Analisis Kebijakan Ekonomi Kelembagaan Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung
IKAN TERI DI PULAU PASARAN KOTA BANDAR LAMPUNG
AKMI RETNO DWIPA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
(2)
(3)
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Ekonomi Kelembagaan Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2013
Akmi Retno Dwipa NIM. H44090037
(4)
(5)
AKMI RETNO DWIPA. Analisis Ekonomi Kelembagaan Pengembangan Kluster Industri Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan KASTANA SAPANLI.
Provinsi Lampung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar khususnya di sektor perikanan tangkap. Salah satu komoditas perikanan yang cukup potensial di Provinsi Lampung adalah ikan teri. Ikan teri dihasilkan melalui usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan bagan di perairan Teluk Lampung. Salah satu sentra pengolahan hasil perikanan adalah Pulau Pasaran di Kecamatan Teluk Betung Timur, Kota Bandar Lampung. Sebagian besar masyarakat di lokasi penelitian berprofesi sebagai pengolah ikan teri. Jenis ikan teri yang dihasilkan adalah teri nasi, teri jengki, dan teri nilon dalam bentuk olahan ikan asin kering. Berdasarkan Keputusan Menteri No. 32 Tahun 2010, Pulau Pasaran telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan. Salah satu upaya mendukung penetapan tersebut adalah dengan membentuk klaster industri pengolahan ikan teri. Stakeholders yang terlibat dalam tim pengembangan klaster pengolahan ikan teri ditetapkan melalui Surat Keputusan Walikota Bandar Lampung No. 256/23/HK/2011. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tata kelembagaan, mengevaluasi pengaruh dan kepentingan stakeholders, mengkaji efisiensi efisiensi dan desain kelembagaan, serta mengevaluasi strategi kebijakan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah analisis tata kelola, analisis pengaruh dan kepentingan, biaya transaksi, dan Analisis Hirarki Proses (AHP).
Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa tata kelola pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran masih sering terjadi konflik antara pengolah dengan nelayan dan pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan karena belum terbentuknya tata kelembagaan rantai pasok yang efisien dan economics foundation belum lengkap, sehingga pengembangan klaster industri belum berjalan secara optimal. Economics foundation yang harus dikembangkan adalam peningkatan kemampuan manajemen, peningkatan investasi modal, dan kemampuan pasar. Rasio biaya transaksi pengolah menunjukkan bahwa biaya transaksi tidak mempengaruhi aspek produksi pengolah. Strategi kebijakan yang direkomendasikan dari analisis AHP adalah meningkatkan kapasitas manajemen pengolah sebagai prioritas utama, yang diikuti dengan membuka akses pemasaran, dukungan finansial, pelatihan teknologi tepat guna, dan pengembangan infrastruktur.
Kata Kunci : Analisis Hirarki Proses, Biaya Transaksi, Klaster Industri, Pengolahan Ikan Teri
(6)
AKMI RETNO DWIPA. Institutional Economics Policy Analysis on The Development of Anchovy Processing Cluster Industry in Pulau Pasaran Bandar Lampung City. Direction by TRIDOYO KUSUMASTANTO and KASTANA SAPANLI.
Lampung Province has potential resource in fisheries. One of the potential fisheries commodity in Lampung Province is anchovy which is produced by lift net in Lampung Bay. The final product of anchovy is dry-salted anchovy which has local name “teri”, process mainly in Pulau Pasaran, Teluk Betung Timur, Bandar Lampung City. Types of anchovy that produced, are “teri nasi”, “teri jengki”, and “teri nilon”. According to Ministerial Decree No. 32 Tahun 2010, Pulau Pasaran has been established as “minapolitan area”. Development of anchovy cluster industry in Pulau Pasaran based on strategic planning was decided by stakeholders and endorsed by Mayor Decree of Bandar Lampung No. 256/23/HK/2011. The objectives of this research were to analyze institutional frameworks, to evaluate influence and importance of stakeholders, to review efficiency and institutional design, and to evaluate alternative policy. This research used four methods that are institutional analysis, influence and importance analysis, transaction cost, and Analytical Hierarchy Process (AHP). The result showed that institutional frameworks in Pulau Pasaran anchovy processing cluster industry development is facing conflict between processors with fishermen and intermediate users. Market efficiency has not been supported by strong supply chain system because of lack capacity of cluster industry stakeholders. The economics foundation of industry cluster pyramid has to be developed by improving management skill, increase of capital investment, and marketing capability. Transaction cost ratio showed that volume of production has not been influenced by transaction cost. AHP analysis suggests that group of processor capability in management should be developed as the first priority, followed by developing access of market, improving of financial support, trainning of processing technology, and developing infrastructure.
