luar jangkauan dengan membayar pesuruh yang memiliki kemampuan bernegosiasi dengan nelayan bagan. Rasio biaya informasi tersaji pada Tabel 31.
Tabel 31. Rasio Biaya Informasi Terhadap Total Biaya Transaksi Komponen Biaya
Nominal Rp Persentase
Biaya Informasi 79.200.000
39,09
Total Biaya Transaksi 202.748.140
Sumber: Hasil Analisis Data 2013
Ketiga, biaya distribusi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut hasil olahan ikan teri maupun saat masih menjadi bahan baku. Rasio komponen
biaya distribusi adalah ongkos kuli kering sebesar 0,0935 atau 9,35, ongkos kuli basah sebesar 0,0480 atau 4,80, dan pengiriman paket sebesar 0,2978 atau
29,78. Rasio terbesar adalah biaya pengiriman paket ke saluran pemasaran di Jakarta. Tabel 32 menjelaskan rasio biaya distribusi terhadap total biaya transaksi.
Tabel 32. Rasio Biaya Distribusi Terhadap Total Biaya Transaksi Komponen Biaya
Nominal Rp Persentase
Ongkos Kuli Kering 18.955.200
9,35 Ongkos Kuli Basah
9.724.000 4,80
Pengiriman Paket 60.368.940
29,78
Total Biaya Transaksi 202.748.140
Sumber : Hasil Analisis Data 2013
Rasio komponen biaya distribusi terhadap total biaya distribusi distribusi tersaji pada Tabel 33. Biaya pengiriman paket adalah komponen biaya distribusi yang
memiliki rasio paling tinggi, yaitu 0,6779 atau 67,79 dari total biaya distribusi.
Tabel 33. Rasio Komponen Biaya Distribusi Terhadap Total Biaya Distribusi Komponen Biaya
Nominal Rp Persentase
Ongkos Kuli Kering 18.955.200
21,29 Ongkos Kuli Basah
9.724.000 10,92
Pengiriman Paket 60.368.940
67,79
Total Biaya Distribusi 89.048.140
Sumber : Hasil Analisis Data 2013
Keempat, biaya perizinan adalah biaya perpanjangan surat-surat yang berkaitan dengan izin berlayar. Rata-rata pengolah yang membeli ikan di nelayan
bagan memiliki kapal. Rasio biaya perizinan terhadap total biaya transaksi adalah 0,0074 atau 0,74 yang tersaji pada Tabel 34.
Tabel 34. Rasio Biaya Perizinan Terhadap Total Biaya Transaksi Komponen Biaya
Nominal Rp Persentase
Biaya Perizinan 1.500.000
0,74
Total Biaya Transaksi 202.748.140
Sumber: Hasil Analisis Data 2013
Biaya perizinan dikeluarkan satu kali dalam setahun. Kelengkapan komponen perizinan ini mendukung kegiatan pengolah apabila ingin mengajukan kredit
kepada perbankan. Selain itu, pengolah juga dapat membeli solar bersubsidi jika memiliki surat izin usaha yang lengkap.
7.3.3 Rasio Biaya Transaksi Pengolah Terhadap Biaya Produksi-Penerimaan
Berdasarkan hasil analisis biaya transaksi dan biaya produksi, rasio yang didapat adalah sebesar 0,04 atau 4. Persentase ini menunjukkan bahwa 4 dari
biaya yang digunakan dalam kegiatan produksi tidak mempengaruhi volume produksi pengolah. Perbandingan dengan hasil penelitian Anggraini 2005 pada
kasus nelayan diesel, rasio biaya produksi pengolah masih jauh dari nelayan diesel, yaitu 0,15. Alasan pemilihan nelayan diesel sebagai perbandingan adalah
terdapat beberapa komponen biaya produksi yang sama. Secara lengkap rasio biaya tersaji pada Tabel 35.
Tabel 35. Rasio Biaya Transaksi Terhadap Biaya Produksi dan Penerimaan Komponen Biaya
Uraian Biaya Transaksi
Rp202.748.140 Biaya Produksi
Rp4.337.227.804 Total Biaya Biaya transaksi + biaya
produksi Rp4.539.975.944
Penerimaan Per Tahun Rp4.408.414.102
Rasio Biaya transaksi-produksi 0,04
Rasio Biaya Transaksi-Penerimaan 0,05
Sumber : Hasil Analisis Data 2013
Nilai rasio biaya transaksi dan penerimaan adalah 0,05 atau 5. Persentase ini menunjukkan bahwa 5 penerimaan pengolah dinikmati oleh pihak lain bukan
pengolah itu sendiri. Pihak tersebut adalah agen pengiriman paket ikan teri. Perbandingan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lisna dan Sofyan 2011
tentang rantai pemasaran ikan teri kering di Aceh Besar menunjukkan bahwa rantai nilai yang diterima oleh pengolah ikan hanya sebesar 28, sisanya
dinikmati oleh pihak lain. Perbandingan lainnya dengan penelitian Anggraini
2005 yang menunjukkan bahwa rasio penerimaan terhadap biaya transaksi nelayan diesel lebih besar daripada pengolah ikan teri, yaitu 0,10. Hal ini
mengindikasikan bahwa pengolah ikan teri di Pulau Pasaran masih efisien.
