agen perjalanan, dan pemanfaatan fasilitas website. Tujuannya adalah untuk mewujudkan Kota Bandar Lampung sebagai kota tujuan wisata city
tour. 5
Dinas Kesehatan bertugas dalam pembinaan dan pelatihan keamanan dan sanitasi pangan sebagai upaya pelaksanaan good manufacturing practices
GMP. 6
Dinas Pekerjaan Umum bertugas dalam pembangunan dan peningkatan infrastruktur seperti jembatan penghubung, yang mendukung program
pengembangan klaster industri pengolahan ikan kering di Pulau Pasaran. 7
Dinas Tata Kota bertugas dalam menyusun Sistem Informasi dan Geografis SIG Pulau Pasaran. Program kerja lainnya adalah kerjasama
dengan konsultan perencana dalam penyusunan Detail Engineering Desain DED Pulau Pasaran.
8 Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup BPPLH bertugas dalam
mengelola dan menangani limbah rumah tangga di Pulau Pasaran. BPPLH juga berperan dalam upaya penghijauan Pulau Pasaran yang bekerja sama
dengan Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan Kota Bandar Lampung. Upaya pengadaan ruang terbuka hijau dilakukan mengan
memberikan bantuan bibit tanaman kepada masyarakat Pulau Pasaran, seperti bibit cabe, nangka, dan mangga.
9 Badan Penanaman Modal dan Perizinan BPMP bertugas dalam
pelayanan perizinan, investasi, dan izin usaha UMKM khususnya dibidang olahan ikan teri kering.
10 PT Sucofindo berperan dalam mendukung pembangunan sarana fisik di
Pulau Pasaran melalui Program Bina Lingkungan dan penerapan teknologi tepat guna.
d. Otoritas Moneter dan Perbankan
Kelompok otoritas moneter dan perbankan terdiri dari Bank Indonesia BI sebagai otoritas moneter yang melakukan pengembangan sektor riil dan
UMKM agar dapat melakukan akses perbankan yang difasilitasi oleh salah satu bank pelaksana yaitu Bank Syariah Mandiri. Bank Indonesia memiliki peran
dari sisi pengembangan kelembagaan masyarakat dan bantuan permodalan.
Peran BI memfasilitasi pembentukan unit Lembaga Keuangan Mikro LKM melalui penjajakan kerjasma kemitraan dengan end user dalam pemasaran
produk ikan kering. Upaya pengembangan LKM juga dilakukan memberikan bantuan permodalan khususnya untuk kepentingan manajemen keuangan di
LKM. Selain itu, BI juga memfasilitasi pelatihan dan pendampingan kelembagaan bagi kelompok pengolah ikan kering. Tujuannnya adalah agar
terbentuk solidaritas kelompok yang solid dan mengedepankan prinsip trust, sehingga mampu bersaing dengan posisi tawar yang tinggi. Selanjutnya, aspek
pengadaan modal lainnya melalui pinjaman lunak dengan prinsip syariah akan dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri.
e. Lembaga Usaha dan Swasta
Lembaga Keuangan Mikro LKM Koperasi ISM- Mitra Karya Bahari adalah pengembangan unit usaha bagi pengolah ikan teri dan nelayan. Fungsi
LKM ini sebagai penyedia peralatan seperti kardus dan peralatan kapal. Fungsi LKM sebagai penyelenggara permodalan belum bisa terlaksana karena alasan
keterbatasan modal dan sumberdaya manusia yang belum memadai untuk mengelolanya. Lembaga swasta seperti retail oleh-oleh, perhotelan, dan agen
perjalanan memiliki peran dalam memasarkan produk olahan ikan kering. Paket wisata dan belanja produk olahan ikan kering menjadi salah satu target
sasaran promosi dan penjulan produk unggulan Kota Bandar Lampung. Kelompok swasta lainnya adalah pedagang pengumpul intermediasi yang
memberikan pinjaman modal dan akses pemasaran kepada pengolah. Pedagang ini menjadi pelanggan sekaligus penyangga modal bagi pengolah ikan kering
yang mengirimkan hasil olahannya ke gudang penampungan di Jakarta. f.
Lembaga Swadaya Masyarakat Peran asosiasi jelas terlihat dalam menjembatani kepentingan masyarakat
pengolah ikan kering dengan pemerintah terkait. Asosiasi yang terlibat dalam pengembangan klaster di Pulau Pasaran adalah Masyarakat Mandiri, DPD
Apindo dan HIPMI. Masyarakat Mandiri MM berperan dalam pendampingan dan penguatan kelembagaan lokal. MM memiliki program pengembangan
masyarakat yang disinergiskan dengan kondisi sumberdaya lokal di Pulau
Pasaran. Kegiatan yang dilakukan oleh MM bersama Bank Indonesia Perwakilan Lampung adalah penguatan dan pendampingan kelembagaan lokal.