Key words : Analytic Hierarchy Process, Transaction Cost, Industry Cluster, Anchovy Processing, Pulau Pasaran
(7)
IKAN TERI DI PULAU PASARAN KOTA BANDAR LAMPUNG
AKMI RETNO DWIPA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
(8)
(9)
Nama : Akmi Retno Dwipa
NIM : H44090037
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
(10)
(11)
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Mei 2013 ini adalah Kebijakan Ekonomi Kelembagaan, dengan judul Analisis Kebijakan Ekonomi Kelembagaan Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan ini antara lain :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku Dosen Penguji dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 3. Ayahanda dan Ibunda Tercinta, Bapak Akhmad Rifani, SE dan Ibu Dra.
Lasmina yang selalu memberikan dukungan dan doa restu dalam penyelesaian skripsi ini, dan Adik kesayangan Rissa Zeno yang selalu mendoakan dan menyemangati.
4. Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung yang telah membantu dalam pengumpulan informasi dan data.
5. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dan Kota Bandar Lampung yang telah memberikan dukungan dan informasi dan data yang terkait dengan penelitian.
6. Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung yang telah memberikan informasi dan data yang terkait dengan penelitian.
7. BAPPEDA Kota Bandar Lampung yang telah memberikan informasi dan data terkait penelitian.
8. Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung yang telah memberikan informasi dan data terkait penelitian.
9. DPD APINDO Provinsi Lampung yang telah memberikan informasi dan data terkait penelitian.
10.Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa yang telah memberikan informasi terkait Program Pengembangan Masyarakat Klaster Pulau Pasaran.
11.Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Lampung Bapak Dr. Ir. Hanung Ismono, M.Si yang telah memberikan informasi terkait penelitian. 12.Semua instansi pemerintahan maupun LSM yang tergabung dalam Tim
Pengembangan Klaster Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran yang telah memberikan informasi dan data yang terkait dengan penelitian ini.
13.Kelompok Pengolah Ikan Teri dan masyarakat Pulau Pasaran yang telah memberikan informasi dalam pengumpulan data penelitian ini.
14.Bapak Kusnadi sekeluarga yang telah memberikan fasilitas dan tempat tinggal selama penelitian berlangsung di Pulau Pasaran.
(12)
skripsi.
16.Teman-teman bimbingan skripsi, yaitu Charra Rosemarry, Hesti Yunita, Edwina Firdhatari, Nur Afniati, dan Petrus Romil.
17.Rekan-rekan dekat yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi, yaitu Mila Kharisma, Larasati Anggraini, Astari Miranti, Putu Debby, Haleda Riezka, dan Nadya Ichsani.
18.Ibu Muty dan Mbak Osmaleli yang selalu memberikan dukungan semangat serta doa dalam penyelesaian skripsi.
19.Semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam pengembangan klaster industri di bidang perikanan.
Bogor, September 2013
(13)
Halaman
PRAKATA i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalahan ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klaster Industri ... 7
2.2.Kerangka Analisis Kelembagaan ... 8
2.2.1 Tata Kelola Sumberdaya Perikanan ... 9
2.3. Definisi Biaya Transaksi ... 10
2.3.1 Klasifikasi Biaya Transaksi ... 11
2.3.2 Efisiensi Biaya Transaksi ... 12
2.4 Analisis Kebijakan ... 14
2.5 Analytic Hierarchy Process ... 16
2.6 Aransemen Kelembagaan ... 18
2.7 Penelitian Terdahulu ... 18
3 KERANGKA PEMIKIRAN ... 21
4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23
4.2 Metode Penelitian ... 23
4.3 Jenis dan Sumber Data ... 23
4.4 Metode Pengambilan Sampel ... 24
4.5 Metode Analisis Data ... 25
4.5.1 Analisis Tata Kelola ... 25
4.5.2 Analisis Stakeholders ... 27
4.5.3 Analisis Pengaruh dan Kepentingan stakeholders ... 28
4.5.4 Analisis Biaya Transaksi ... 30
4.5.6 Desain Kelembagaan ... 31
4.5.5 Analytic Hierarchy Process ... 31
5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis ... 37
5.2 Kondisi Demografi ... 38
