Nilai Tukar dan Inflasi

konsumen domestik secara langsung melalui pengaruhnya terhadap permintaan domestik dan permintaan eksternal bersih atau ekspor Simorangkir dkk, 2004. Mekanisme transmisi tersebut secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 4. Mekanisme transmisi permintaan domestik dapat terjadi melalui perubahan harga relatif antara harga barang domestik dengan harga barang impor. Kenaikkan harga barang impor terjadap harga barang di dalam negeri akibat depresiasi mengakibatkan masyarakat cenderung untuk membeli lebih banyak barang di dalam negeri. Kenaikkan permintaan tersebut mendorong kenaikkan harga barang-barang di dalam negeri. Transmisi tidak langsung terjadi melalui permintaan luar negeri ekspor berawal dari perubahan harga barang impor dan ekspor. Nilai Tukar Inflasi Tidak Langsung Langsung Harga Impor Permintaan Domestik Permintaan LN Permintaan Total Gambar 4. Mekanisme Transmisi Nilai Tukar ke Inflasi Sumber : Sumorangkir 2004 Devaluasi nilai tukar mengakibatkan harga barang impor lebih mahal dan harga barang ekspor lebih murah. Kenaikkan harga barang impor ini dapat menekan jumlah barang impor, sedangkan penurunan harga barang ekspor dapat meningkatkan ekspor. Kedua faktor ini secara simultan akan meningkatkan permintaan luar negeri yang selanjutnya meningkatkan total permintaan agregat dan akhirnya meningkatkan laju inflasi. 105 5.2. Pilihan Penggunaan Mata Uang ASEAN+3 Seluruh negara dalam kawasan ASEAN+3 perlu diidentifikasi apakah cukup layak untuk menggati mata uangnya menjadi mata uang ACU ASEAN+3 atau tetap menggunakan mata uang domestiknya. Oleh karena itu, dengan analisis VAR atau VECM ini dapat diketahui bahwa suatu negara sudah siap untuk mengganti mata uangnya dengan ACU ASEAN+3 atau belum siap dalam waktu dekat. Peubah yang digunakan dalam analisis ini adalah nilai tukar mata uang dari ASEAN+3 terhadap Dollar, mata uang ACU ASEAN+3 yang telah dibentuk dengan metode weighted average, dan variabel inflasi. Adapun alasan penggunaan ketiga variabel ini adalah untuk memperoleh nilai tukar kuat jika terjadi guncangan pada kondisi lingkungan ekonomi. Oleh karena itu pemilihan terhadap dua variabel, yaitu ACU ASEAN+3 dan nilai tukar mata uang lokal terhadap dollar USD tersebut diuji dengan memberikan shock terhadap kedua variabel tersebut dan dilihat dampaknya terhadap pergerakan inflasi. Inflasi merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menjadi target dan pengawasan terhadap perkembangan kondisi makro setiap negara. Inflasi juga erat kaitannya dengan daya beli suatu negara serta volatilitas nilai tukar suatu negara. Sebelum melakukan estimasi VAR atau VECM, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian tersebut antara lain uji stationeritas data, uji kointegrasi variabel non stasioner, dan penentuan lag optimal. Beberapa pengujian tersebut dimaksudkan untuk memperoleh model yang tepat dan dapat dijadikan acuan pemilihan model.

5.2.1 Uji Stasioneritas Data

Langkah awal yang harus dilakukan adalah memeriksa kestasioneritasan semua peubah. Untuk melihat kestationeritasan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 27. Berdasarkan Tabel 27, untuk mata uang ACU ASEAN+3 yang stasioner pada taraf 5 persen adalah negara Korea, Indonesia, dan Thailand. Pada variabel Inflasi negara Indonesia, Thailand, dan Vietnam stasioner pada taraf 5 persen. Sementara untuk peubah mata uang lokal terhadap USD yang stasioner pada taraf 5 persen hanya negara Thailand dan Vietnam saja. 106 Tabel 27. Hasil Pengujian Unit Root, dengan Augmented Dickey-Fuller ADF Negara ACU ASEAN+3 Inflasi Mata Uang Lokal China -1.33515 -1.502 9.034861 Jepang -1.05712 -2.02148 -3.06087 Korea -3.21277 -2.40987 -2.63782 Indonesia -2.9314 -3.12524 -2.32103 Malaysia -2.58829 -2.79263 -0.59116 Singapura -1.44833 1.380338 -1.6589 Thailand -3.00547 -3.02102 -4.55226 Filipina -2.00909 -2.39796 -0.88545 Vietnam -0.11849 -5.92549 -5.4995 Brunei -1.44833 -3.52137 -1.31206 Myanmar -1.94908 -2.87726 -0.12323 Kamboja -0.95062 -1.502 -0.73944 Laos -2.4379 -1.2709 1.568343 Keterangan : Uji stationeritas data pada tingkat level Stasioner pada taraf 5

5.2.2. Uji Kointegrasi Variabel Non-Stationer

Uji kointegrasi dilakukan karena peubah yang ada dalam model tidak stationer pada tingkat level. Hal ini mengakibatkan, besarnya kemungkinan akan terjadi kointegrasi, yang berarti terdapat hubungan jangka panjang diantara kedua peubah tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji kointegrasi Johansen. Hasil uji pada ranknya tertera pada Lampiran 1. Namun, pada Tabel 28 dapat dilihat hasil uji kointegrasi Johansen, menurut setiap negara. 107