Tahapan pengembangan klaster di Pulau Pasaran tebagi menjadi 3, yaitu tahap perintisan, penguatan, dan pemandirian. Tahap perintisan adalah pengenalan
masyarakat terhadap budaya berorganisasi dalam suatu kelompok pengolah ikan teri. Masyarakat diarahkan untuk membentuk suatu pertemuan rutin untuk
menciptakan iklim usaha yang harmonis dan solid sejalan dengan visi dan misi bersama. Tahapan ini dinamakan sebagai tahap penguatan. Tahap selanjutnya
kelompok masyarakat diarahkan untuk membentuk suatu unit usaha bersama, yaitu LKM yang masuk dalam tahap pemandirian.
Peran lembaga masyarakatasosiasi lainnya adalah DPD Apindo dan HIPMI. Peran kedua asosiasi tersebut adalah membuka akses pemasaran hasil olahan
ikan teri ke supermarket nasional. lembaga asosiasi juga berperan dalam memberikan pelatihan perbaikan teknik pengolahan ikan teri yang sesuai
dengan standar ekspor. g.
Akademisi Peran perguruan tinggi dalam pengembangan klaster pengolahan ikan
kering di Pulau Pasaran adalah penelitian dalam diversifikasi produk olahan ikan kering. Aplikasi teknologi pengolahan ikan yang tepat guna dan
terjangkau juga menjadi tugas akademisi dan lembaga penelitian. Akademisi juga melakukan pendampingan dan pembinaan terhadap layanan bisnis dan
investasi untuk pengembangan produk olahan ikan. h.
Aparat Desa Peran Aparat desa dalam pengembangan klaster indutri di Pulau Pasaran
tidak terlibat secara langsung. Aparat desa berperan adalah pelayanan administrasi dan pendataan potensi masyarakat beserta sumber daya yang ada.
Peran aparat desa terbatas karena tidak terlibat dalam tim teknis pengembangan klaster pengolahan ikan kering di Pulau Pasaran.
6.5 Desain Stakeholders
Berdasarkan hasil analisis stakeholders pada Gambar 19, perlu dilakukan pembenahan dalam koordinasi pengembangan klaster. Beberapa lembaga perlu
melakukan penyesuaian cakupan program pengembangan klaster, karena memiliki porsi kepentingan dan pengaruh yang dapat meningkatkan nilai tambah produk
olahan ikan teri. Lembaga tersebut adalah retail supermarket, perguruan tinggi, Bank Syariah Mandiri, HIPMI, BPPLH, dan BPMP. Keterlibatan lembaga sangat
penting dalam perluasan jejaring pemasaran, akses permodalan, perizinan, dan pengembangan teknologi pengolahan ikan teri. Tabel 18 secara lengkap
menyajikan analisis proposed stakeholders pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri.
Tabel 18. Matriks Proposed Stakeholders Pengembangan Klaster Industri Tingkat Kepentingan
Tinggi Rendah
Tingkat Pengaruh
Tinggi
DKP Kota Bandar Lampung Bank Indonesia Perwakilan
Lampung Diskoperindag Kota Bandar
Lampung BAPPEDA Kota Bandar
Lampung Masyarakat Mandiri
Dinas Tata Kota Dinas Kesehatan
Disbudpar Kota Bandar Lampung
DPD APINDO HIPMI
Bank Syariah Mandiri BPMP
BPPLH
PT Sucofindo Retail Supermarket
Perguruan tinggi
Rendah
Kelompok Pengolah ikan teri Nelayan
Aparat Desa
Sumber : Hasil Analisis Data 2013
Persepsi stakeholders terhadap program pengembangan Pulau Pasaran harus didukung dengan koordinasi yang berkesinambungan. Tugas pokok dan fungsi
masing-masing instansi diharapkan dapat menjadi penyelaras program yang akan dijalankan, sehingga dapat mengisi semua ruang aspek pembangunan.
Keterpaduan dan komitmen untuk berpartisipasi dari stakeholders juga sangat dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan rencana strategis pengembangan
klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.
6.6 Hubungan Antar Aktor
Hubungan antar aktor berdasarkan kerangka pemikiran Ostrom 1990 terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu constitutional choive level, collective choice
level dan operational choice level. Level konstitusi adalah lembaga yang berperan dalam menyusun aturan main untuk level kolektif. Level kolektif adalah lembaga
yang berperan menyusun peraturan untuk level operasional. Level operasional adalah lembagasubjek yang melaksanakan kebijakan di tingkat mikro.