5.3 Kondisi Sosial Ekonomi ... 39
(14)
5.5.1 Kondisi Umum Responden ... 46
5.5.2 Pendidikan ... 48
5.5.3 Ketersediaan Armada Kapal ... 49
5.6 Karakteristik Pasar ... 50
5.6.1 Komponen Harga Pasar ... 50
5.6.2 Saluran Pemasaran ... 51
5.7 Proses Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran ... 52
6 TATA KELOLA KLASTER INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN TERI 6.1 Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri ... 55
6.2 Kelembagaan sebagai Aturan Main ... 55
6.2.1 Aturan Formal ... 55
6.2.2 Aturan Informal ... 57
6.3 Analisis Tata Kelola ... 57
6.4 Analisis Kepentingan dan Pengaruh Aktor ... 60
6.5 Desain Stakeholders ... 68
6.6 Hubungan Antar Aktor ... 69
7 ANALISIS EFISIENSI DAN DESAIN KELEMBAGAAN 7.1 Struktur Biaya Transaksi Pemerintah ... 71
7.2 Struktur Biaya Pengolah ... 72
7.2.1 Komponen Biaya Produksi ... 72
7.2.2 Struktur Penerimaan Pengolah ... 75
7.2.3 Komponen Biaya Transaksi ... 76
7.3 Rasio Biaya Transaksi ... 78
7.3.1 Rasio Biaya Transaksi Pemerintah ... 78
7.3.2 Rasio Biaya Transaksi Kelompok Pengolah ... 81
7.3.3 Rasio Biaya Transaksi Pengolah Terhadap Biaya Produksi- Penerimaan ... 84
7.3.4 Faktor Penyebab Biaya Transaksi Pengolah ... 85
7.3.5 Minimalisasi Biaya Transaksi ... 86
7.4 Desain Kelembagaan ... 87
9.1 Batas Yurisdiksi ... 88
9.2 Hak Kepemilikan ... 88
9.3 Aturan Representasi ... 89
9.4 Mekanisme Implementasi ... 90
8 ANALISIS KEBIJAKAN EKONOMI KELEMBAGAAN 8.1 Analytic Hierarchy Process ... 93
8.2 Hasil Pengolahan Data Horizontal ... 95
(15)
DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN ... 109
(16)
Halaman
1. Data Produksi Ikan Teri Provinsi Lampung ... 1
2. Matriks Jenis dan Sumber Data ... 24
3. Aktor dan key person yang Terlibat dalam Pengambilan Sampel ... 25
4. Ukuran Kuantitatif Identifikasi dan Pemetaan Aktor ... 29
5. Nilai Skala Perbandingan Berpasangan ... 33
6. Matriks Pendapat Individu ... ... 34
7. Matriks Pendapat Gabungan ... ... 34
8. Indeks Acak ... 35
9. Luas Wilayah Kecamatan Teluk Betung Timur Berdasarkan Kelurahan ... 37
10.Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan Kelurahan ... 39
11.Jumlah Penduduk Pulau Pasaran Berdasarkan Golongan Umur dan Jenis Kelamin ... 39
12.Data Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 43
13.Data Perlakuan Produksi Perikanan Laut Menurut Cara Perlakuan ... 43
14.Jenis Armada Kapal Laut di Pulau Pasaran ... 45
15.Jenis Alat Tangkap Ikan Teri di Pulau Pasaran ... 46
16.Kisaran Harga Bahan Baku Ikan Teri ... 50
17.Harga Jual Ikan Teri Kering ... 51
18.Matriks Proposed stakeholders Pengembangan Klaster Industri ... 68
19.Biaya Transaksi Pemerintah dalam Pengembangan Pulau Pasaran ... 72
20.Biaya Produksi Pengolah Ikan Teri Per Tahun ... 75
21.Rata-rata Penerimaan Pengolah Ikan Teri ... 75
22.Biaya Transaksi Pengolah Ikan Teri Per Tahun ... 78
23.Komponen Biaya Transaksi Pemerintah ... 79
24.Rasio Biaya Manajerial Terhadap Total Biaya Transaksi ... 79
25.Rasio Komponen Biaya Manajerial Terhadap Total Biaya Manajerial ... 80
(17)
Pembinaan ... 80
28.Rasio Biaya Transaksi Pengolah Terhadap Total Biaya Transaksi ... 81
29.Rasio Biaya Operasional Bersama Terhadap Total Biaya Transaksi ... 82
30.Rasio Komponen Biaya Operasional Terhadap Total Biaya Operasional ... 82
31.Rasio Biaya Informasi Terhadap Total Biaya Transaksi ... 83
32.Rasio Biaya Distribusi Terhadap Total Biaya Transaksi ... 83
33.Rasio Komponen Biaya Distribusi Terhadap Total Biaya Distribusi ... 83
34.Rasio Biaya Perizinan Terhadap Total Biaya Transaksi ... 84
35.Rasio Biaya Transaksi Terhadap Biaya Produksi dan Penerimaan ... 84
36.Bobot dan Prioritas Pengolahan Horizontal Elemen Tingkat 3 ... 96
37.Bobot dan Prioritas Pengolahan Horizontal Elemen Tingkat 4 ... 98
38.Bobot dan Prioritas Faktor Penyusun Strategi Kebijakan Klaster Industri ... 100
39.Bobot dan Prioritas Aktor Penyusun Strategi Kebijakan Klaster Industri ... 101
(18)
Halaman
1. Komponen Kunci Klaster Industri ... 8
2. Kerangka Analisis Kelembagan ... 10
3. Skema Lapisan Biaya Transaksi ... 13
