Penelitian Empiris Terkait TINJAUAN PUSTAKA

memfasilitasi pembentuk Asean Monetary Union AMU. Landasan pokok delapan negara saja yang dilibatkan dalam penelitiannya adalah karena lima negara lainnya seperti Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Myanmar dan Laos i data makroekonomi yang dibutuhkan dalam rentang lima belas tahun kebelakang tidak tersedia dengan baik, ii Sebagian dari negara tersebut sedang mengalami transisi ekonomi, iii biaya untuk memperoleh data-data makroekonomi yang diperlukan akan membutuhkan biaya yang besar. Kesimpulan dari penelitian ini tidak menemukan perbedaan signifikan antara RMU ASEAN+3 dan RMU ASEAN-5 +3. Melalui pendekatan yang berbeda, Moon dan Rhee 2007 membahas pembentukan Regional Currency Unit untuk ASEAN-5 +3 Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, Cina, Jepang, dan Korea. Penentuan Variabel Ekonomi yang digunakan adalah GDP-PPP, GDP Nominal, Intra Trade, dan CMI-Swap dengan rentang waktu data penelitian dari tahun 2000-2006. Penelitian ini mengeksplorasi penentuan bobot serta fluktuasi nilai tukar dengan menggunakan RCU dan untuk digunakan sebagai referensi integrasi moneter. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dengan mengestimasi nilai tukar RCU terhadap USD diperoleh dua temuan. Pertama adalah nilai RCU dengan basis penghitungan GDP nominal berfluktuasi paling tinggi dan RCU dengan basis penghitungan GDP-PPP berfluktuasi paling rendah. Kedua adalah dari estimasi pergerakan mata uang setiap negara selama periode waktu 2000-2006, mata uang Won Korea terapresiasi paling tinggi mencapai lima belas persen, sementara mata uang Peso Philipina mengalami depresiasi tertinggi yang melebihi lima belas persen pada periode waktu yang sama. Sementara itu, Guman dan Palit 2008 mengevaluasi kelayakan penggunaan Asian Currency Unit untuk ASEAN+4 ditambah Cina, Korea, Jepang, dan India.serta perekonomian negara Australia dan Selandia Baru. Dalam penelitian tersebut, Guman dan Palit menambahkan jumlah observasi penelitian. Penentuan variabel ekonomi yang digunakan adalah variabel GDP nominal, GDP- PPP, dan Ekspor Intra Regional dengan rentang waktu data penelitian 2001-2007. Dari hasil penelitiannya, Guman dan Palit menyimpulkan bahwa seharusnya proposal integrasi ekonomi dan moneter ASEAN+3 yang dibahas dalam beberapa 38 waktu terakhir melibatkan perekonomian India, Australia, dan Selandia Baru. Hal tersebut akan berdampak pada besarnya pangsa integrasi finansial di wilayah tersebut terhadap perekonomian dunia. Secara lebih ringkas, penelitian empiris yang terkait dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penelitian Empiris Terkait Penulis Judul Variabel Ekonomi Observasi Rentang Data Ogawa dan Shimizu 2005 A Deviation Measurment for Coordinating Exchange Rate Policies in East Asia 1. GDP nom 2. GDP-PPP 3. Total Trade 4. International Reserve ASEAN+3 2000-2004 Bhaharumshah et. al. 2006 Toward Greater Financial Stability in The Asia Region s.d.a. ASEAN-5 +3 2000-2005 Moon dan Rhee 2007 Regional Currency Unit and Exchange Rate Coordination in East Asia 1. GDP-PPP 2. GDP nom 3. Intra Trade 4. CMI-Swap ASEAN-5 +3 2000-2006 Gupta dan Palit 2008 Feasibility of an Asian Currency Unit 1. GDP nom 2. GDP-PPP 3. Ekspor Intra Regional ASEAN+4 +Aus dan New Zealand 2001-2007

2.7. Kerangka Pemikiran

Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 mengguncang fundamental ekonomi negara-negara di Asia. Gejolak nilai tukar, merupakan efek penularan contagion effect dari krisis yang terjadi di Thailand yang menimbulkan berbagai kesulitan ekonomi yang mengkhawatirkan. Kondisi stagflasi dan ketidakstabilan ekonomi melanda perekonomian negara-negara di Asia. Penurunan nilai tukar yang tajam disertai dengan terputusnya aksesibilitas sumber luar negeri karena ketakutan dan ketidakpercayaan investor menyebabkan turunnya kegiatan produksi secara drastis sebagai akibat tingginya ketergantungan terhadap komoditas barang, jasa, dan modal luar negeri. Para kreditur mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri yang harus dipenuhinya. Pemutusan hubungan kerja juga sangat mewarnai kegiatan-kegiatan 39 ekonomi negara di kawasan Asia. Pada saat yang bersamaan, kenaikkan laju inflasi yang tidak terkendali, seperti Indonesia tergolong tinggi 77.6 Bank Indonesia, 2008 dan beberapa negara Asia lainnya serta terjadinya penurunan penghasilan masyarakat akibat merosotnya kegiatan ekonomi masyarakat menjadikan daya beli menurun, hal ini kian menciptakan terjadinya kemiskinan. Dampak dari krisis ini dirasakan cukup sulit untuk berbagai negara terutama negara yang mengalami pelemahan nilai tukar dan inflasi yang tinggi. Oleh karena itu, kecenderungan proses integrasi dan moneter di suatu kawasan pada dasarnya selain memberikan manfaat ekonomi yang akan diperoleh dari proses tersebut lebih besar dibandingkan dengan biaya atau resiko yang mungkin dihadapi apabila tidak terlibat dalam proses tersebut. Menyadari hal tersebut, banyak pengambil kebijakan mencoba untuk menempuh kebijakan liberalisasi perdagangan atau mencapai kesepakatan integrasi ekonomi dengan negara lain, khususnya pada konteks ini adalah ASEAN+3. Kebijakan maupun kesepakatan integrasi tersebut digunakan sebagai alat untuk mendapatkan akses pasar yang lebih luas dan mendorong pertumbuhan guna meningkatkan kesejahteraan welfare state yang kokoh. Didasari oleh pemikiran tersebut, sekaligus untuk memperkuat daya saing kawasan dalam menghadapi kompetisi global dan regional, negara-negara di kawasan Asia Tenggara tergabung dalam forum ASEAN telah menyepakati untuk meningkatkan proses integrasi di antara negara-negara dalam kawasan tersebut melalui pembentukan ASEAN Economic Community AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA dan diharapkan dapat diperluas menjadi Masyarakat Ekonomi ASEAN+3. Berdasarkan pengalaman Eropa, keputusan integrasi ekonomi secara penuh dilandasai oleh kesepakatan trakta Maastricht. Oleh karena itu, dalam penentuan inetgrasi di kawasan ASEAN+3 perlu merujuk apa yang telah dilakukan oleh Eropa. Dalam penelitian ini dikaji bagaimana kesiapan negara- negara di Kawasan ASEAN+3 memenuhi konvergensi Maastricht sebagai upaya integrasi ekonomi secara penuh. Untuk menuju suatu integrasi moneter yang komperhensif memang tidak semudah yang diharapkan. Eropa melewati perjalan transisi yang sukup panjang 40