Aturan Informal Kelembagaan sebagai Aturan Main .1 Aturan Formal
masyarakat pengolah, namun lembaga swadaya ini tidak memiliki pengaruh yang besar dalam mengubah arah pengelolaan. Lembaga swadaya seperti asosiasi
masyarakat tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan decision making. Aparat desa juga tidak terlalu memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pengembangan Pulau Pasaran. Hal ini didasari oleh peran aparat desa sebagai unit pelaksana yang fleksibel dalam segala aspek, tidak hanya hanya
dalam pengembangan klaster olahan ikan teri di Pulau Pasaran. Posisi di kuadran IV Actors ditempati oleh PT Sucofindo sebagai
perwakilan BUMN. PT Sucofindo memiliki kepentingan yang rendah terhadap sumberdaya yang ada di Pulau Pasaran. Kepentingan tersebut hanya terbatas pada
kelompok pengolah yang menjadi binaan dalam pegembalian pinjaman lunak. Sebagai perwakilan dari instansi BUMN, pengaruh PT Sucofindo dalam
menentukan arah kebijakan sangat tinggi. PT Sucofindo merupakan bagian dari Tim Pengembangan Klaster yang dibentuk SKPD oleh Pemerintah Kota Bandar
Lampung. Hal ini didukung juga dengan program kerja PT Sucofindo untuk memfasilitasi peningkatan infrastruktur dan mutu produk olahan ikan di Pulau
Pasaran dengan penggunaan teknologi tepat guna. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, aktor yang berperan dalam
pengembangan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran dapat diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok, yaitu kelompok nelayan bagan,
kelompok pengolah ikan teri, Pemerintahan yang dibentuk berdasarkan SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah, Perbankan, Kelompok usahaswasta, Lembaga
Swadayaasosiasi, Akademisi dan Aparat desa. Peran masing-masing kelompok aktor adalah :
a. Kelompok Nelayan Bagan
Nelayan bagan adalah nelayan yang menyediakan bahan baku ikan kepada pengolah. Jumlah nelayan bagan yang mencari ikan di sepanjang perairan
Teluk Lampung sekitar 116 orang. Kelompok nelayan ini tergabung dalam Lembaga Keuangan Mikro LKM bersama kelompok pengolah ikan. Nelayan
bagan tidak mendaratkan hasil tangkapannya karena alasan efisiensi. Nelayan bagan menunggu pengolah yang akan datang untuk membeli bahan baku ikan
segar dengan harga yang telah ditetapkan oleh nelayan bagan itu sendiri. Hal