4. Determinasi Biaya Transaksi ... 14
5. Analisis Kebijakan Berorientasi Permasalahan ... 15
6. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 22
7. Kerangka Analisis Tata Kelola ... 26
8. Matriks Aktor Grid ... 30
9. Struktur Hirarki strategi kebijakan Pengembangan Klaster ... 36
10.Persentase Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 40
11.Sebaran fasilitas umum ... 41
12.Fasilitas Gedung Sekolah ... 42
13.Data Produksi Olahan Ikan Teri Pulau Pasaran ... 44
14.Sebaran Usia Responden ... 46
15.Sebaran Lama Menetap dan Unit Usaha Responden ... 47
16.Sebaran Daerah Asal Responden ... 48
17.Sebaran Tingkat Pendidikan Responden ... 49
18.Sebaran Armada Kapal Pengolah Ikan ... 49
19.Bagan Alir Pengolahan Ikan Teri ... 54
20.Analisis Tata Kelola ... 59
21.Pemetaan Aktor Grid ... 60
22.Hubungan Antar Aktor ... 70
23.Desain Kelembagaan ... 91
24.Struktur Hirarki ... 94
(19)
Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian ... 110
2. Dokumentasi Penelitian ... 111
3. Data Responden ... 112
4. Data Biaya Produksi Responden ... 113
(20)
(21)
1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Dewasa ini, perkembangan usaha perikanan budidaya dan tangkap banyak dikembangkan sebagai sumber pemasukan aktivitas ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah. Kondisi tersebut mendukung sektor perikanan yang dahulu menjadi sektor yang terpinggirkan, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional (Kusumastanto 2003). Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi sumberdaya perikanan. Potensi sumberdaya perikanan tersebut diharapkan dapat mendukung pembangunan dan revitalisasi sektor perikanan dan kelautan.
Provinsi Lampung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar khususnya di sektor perikanan tangkap. Salah satu komoditas perikanan yang cukup potensial di Provinsi Lampung adalah ikan teri. Ikan teri dihasilkan melalui usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan bagan di perairan Teluk Lampung. Produksi tersebut tersaji pada Tabel 1 yang ditunjukkan oleh data Produksi Ikan Teri Provinsi Lampung Tahun 2005 – 2011.
Tabel 1. Data Produksi Ikan Teri Provinsi Lampung
Tahun Produksi (kg)
2005 19.042,10
2006 15.796,60
2007 13.608,90
2008 23.768,22
2009 7.433,84
2010 15.929,93
2011 906,30
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2012
Berdasarkan data di atas, produksi ikan teri di Provinsi Lampung cenderung fluktuatif. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2008, dan terendah pada tahun 2011. Aktivitas perikanan yang dipengaruhi oleh keadaan musim, cuaca, dan lingkungan berpengaruh pada fluktuasi produksi.
(22)
Salah satu sentra pengolahan hasil perikanan adalah Pulau Pasaran di Kecamatan Teluk Betung Timur, Kota Bandar Lampung. Sebagian besar masyarakat di Pulau Pasaran berprofesi sebagai pengolah ikan teri. Ikan teri merupakan komoditas yang relatif tersedia di Pulau Pasaran karena aktivitas nelayan yang menangkap ikan di sekitar perairan Pulau Pasaran. Jenis ikan teri yang dihasilkan adalah teri nasi, teri jengki, dan teri nilon dalam bentuk olahan ikan asin kering.
Berdasarkan Keputusan Menteri No. 32 Tahun 2010, Pulau Pasaran telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan. Kawasan minapolitan menurut Perda No. 10 Tahun 2011 adalah bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan atau kegiatan pendukung lainnya. Hal tersebut mendasari pembentukan kelompok kerja (POKJA) percepatan pembangunan kawasan agropolitan dan minapolitan di Provinsi Lampung tahun 2011-2014 yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Lampung No. G/89/II.02/HK/2011, dengan mempertimbangkan pengembangan ekonomi desa mandiri dan berkesinambungan, serta mengurangi ketimpangan kota-desa melalui koordinasi masyarakat, swasta, maupun pemerintahan. POKJA memiliki peran dalam kegiatan perumusan program, sosialisasi program, memfasilitasi kelembagaan agribisnis dan pelayanan informasi, monitoring dan evaluasi, serta memfasilitasi koordinasi dan konsultasi tentang permasalahan pembangunan kawasan minapolitan.