Berdasarkan hasil identifikasi aktor dalam pengembangan klaster indutri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran, yang termasuk pada tingkat collective
choice level adalah Pemerintah Kota Bandar Lampung, Tim Teknis SKPD yang diketuai oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung, Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.
Tingkat operasional terdiri dari nelayan, kelompok pengolah ikan teri mitra binaan, kelompok pengolah ikan teri mandiri, dan kelompok usaha ISM Mitra
Usaha Bahari. Kedua tingkatan aktor tersebut terbagi menjadi dua, yaitu kelompok pemerintah dan kelompok masyarakat. Kelompok pemerintah berperan
dalam mengkoordinasikan kegiatan pembinaan dan bantuan teknis berupa dana pengembangan. Pembentukan tim teknis seharusnya dapat memaksimalkan
pembangunan di Pulau Pasaran. Program kerja yang multisektor seharusnya dapat memaksimalkan peran masing-masing SKPD sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Selain itu, di tingkat kolektif terdapat lembaga swadaya Masyarakat Mandiri dan Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung yang memberikan kegiatan
pembinaan dan pendampingan kelembagaan kepada pengolah. Peran koperasi di level operasional juga diharapkan dapat membantu
pengolah dalam hal penyediaan modal yang selama ini masih bergantung dari pedagang pengumpul. Pengolah ikan teri yang tidak memiliki posisi tawar
terhadap nelayan juga terkadang menimbulkan konflik. Perbedaan antara
pengolah yang menjadi mitra binaan dan mandiri walaupun bekerja berdampingan tetapi terkadang juga dapat memicu konflik. Keberadaan koperasi diharapkan
dapat menjembatani aspirasi kelompok pengolah dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Koordinasi antara koperasi, Masyarakat Mandiri, dan
Bank Indonesia dapat menyelaraskan visi dan misi pengembangan klaster industri di Pulau Pasaran. Hubungan antar aktor tersaji pada pada Gambar 22.
Collective choice level
Kelompok Pemerintah
Koordinasi
Instruksi
instruksi
koordinasi kegiatan
Konsultasi koordinasi kegiatan
koordinasi penyaluran bantek
Operational Choice Level
koordinasi Dana sarana
konflik
konflik konflik
Dana dan sarana
Kelompok Masyarakat
Gambar 22. Hubungan Antar Aktor Berdasarkan bagan alir hubungan antar aktor di atas, konflik yang terjadi
antara kelompok pengolah ikan teri dengan pedagang adalah harga jual yang ditentukan oleh pedagang pengumpul. Hal ini menjadi penghambat pengolah
untuk meningkatkan posisi tawar karena sudah terikat kontrak dengan pedagang pengumpul.
instruksi
instruksi
instruksi Koordinasi
kegiatan
Pemerintah Kota Bandar Lampung
Masyarakat Mandiri dan Bank Indonesia
Perwakilan Provinsi Lampung
Koperasi - ISM Mitra Usaha
Bahari
Nelayan Kelompok
Pengolah ikan teri mitra binaan
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar
Lampung Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI
Pedagang Pengumpul intermediasi
7 ANALISIS EFISIENSI DAN DESAIN KELEMBAGAAN
Biaya transaksi yang akan dianalisis dalam mengevaluasi efisiensi pengelolaan klaster industri di Pulau Pasaran terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu
struktur biaya pemerintah dan pengolah. Struktur biaya pemerintah akan mengevaluasi komponen biaya transaksi berdasarkan rasio yang didapatkan.
Struktur biaya pengolah akan mengevaluasi seberapa besar proporsi biaya transaksi terhadap biaya produksi dan penerimaan pengolah.
7.1 Struktur Biaya Transaksi Pemerintah
Berdasarkan Hasil Analisis Data biaya transaksi pemerintahan, total biaya transaksi yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan DKP dalam
pengembangan Pulau Pasaran adalah sebesar Rp 404.906.800 pada Tahun 2012. Jenis biaya yang dikeluarkan terbagi menjadi dua macam, yaitu biaya manajerial
dan biaya pembinaan. Biaya manajerial adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengorganisasian suatu keputusan. Biaya ini biasanya rutin dikeluarkan
setiap bulannya oleh DKP. Komponen biaya manajerial adalah biaya koordinasi antar lembaga, sosialisasi keputusan, biaya monitoring, dan biaya pelaksanaan
rapat. Biaya pembinaan adalah biaya yang dikeluarkan sebagai langkah perbaikan
sistem pengolahan ikan kering di Pulau Pasaran. Komponen biaya pembinaan dapat berbeda setiap tahunnya, tergantung pada anggaran dan kebutuhan yang
perlu dilakukan pembinaan. Biaya pembinaan yang dilakukan oleh DKP Tahun 2012 adalah pembinaan pemasaran luar negeri, larangan penggunaan bahan kimia,
dan perlombaan UMKM hasil perikanan. Secara lengkap biaya transaksi pemerintah tersaji pada Tabel 19.
