung pengembangan upaya-upaya kerja sama ekonomi di ASEAN+3 terutama berkaitan dengan isu-isu jangka menengah-panjang, ASEAN+3 mendirikan ASEAN+3 Research Group pada Nopember 2003. Tujuannya adalah menggali berbagai ide untuk meningkatkan kerja sama keuangan dan mendorong stabilitas keuangan di dalam kawasan melalui 26 masukan-masukan akademik dari para peneliti atau lembaga-lembaga penelitian di negara ASEAN+3. Selain berbagai kegiatan kerja sama yang telah dilakukan di kawasan ASEAN+3, ada pula beberapa langkah integrasi yang terjadi di ASEAN+3. Untuk melihat sejauh mana proses integrasi yang terjadi di ASEAN+3, pada pembahasan selanjutnya akan di bahas mengenai integrasi regional di kawasan ASEAN+3. 2.3. Integrasi Regional ASEAN+3 Integrasi ekonomi regional salah satunya dilandasi oleh kedekatan geografis dan historis serta hubungan ekonomi antar negara di suatu kawasan. Tujuan dari integrasi tersebut adalah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan kawasan dimaksud. Di Eropa, integrasi regional diawali dengan integrasi ekonomi sektor riil yang kemudian diikuti dengan integrasi moneter dan diakhiri dengan pembentukan mata uang tunggal Euro. Di ASEAN+3, proses integrasi regional diawali dengan kerja sama ekonomi yang lebih banyak digerakkan oleh sektor swasta market-led and private sector driven integration , terutama sejak awal tahun 1990-an. Dalam periode tersebut, peranan pemerintah dalam mendorong inisiatif kerja sama relatif terbatas pada bidang-bidang tertentu seperti perdagangan, investasi dan pembangunan infrastruktur lintas batas cross-border infrastructure. Dicapainya kesepakatan perdagangan bebas seperti pembentukan ASEAN Free Trade Area AFTA tahun 1992 dan kerja sama Sub-kawasan Mekong Greater Mekong Sub- regional Cooperation pada tahun yang sama menunjukan bahwa ASEAN sudah memasuki tahapan integrasi ekonomi. Kondisi tersebut berbeda dengan periode setelah krisis Asia 1997, di mana inisiatif pemerintah mulai semakin meningkat dalam kerja sama di kawasan. Hal ini tercermin dari perluasan kerja sama ekonomi di bidang keuangan dan moneter dengan tujuan untuk mencapai dan memelihara stabilitas keuangan regional, menjaga dan mendorong pertumbuhan regional dan domestik yang berkesinambungan, serta mengurangi ketergantungan pada lembaga keuangan internasional. 27 2.3.1. Latar Belakang Integrasi Moneter ASEAN+3 Pada 1 Januari 1999, negara-negara Uni Eropa meluncurkan mata uang tunggal mereka yang diberi nama Euro. Sejak awalnya, Euro sudah memaninkan suatu peranan penting sebagai mata uang internasional kunci. Hal itu sudah menjadikan Euro sebagai mata uang penting seperti dollar Amerika di kancah internasional. Negara Uni Eropa mungkin mempunyai beberapa kerugian dari sebuah mata uang tunggal tetapi mungkin juga mempunyai beberapa keuntungan lebih banyak dari hal tersebut. Untuk suatu hal, dengan adanya mata uang tunggal Euro, negara-negara Uni Eropa sangat tidak mungkin mengalami krisis seperti yang dialami negara-negara Asia di tahun 1997. Sejak krisis, banyak negara di Asia Timur dan Asia Tenggara telah melakukan usaha-usaha yang kuat untuk mencegah terjadinya krisis mata uang. Para pemimpin sepuluh negara ASEAN dan tiga negara lainnya membuat kesepakatan di Chiang May Initiative CMI pada bulan Mei tahun 2000. CMI mencakup swap mata uang bilateral, dialog tentang kebijakan, dan pengembangan pasar obligasi regional. Selain itu, mereka mencoba untuk menyamai pengalaman dari negara-negara Uni Eropa, mengadopsi Unit Mata Uang Eropa ECU dan bahkan menuju keberhasilan mata uang tunggal Asia di masa depan. Seperti pengalaman yang ditunjukkan oleh Eropa, negara Uni Eropa sudah mencapai suatu mata uang tunggal dengan suatu langkah pendekatan. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan oleh Eropa, negara-negara di Asia sangat mungkin mengambil tindakan pendekatan gradualberjenjang sampai terbentuknya mata uang tunggal di Asia. Asia dapat mengambil pembelajaran dari pengalaman yang dilakukan Eropa. Walaupun demikian, bagaimana pun, hal ini menghadapi bottlenecks . Beban yang paling utama dari suatu negara menetapkan mata uang tunggal regional adalah kehilangan otonomi kebijakannya. Meski begitu, apabila manfaat yang diperoleh lebih besar dari biayanya, maka negara-negara anggota akan meluncurkan mata uang tunggal regional. Oleh karena itu pertanyaan kritisnya adalah bukan apakah suatu kawasan dalam konteks ini ASEAN+3 akan membuat mata uang tunggal regional atau tidak, tetapi proses atau langkah apa yang akan diambil dan bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi era mata uang tunggal Asia. 28