Pembangunan kawasan minapolitan mempertimbangkan aspek-aspek yang mengarahkan pembangunan ekonomi dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan. Pengembangan kawasan minapolitan mengurangi disparitas pembangunan yang hanya bertumpu pada pembangunan kota di daratan, sehingga tingkat kemiskinan di kawasan pesisir dapat dikurangi melalui upaya pengoptimalan pemanfaatan sumberdaya yang terpadu. Upaya hilirisasi produk ikan teri merupakan sarana untuk meningkatkan nilai tambah produk dan membuka lapangan pekerjaan baru.
(23)
Pulau Pasaran memiliki potensi yang cukup besar untuk menopang pemasukan daerah khususnya kota Bandar Lampung. Kondisi empiris yang kontras terjadi di lapangan dan menghambat rantai pasok pengolah ikan teri adalah pola pemasaran hasil olahan yang belum memadai. Harga jual ikan teri cenderung fluktuatif menyesuaikan harga yang ditentukan oleh pedagang pengumpul dan berimplikasi pada pendapatan para pengolah. Selain itu, permasalahan keterbatasan dalam manajemen usaha perikanan yang kurang memperhatikan aspek keberlanjutan menjadi alasan kurang tertatanya kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
Salah satu upaya peningkatan posisi tawar pengolah ikan teri di Pulau Pasaran adalah melalui pembentukan lembaga seperti kelompok usaha pengolah ikan teri. Bentuk kemitraan usaha tersebut merupakan alternatif pemberdayaan masyarakat dalam upaya peningkatan lapangan pekerjaan yang berintegrasi secara vertikal dengan stakeholders terkait bidang perikanan. Pembinaan serta pelatihan yang intensif kepada para pengolah ikan menjadi langkah peningkatan modal sosial masyarakat dan perbaikan tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu, investasi yang dibangun pada usaha perikanan harus mengikuti pola pengembangan ekonomi berkelanjutan (sustainable development) yang bertumpu pada matra ekologi, ekonomi, dan sosial.
Pembentukan klaster kelompok pengolah ikan teri dilakukan bersama dengan mitra usaha seperti perbankan, BUMN, LSM, dan kelompok pemerintah yang memberikan bantuan teknis pengembangan klaster. Integrasi vertikal berbagai stakeholders dengan kepentingan dan pengaruh posisi aktor juga berkontribusi dalam implementasi klaster industri. Pengembangan Pulau Pasaran sangat ditentukan strategi kebijakan yang akan diambil oleh para pengambil keputusan. Stakeholders yang terlibat dalam tim pengembangan klaster pengolahan ikan teri telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Walikota Bandar Lampung No. 256/23/HK/2011.
Penelitian ini akan mengkaji aspek kelembagaan dan kebijakan klaster pengolahan ikan teri. Tata kelola dalam klaster pengolahan ikan teri merupakan aspek yang menarik untuk diteliti, karena biaya dalam pengusahaan tidak hanya berkaitan dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengolah ikan teri,
(24)
melainkan biaya lainnya seperti biaya transaksi. Selain itu, karakteristik masyarakat yang homogen berprofesi sebagai pengolah ikan teri memiliki kebebasan untuk mengatur rantai pemasaran melalui pedagang pengepul atau konsumen secara langsung, sehingga berdampak pada struktur pasar yang akan terbentuk. Oleh karena itu, hasil (output) yang diharapkan dari penelitian ini adalah desain kelembagaan klaster industri pengolahan ikan teri yang terintegrasi dan berkelanjutan.
1.2Perumusan Masalah
Pembentukan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran merupakan upaya peningkatan ketahanan dan kemandirian pengolah ikan teri untuk mencapai kesejahteraan. Pelaksanaan program klaster ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kelompok pengolah ikan teri dengan pembinaan serta pendampingan dalam hal transfer teknologi pengolahan ikan teri. Program tersebut difasilitasi oleh POKJA yang perannya telah ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Manfaat langsung yang didapat oleh kelompok pengolah berupa peningkatan produktivitas ikan teri kering seiring dengan penguatan kelembagaan dan keterpaduan kelompok. Kelembagaan yang terbentuk dapat menjadi modal sosial terciptanya kemandirian dan keberlanjutan kelompok pengolah ikan teri.