7.3.4 Faktor Penyebab Biaya Transaksi Pengolah
Faktor-faktor yang menjadi penyebab tingginya rasio biaya transaksi pengolah adalah sebagai berikut :
1. Jarak
Pengolah sangat bergantung dengan pinjaman modal dari pedagang pengumpul di Jakarta. Hal ini menyebabkan sebagian besar pengolah memasarkan
hasil olahannya melalui pengiriman paket ke Jakarta. Biaya pengiriman paket ini menjadi tanggungan biaya pengolah, yang jika diakumulasikan memiliki proporsi
pengeluaran yang paling besar. Pasar lokal kurang terbentuk karena dukungan pemerintah dalam membentuk jejaring pemasaran di tingkat konsumen lokal
masih terbatas pada kegiatan pameran tertentu saja. Hal ini menyebabkan pengolah lebih memilih menyalurkan kepada pedagang perantara, karena
kepastian dalam penerimaan lebih terjamin. 2.
Keterbatasan Informasi Pengolah tidak memiliki informasi harga jual bahan baku ikan. Keterbatasan
ini mempengaruhi posisi tawar pengolah. Biaya informasi yang dikeluarkan untuk mencari bahan baku ikan dengan harga terjangkau menjadi tambahan biaya bagi
pengolah. Pesuruh yang ditugaskan mencari ikan akan menemui nelayan bagan yang menjual bahan baku ikan dengan harga langganan. Keterbatasan informasi
juga berlangsung pada saat hasil olahan dijual ke pedagang pengumpul. Kontrak yang telah ditentukan oleh pedagang pengumpul mengurangi posisi tawar dalam
menentukan harga jual yang sesuai. Kontrak dan pinjaman modal tanpa bunga dari pedagang pengumpul menjadi hambatan sekaligus keuntungan bagi pengolah.
3. Kuantitas ikan yang banyak
Kuantitas bahan baku ikan yang dibeli oleh pengolah relatif cukup banyak. Kondisi ini mempengaruhi ongkos yang dikeluarkan untuk membayar kuli angkut.
Pembayaran ini menjadi efek multiplier bagi masyarakat di Pulau Pasaran yang mendapat lapangan pekerjaan, walaupun pengolah harus mengeluarkan biaya
tambahan.
7.3.5 Minimalisasi Biaya Transaksi
Cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi biaya transaksi pengolah adalah sebagai berikut :
1. Membuka Akses Pasar Lokal
Biaya pengiriman paket dapat dikurangi dengan membuka pasar lokal yang memiliki daya saing. Ketergantungan pengolah dengan pedagang pengumpul
dapat dikurangi dengan membangun potensi pasar lokal. Potensi pasar dapat dimulai dengan membentuk terminal minapolitan yang menjadi tempat
pengumpulan hasil perikanan di kota Bandar Lampung. Pemerintah dapat melakukan upaya dengan menarik investor tingkat lokal yang memiliki modal
besar sebagai pengganti peran pedagang pengumpul di Jakarta. Hasil perikanan tersebut selanjutnya didistribusikan ke lokasi tujuan pemasaran yang lebih luas.
2. Membuka Akses Informasi
Keterbatasan pengolah mendapatkan informasi dapat dikurangi dengan memberikan akses informasi mengenai perkembangan harga komoditas ikan teri
di pasar nasional maupun internasional. Pemafaatan teknologi komunikasi dapat dilakukan dengan didukung peran serta asosiasi masyarakat dan pemerintah untuk
mengawasi mekanisme pasar. Biaya informasi dapat dikurangi jika kondisi semua pihak saling berkoordinasi dan tidak bersikap oportunis sudah tercapai.
3. Memberdayakan Peran LKM
Lembaga keuangan mikro di tingkat pengolah yang perlu ditingkatkan perannya adalah koperasi. Koperasi diharapkan dapat menjembatani kepentingan
pengolah dalam mengurangi ketidakefisienan rantai nilai. LKM dapat melakukan pemantauan terhadap keterpaduan sistem on farm dan off farm pada usaha
pengolahan ikan teri. Koordinasi dengan stakeholders terkait dan kelompok perbankan juga dapat mendefiniskan rantai pasok yang optimal. Hal ini dijelaskan