Tabel 19. Biaya Transaksi Pemerintah dalam Pengembangan Pulau Pasaran No
Jenis Biaya TransaksiTahun Nominal Rp
A Biaya Manajerial
1. Koordinasi antar lembaga
8.000.000 2.
Sosialisasi Keputusan 10.000.000
3. Biaya Monitoring
2.400.000 4.
Rapat 18.000.000
B Biaya Pembinaan
1. Pembinaan Pemasaran dalam Negeri
147.379.800 2.
Pembinaan Larangan Penggunaan Bahan Kimia
78.800.000 3.
Pembinaan dan Lomba UMKM Hasil Perikanan
140.327.000
Total Biaya 404.906.800
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung 2012
Berdasarkan tabel diatas, komponen biaya pembinaan yang dilakukan oleh DKP mencakup bidang yang luas. DKP melakukan pembinaan di bidang pemasaran
hasil dan keamanan pangan. Pengolah juga didukung untuk berpartisipasi mengikuti kompetisi yang dapat menambah pengalaman pengolah.
7.2 Struktur Biaya Pengolahan
Struktur biaya pengolah terbagi menjadi 3 komponen yang akan menjadi bahan identifikasi. Komponen tersebut adalah biaya produksi, penerimaan, dan
biaya transaksi. Masing-masing komponen akan dievaluasi terhadap total biaya transaksi untuk mendapatkan proporsi perbandingan.
7.2.1 Komponen Biaya Produksi
Biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengolah ikan teri terbagi menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan setiap
bulan oleh pengolah adalah biaya perbaikan kapal, biaya perbaikan peralatan penjemuran ikan kering, dan pembelian peralatan. Perbaikan kapal yang dilakukan
adalah pengecatan dan doc kapal. Rata-rata biaya perbaikan kapal adalah Rp15.000.000, perbaikan peralatan Rp3.600.000, dan pembelian peralatan
Rp3.150.000. Total biaya tetap yang dikeluarkan pengolah per tahun adalah sebesar Rp 21.750.000.
Komponen biaya variabel yang dikeluarkan oleh pengolah ikan teri adalah biaya pembelian bahan baku, garam, solar, upah tenaga kerja, konsumsi, dan
pembelian peralatan pengemasan. Penjelasan masing-masing komponen biaya dalam sekali siklus produksi adalah sebagai berikut :
a. Bahan Baku Ikan
Bahan baku ikan yang dibeli oleh pengolah adalah jenis ikan teri nasi, teri jengki, dan teri nilon. Rata-rata pembelian ikan pada kondisi normal
adalah 64 keranjang ukuran 20 kg. Jenis yang paling sering dibeli pengolah adalah teri jengki dan teri nilon yang relatif terjangkau dan
mudah didapat. Rata-rata biaya pembelian ikan yang dikeluarkan oleh pengolah adalah Rp14.250.228.
b. Garam
Garam yang digunakan oleh pengolah adalah jenis solar salt, yaitu garam yang berasal dari air laut yang dikeringkan. Garam ini didapatkan dari
Pulau Jawa melalui pedagang perantara. Pengolah biasa membeli garam rata-rata 230 kg atau setara dengan 4,5 karung garam ukuran 50 kg. Rata-
rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian garam adalah Rp279.000. c.
Bahan Bakar Minyak Solar Bahan bakar solar digunakan oleh pengolah sebagai bahan bakar minyak
dan perebusan ikan. Rata-rata solar yang digunakan pengolah dalam sekali produksi adalah 80 liter. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian solar adalah Rp458.500. d.
Upah Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan terbagi menjadi 2 macam, yaitu tenaga kerja
laut dan darat. Tenaga kerja laut terdiri dari 4 orang, yaitu nahkoda, panglima-lima pengatur tali kapal, tukang rebus ikan, dan ABK. Rata-
rata upah yang diterima berkisar antara Rp100.000 – Rp250.000. Tenaga
kerja darat terbagi menjadi 3, yaitu tukang rebus ikan, tukang jemur ikan, dan penyortir. Kisaran upah yang diberikan sama dengan tenaga kerja laut,
tetapi penyortir menerima upah berdasarkan jam kerja dengan kisaran upah Rp15.000
– Rp35.000. Jumlah penyortir dapat berubah-ubah sesuai dengan bahan baku ikan yang didapat. Jumlah tenaga kerja penyortir yang