Produksi olahan ikan teri selain mengeluarkan biaya investasi dan biaya operasional juga terdapat komponen biaya lain, yaitu biaya transaksi. Biaya transaksi adalah biaya untuk mengatur, mempertahankan, dan mengubah sistem formal dan informal dalam suatu kelembagaan. Biaya transaksi yang muncul dar i aktivitas pengolahan ikan teri mengidentifikasikan tingkat keefisienan suatu arahan kebijakan. Biaya transaksi yang tinggi merupakan salah satu indikator tidak efisiennya suatu kebijakan khususnya dalam pengembangan kawasan minapolitan. Evaluasi biaya transaksi dan kebijakan dalam pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi stakeholders sebagai upaya meminimalisasi biaya transaksi, khususnya pada pola kemitraan dan pembinaan di masa mendatang. Beberapa permasalahan yang akan diteliti dirumusan sebagai berikut :
(25)
1. Bagaimana tata kelembagaan dalam klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran?
2. Bagaimana pengaruh dan kepentingan antar stakeholders yang terlibat dalam tata kelola klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran?
3. Bagaimanakah efisiensi ekonomi dan desain kelembagaan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran?
4. Bagaimanakah strategi kebijakan yang sesuai diterapkan dalam pengembangan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji tata kelembagaan dan implikasi ekonomi klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran sebagai rekomendasi dalam meminimisasi biaya transaksi. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis tata kelembagaan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.
2. Mengevaluasi pengaruh dan kepentingan antar stakeholders yang terlibat dalam tata kelola klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.
3. Mengkaji efisiensi ekonomi dan desain kelembagaan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.
4. Mengevaluasi strategi kebijakan yang sesuai diterapkan dalam pengembangan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.
1.4Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis kebijakan ekonomi kelembagaan pengembangan sentra pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran. Analisis ekonomi kelembagaan akan mengkaji keragaan kelembagaan yang terdiri dari aspek tata kelola sentra pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran, aransemen kelembagaan yang diidentifikasi melalui analisis stakeholders, dan biaya transaksi. Penelitian ini juga membandingkan efisiensi biaya transaksi desain kelembagaan yang berlaku saat ini dengan kerangka kelembagaan yang menjadi rekomendasi arahan kebijakan.
(26)
Arahan strategi kebijakan dievaluasi dengan struktur hirarki untuk menentukan kebijakan yang sesuai dengan kondisi lokal. Kajian penelitian ini hanya difokuskan pada pengembangan kawasan minapolitan di bidang pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.
1.5Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, industri pengolahan ikan teri dan pemerintah. Manfaat yang didapat peneliti adalah sebagai tambahan pengetahuan dalam mengaplikasikan teori-teori yang telah diajarkan di perkuliahan khususnya dalam pengembangan ekonomi kelembagaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain yang tertarik untuk mengembangkan teori-teori terkait pengurangan disparitas pembangunan kawasan pesisir melalui pengembangan kawasan minapolitan. Pengembangan klaster dikalangan industri pengolahan ikan teri dan nelayan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kerja sama yang menguntungkan, serta perbaikan kapasitas masyarakat mengenai teknik pengolahan hasil-hasil perikanan yang ramah lingkungan.
(27)
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klaster Industri
Teori klaster industri yang dikembangkan oleh Porter (1990) menyatakan bahwa industri nasional akan kompetitif secara internasional jika terjalin sinergi interrelationship diantara empat variabel dalam Diamond Factor Model, yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan lokal, kesesuaian dan dukungan industri,strategi perusahaan, struktur, dan persaingan, serta dua pengaruh penting dari kesempatan dan pemerintah. Klaster merupakan konsentrasi geografis perusahaan yang saling terhubung, pemasok terspesialisasi, penyedia jasa, perusahaan di industri terkait, dan institusi yang berkaitan dan berkompetisi dengan bidang tertentu.
Menurut Daryanto (2010) klaster adalah kelompok usaha yang terdapat dalam suatu kesatuan geografis yang terkait dari hulu sampai hilir dan terlibat dengan aktivitas penunjang seperti pembiayaan serta lembaga penelitian dan pengembangan yang menunjang aktivitas usaha klaster. Hubungan antar perusahaan dalam klaster bersifat vertikal dan horizontal. Bersifat vertikal adalah mekanisme rantai pembelian dan penjualan, sedangkan horizontal melalui produk dan jasa komplementer, penggunaan input terspesialisasi, teknologi, dan institusi. Indikator keberhasilan struktur klaster adalah industri penghela yang berorientasi ekspor dan berkaitan dengan industri pemasok. Komponen keberhasilan tersebut didukung oleh tatanan kelembagaan yang diilustrasikan pada Gambar 1 dalam piramida kunci klaster.
