Berdasarkan hasil perhitungan diatas, terlihat bahwa rata-rata penerimaan per tahun pengolah adalah Rp4.408.414.102. Penerimaan ini berasal dari penjualan
ikan teri kering, karena pengolah tidak memiliki pekerjaan sampingan selain mengolah ikan kering. Pendapatan pengolah ini dipengaruhi oleh 2 faktor
penentu, yaitu bahan baku ikan dan ketersediaan modal. Pertama, bahan baku ikan yang tidak menentu kuantitasnya mempengaruhi
hasil akhir olahan ikan teri. Musim paceklik ikan akan mempengaruhi biaya produksi dan penerimaan pengolah. Hal ini dikarenakan pengolah tetap
mengeluarkan biaya pembelian solar untuk mencari ikan ke nelayan bagan. Faktor ketidakpastian ini juga akan mempengaruhi penerimaan pengolah, karena bahan
baku ikan yang belum tentu tersedia telah mengurasi modal yang seharusnya dapat digunakan untuk biaya produksi ikan teri.
Kedua, faktor
ketersediaan modal.
Pedagang pengumpul
yang meminjamkan modal turut mempengaruhi struktur penerimaan pengolah.
pedagang pengumpul memberikan pinjaman modal tanpa bunga. Pengolah harus membayarnya dengan kuantitas ikan teri yang telah ditentukan. Musim paceklik
ikan akan mengurangi hasil olahan ikan teri, sehingga pengolah berhutang untuk membayar target olahan ikan teri tersebut di hari berikutnya. Dampaknya adalah
penerimaan pengolah yang berkurang.
7.2.3 Komponen Biaya Transaksi
North 1991 mendefinisikan biaya transaksi adalah ongkos untuk menspesifikasi dan memaksakan kontrak yang mendasari pertukaran, termasuk
biaya organisasi politik dan ekonomi yang memungkinkan untuk melakukan rent seeking dari perdagangan. Biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pengolah ikan
teri terbagi menjadi 4 macam, yaitu biaya operasional bersama, biaya informasi, biaya distribusi, dan biaya perizinan. Biaya operasional bersama terdiri dari biaya
iuran koperasi, dana ekspedisi yang terdiri dari dana jumatan, dana pengobatan masyarakat, dana operasional Poskeskel Pos Kesehatan Keluarga, rapat, dana
cadangan, dan upah tenaga kerja. Iuran koperasi dikumpulkan setiap bulan oleh pengurus koperasi. Uang yang terkumpul akan menjadi modal untuk pengelolaan
koperasi dan pengadaan barang di Waserda Warung Serba Ada selanjutnya. Saat
ini telah tergabung sekitar 98 anggota koperasi yang terdiri dari masyarakat, pengolah dan nelayan.
Dana jumatan adalah biaya sumbangan untuk pengelolaan masjid di Pulau Pasaran. dana ini digunkaan untuk pembangunan fisik maupun pengadaan sarana
penunjang masjid. Komponen biaya selanjutnya adalah dana pengobatan masyarakat yang kurang mampu. Biaya pengobatan ini dikeluarkan jika
masyarakat yang membutuhkan melapor pada ketua RT, untuk selanjutnya ditindak lanjuti oleh bendahara. Dana operasional Poskeskel adalah biaya yang
dikeluarkan untuk membayar penggunaan listrik dan PDAM puskesmas. Kelompok pengolah dan masyarakat juga sering mengadakan rapat bulanan
untuk melaporkan arus kas dana ekspedisi. Agenda rapat ini biasanya mengeluarkan biaya administrasi dan konsumsi. Selain itu, pengolah menyisihkan
dana cadangan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang di luar kendali. Pengolah juga membayar upah tenaga kerja untuk penjaga masjid, ustad,
dan karyawan koperasi. Biaya transaksi lainnya adalah biaya informasi pembelian ikan. Pengolah
yang memiliki cukup modal mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari ikan teri yang berkualitas dengan harga terjangkau. Biasanya pengolah menunjuk satu
orang kepercayaan untuk mencari ikan teri hasil bagan ke tengah laut. Biaya lainnya yaitu distribusi hasil olahan ikan terbagi menjadi beberapa komponen,
diantaranya ongkos kuli kering, kuli basah, dan paket pengiriman. Ongkos kuli basah adalah buruh angkut ikan yang sudah dikemas ke kapal pengangkut,
sedangkan kuli basah adalah buruh angkut ikan yang baru didaratkan setelah melaut. Terdapat perbedaan nominal pembayaran antara kedua buruh angkut
tersebut. Buruh angkut basah mendapat pembayaran lebih tinggi karena saat pengangkutan ikan dihitung per keranjang dalam satu gerobak. Buruh angkut
kering dihitung per kardus yang luasannya cukup memakan tempat dalam satu gerobak, sehingga buruh angkut kering memiliki keterbatasan dalam jumlah dus
yang diangkut. Biaya transaksi yang terakhir adalah biaya perizinan. Biaya perizinan yang
dikeluarkan oleh pengolah diantaranya surat kapal dan surat izin usaha perikanan yang dikeluarkan oleh DKP Kota Bandar Lampung. Kapal yang digunakan