Hasil Pengolahan Data Horizontal

Tabel 39. Bobot dan Prioritas Aktor Penyusun Strategi Kebijakan Klaster Industri Aktor Bobot Prioritas Kelompok Pengolah 0,273 2 Tim Teknis 0,357 1 LKM 0,244 3 Akademisi 0,124 4 Sumber : Hasil Analisis Data 2013 c. Alternatif Alternatif strategi kebijakan yang dominan untuk pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran adalah pendampingan dan penguatan kelompok pengolah. Strategi ini dilakukan untuk meningkatkan motivasi masyarakat dalam mengelola usaha pengolahan ikan teri secara bersama- sama. Tujuan pengelolaan bersama adalah untuk mewujudkan visi dan misi antara kelompok pengolah dengan kelompok pemerintah. Tabel 40 menyajikan bobot dan prioritas alternatif kebijakan dalam penyusunan strategi kebijakan pengembangan klaster industri. Tabel 40. Bobot dan Prioritas Strategi Kebijakan Klaster Industri Aktor Bobot Prioritas Pendampingan Kelompok 0,403 1 Pengembangan Infrastruktur 0,089 5 Membuka Akses Pemasaran 0,261 2 Pemberian Kredit Usaha 0,156 3 Pelatihan Teknologi 0,091 4 Sumber: Hasil Analisis Data 2013 Alternatif strategi kebijakan yang kedua adalah membuka akses pemasaran. Akses pemasaran adalah komponen pasar yang dibutuhkan pengolah, karena rantai pasok yang terbentuk dari pedagang pengumpul membatasi akses pemasaran pengolah. Usaha pengolahan ikan teri memiliki tingkat perputaran modal yang sangat tinggi, karena setiap hari harus melakukan produksi. Hal inilah yang menjadi strategi alternatif ketiga, yaitu pemberian kredit modal usaha. Pedagang pengumpul besar yang menjalankan sistem konsinyasi menyediakan modal yang siap digunakan untuk berproduksi. Strategi ini memiliki kekurangan apabila dilakukan pemberian kredit kepada seluruh pengolah. Permodalan yang besar harus disiapkan untuk kelangsungan usaha para pengolah. Pengintegrasian pola kerja sama para pengolah dalam satu kelompok usaha dapat dilakukan jika kepercayaan dan keterbukaan dalam kelompok sudah terbangun. Pedagang pengumpul dan pengolah sudah lama memiliki keterikatan untuk saling bekerja sama dalam penyediaan modal dan hasil olahan ikan teri. Rantai pasok dengan pedagang pengumpul sebaiknya tidak diputus, karena jenis usaha pengolahan ikan teri yang padat modal dan karya membutuhkan pengembalian modal secara cepat. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan membuka akses pemasaran dengan tujuan selain pedagang pengumpul di Jakarta. LKM sebagai penyokong perekonomian diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam membuka jejearing pemasaran yang luas. Pengolah juga diharapkan memiliki usaha yang bankable sehingga pihak perbankan dapat dengan mudah memberikan pinjaman kredit lunak. Semua strategi tersebut dimulai dengan pendampingan dan penguatan kelompok pengolah oleh tim teknis yang befungsi sebagai fasilitator. Strategi yang keempat adalah pelatihan dan transfer teknologi. Perbaikan teknik pengolahan ikan teri yang mengutamakan keamanan pangan dan nutrisi dapat dilakukan jika ketiga strategi diatas sudah terlaksana. Pelatihan sistem jaminan mutu pangan standar industri seperti GMP Good Manufacturing Practices dan HACCP Hazard Analytical Critical Control Point dapat dilakukan jika insentif pasar sudah terbentuk. Kesadaran untuk meningkatkan kualitas produk olahan ikan teri dapat terlaksana jika end users terdefinisikan dengan jelas. Strategi yang kelima adalah pengembangan infrastruktur. Strategi ini juga berkaitan dengan strategi keempat sebagai implementasi dan dukungan dari pemerintah untuk membangun infrastruktur sesuai dengan standar. Masyarakat pengolah ikan yang sudah mendapatkan pelatihan manajemen mutu dan jaminan pangan sebaiknya didukung dengan penyediaan sarana pengolahan yang memadai dan tepat guna, seperti tempat penjemuran ikan. Secara lengkap hasil perhitungan bobot dengan menggunakan Expert Choice 2000 tersaji pada Lampiran 5. 9 SIMPULAN DAN SARAN

9.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis kebijakan ekonomi kelembagaan pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran, dapat disimpulkan bahwa : 1. Tata kelola pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran masih sering terjadi konflik antara pengolah dengan nelayan dan pedagang pengumpul. Konflik tersebut terjadi karena aspek permodalan dan pemasaran masih dikuasai oleh pedagang pengumpul. Dengan kata lain, Economics foundation belum lengkap, sehingga pengembangan klaster industri belum berjalan secara optimal. 2. Peran stakeholders sebaiknya diintegrasikan tidak hanya terfokus pada tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi. Desain kelembagaan yang direkomendasikan dalam pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran melalui koordinasi antara kelompok pengelola klaster ikan teri dengan kelompok penyedia permodalan dan atau pemasaran. Mekanisme implementasi yang diajukan adalah kegiatan pertemuan kelompok secara formal dan informal. 3. Biaya transaksi yang dikeluarkan oleh kelompok pemerintah relatif tidak efisien, karena proporsi antar komponen biaya yang tidak seimbang. Biaya transaksi yang dikeluarkan oleh kelompok pengolah relatif efisien, karena rantai tata niaga yang hanya berakhir di pedagang pengumpul. 4. Strategi kebijakan yang direkomendasikan untuk pengembangan klaster industri ikan teri di Pulau Pasaran adalah pendampingan kelompok pengolah dan pengembangan akses pemasaran. Kedua rekomendasi kebijakan ini mengindikasikan bahwa peran pemerintah masih harus mendominasi dalam pengembangan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.

9.2 SARAN

1. Perbaikan tata kelembagaan secara internal berupa kapasitas sosial masyarakat dan eksternal dari stakeholders terkait perlu dilakukan untuk mewujudkan kelompok pengolah yang terpadu dan memiliki daya saing. Stakeholders yang terlibat perlu memahami cakupan tugas dan tanggung jawab secara jelas, sehingga semua pemangku kepentingan yang terlibat dapat menjalankan program klaster secara optimal. Semua penentu kebijakan sebaiknya memiliki komitmen yang kuat dan fokus dalam mengembangkan potensi Pulau Pasaran. 2. Peran LKM sebagai penghubung kepentingan kelompok pengolah harus didukung dengan ketersediaan modal dan jejaring pemasaran dari lembaga perbankan formal. Keberadaan LKM juga diharapkan dapat mengurangi biaya transaksi pengiriman hasil olahan ikan teri. Oleh karena itu, dukungan kelembagaan, pemerintah, dana, dan pengembangan teknologi harus sejalan dengan strategi kebijakan yang akan direncanakan.