Klaster didefinisikan oleh Soetrisno (2009) adalah pendekatan pembangunan yang melibatkan pola pengelompokkan usaha sejenis dalam suatu kawasan industri maupun manufaktur. Pengelompokkan Klaster dapat dipertimbangkan dalam upaya mencegah dampak negatif ketimpangan pembangunan di era otonomi daerah saat ini. Tujuan pembentukan klaster industri adalah untuk meningkatkan omset dari hasil pengelompokan yang disertai dukungan pemerintah dalam hal infrastruktur dan pelayanan jasa harus tumbuh menjadi sebuah ekonomi yang dapat hidup dengan kekuatan pasar. Klaster
(28)
Leader Firms
Sistem pemasok (pemasok bahan baku,
komponen, dan jasa) Economic Foundations (sumberdaya manusia, penelitian dan
teknologi, sumberdaya kapital, iklim usaha, infrastruktur fisik, dan kualitas
hidup)
industri adalah upaya untuk mengurangi biaya transportasi dan transaksi dalam suatu sektor usaha untuk meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif, serta mendorong terciptanya inovasi.
Gambar 1. Komponen Kunci Klaster Industri Sumber : SRI International (2007) dalam Daryanto (2010)
2.2Kerangka Analisis Kelembagaan
Ekonomi politik selalu berkaitan dengan pembatasan kelembagaan dalam suatu pengelolaan sumberdaya. Deliarnov (2006) menjelaskan terdapat tiga lapis kelembagaan sebagai norma-norma dan konvensi, kelembagaan sebagai aturan main, serta kelembagaan sebagai hubungan kepemilikan. Lebih lanjut Deliarnov (2006) menyatakan bahwa kelembagaan sebagai norma dan konvensi merupakan aransemen yang didasari oleh konsensus atau pola tingkah laku dan norma yang disepakati bersama. Norma dan konvensi umumnya bersifat informal, ditegakan oleh keluarga, masyarakat, dan adat.
Kelembagaan sebagai aturan main umumnya bersifat formal dan tertulis. Bogason (2000) yang diacu dalam Suhana (2008) menyebutkan tiga level aturan main, yaitu level aksi, level aksi kolektif, dan level konstitusi. Level aksi merupakan aturan langsung yang biasanya tercantum standar atau rules of
(29)
conduct. Level aksi kolektif merupakan aturan untuk aksi berupa kebijakan di masa mendatang, sedangkan level konstitusi merupakan prinsip-prinsip bagi pengambilan keputusan kolektif masa mendatang. Aturan pada level konstitusi biasanya tertulis secara formal dan dikodifikasi.
Kerangka analisis kelembagaan menurut Ostrom et al (1997) adalah sebuah kerangka berpikir yang dapat membantu mengidentifikasi variabel yang relevan untuk dikembangkan serta menyediakan bahasan yang lebih luas mengenai spesifik teori pembahasan yang akan digunakan. Langkah dalam pendekatan analisis kelembagaan adalah dengan mengidentifikasi unit konseptual yang disebut arena aksi dengan fokus kepada analisis, prediksi, dan penjabaran dari kebiasaan serta outcomes yang mutlak didapatkan. Arena aksi terdiri dari situasi aksi dan komponen aktor. Situasi aksi dapat dicirikan dengan menggunakan beberapa variabel, yaitu partisipan, posisi, aksi, potensial outcomes, fungsi pemetaan aksi terhadap outcomes, informasi, serta biaya dan manfaat setiap aksi dan outcomes. Komponen lain, aktor, merupakan partisipan pada situasi aksi yang memiliki preferensi, informasi, kriteria pemilihan dan sumberdaya.
Langkah selanjutnya dalam kerangka analisis kelembagaan adalah mengevaluasi outcomes yang didapatkan menggunakan kriteria evaluasi. Kriteria evaluasi sangat berkaitan erat dengan konsep efisiensi dan pareto optimal. Konsep lainnya yang juga berhubungan adalah prinsip keadilan sangat penting dalam menentukan tipe aturan yang dipertimbangkan untuk diterapkan dalam suatu komunitas. Kriteria aturan yang diturunkan kepada generasi di masa mendatang tanpa pengenalan substansi eror masih menjadi kriteria lainnya. Kerangka analisis kelembagaan dapat diilustrasikan pada Gambar 2.
2.2.1 Tata Kelola Sumberdaya Perikanan
Terdapat tiga pilar kelembagaan dalam manajemen perikanan menurut Jentoft (2004), pertama, pilar kebijakan (the regulative pillar) yang mengatur tentang hal-hal yang perlu dilakukan oleh pelaku perikanan, misalnya peraturan mengenai kuota tangkap dan alat tangkap yang diperbolehkan. Kedua, pilar normatif (the normative pillar) yang menjelaskan mengenai implementasi kebijakan perikanan yang memperhitungkan resiko pada pelaku sektor perikanan
(30)
yang erat kaitannya dengan moral. Ketiga, pilar kognitif (the cognitive pillar) yang berperan sebagai aturan perikanan yang dinamis dan komplek.
Gambar 2. Kerangka Analisis Kelembagaan Sumber : Ostrom et al (1997)
2.3 Definisi Biaya Transaksi
Menurut Williamson (1985) diacu dalam Rachman (1999) biaya transaksi adalah biaya untuk menjalankan sistem ekonomi dan biaya untuk menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan. Biaya transaksi adalah biaya yang harus ditanggung oleh pihak-pihak yang melakukan pertukaran dalam dunia yang informasinya tidak sempurna, banyak aktor yang berprilaku oportunis, dan rasionalitas para pelakunya terbatas.
Lebih lanjut North (1991) menyatakan bahwa biaya transaksi adalaha ongkos untuk menspesifikasikan dan memaksakan kontrak yang mendasari pertukaran, sehingga dengan sendirinya mencakup semua biaya organisasi politik dan ekonomi mengutip laba dari perdagangan (pertukaran). Biaya transaksi adalah biaya melakukan negoisasi, mengukur, dan memaksakan pertukaran. Karakteristik transaksi yang mempengaruhi besaran biaya transaksi menurut Williamson (1996) adalah ketidakpastian yang terkait dengan produksi, supply, demand, fluktuasi harga, iklim, dan kondisi lapang, frekuensi yang bergantung pada keadaan dan
Atributes of Physics
Atributes of Community
Rules in use
Action Arena Action Situations
Actors
Pattern of interactions
Outcomes
Evaluation Criteria
(31)
kemampuan produksi, dan spesifikasi yang meliputi site specify, physical asset specifity, dan human asset specifity.
2.3.1 Klasifikasi Biaya Transaksi
Menurut Furobotn dan Richter (2000) yang diacu dalam Yustika (2006) biaya transaksi adalah ongkos untuk menggunakan pasar dan biaya melakukan hak untuk memberikan pesanan di dalam perusahaan yang merupakan rangkaian biaya yang diasosiasikan untuk menggerakan dan menyesuaikan dengan kerangka politik kelembagaan. Biaya transaksi terbagi menjadi dua tipe, yaitu biaya transaksi tetap: investasi spesifik yang dibuat didalam menyusun kesepakatan kelembagaan, dan biaya transaksi variabel: biaya yang tergantung pada jumlah dan volume transaksi. Secara spesifik, biaya transaksi pasar dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Biaya untuk menyiapkan kontrak sebagai biaya untuk pencarian dan informasi karena individu/perusahaan membuat pengeluaran secara langsung seperti iklan, mengunjungi pelanggan yang prospektif dan pengeluaran tidak langsung seperti biaya komunikasi kepada pihak-pihak yang prospektif untuk melakukan pertukaran.
b. Biaya untuk mengeksekusi kontrak berupa biaya negosiasi dan pengambilan keputusan seperti biaya pengumpulan informasi, kompensasi yang dibayar kepada penasehat, biaya untuk menyepakati keputusan di dalam kelompok.
c. Biaya pengawasan dan pemaksaan kewajiban yang tertuang dalam kontrak seperti mengawasi waktu pengiriman yang disetujui, mengukur kualitas dan jumlah produk.
Biaya transaksi manajerial meliputi :
a. Biaya penyusunan, pemeliharaan, atau perubahan desain organisasi seperti biaya manajemen personal, investasi teknologi informasi, mempertahankan terhadap proses pengambilalihan, hubungan masyarakat, dan lobi.
(32)
b. Biaya menjalankan organisasi yang dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu biaya informasi dan biaya yang diasosiasikan dengan transfer fisik barang dan jasa yang divisinya terpisah.
Biaya transaksi politik yang berhubungan dengan penyediaan organisasi dan barang publik yang diasosiasikan dengan aspek politik, seperti biaya penawaran barang publik yang dilakukan melalui tindakan kolektif. Contoh biaya transaksi politik adalah 1) biaya penyusunan, pemeliharaan, dan perubahan organisasi politik formal dan informal; 2) biaya untuk menjalankan politik.
Penjelasan tentang biaya transaksi juga dikemukakan menurut Dietrich (1994) biaya transaksi dapat dibagi menjadi biaya sebelum kontrak (ex ante) dan setelah kontrak (ex-post). Biaya transaksi ex ante adalah biaya membuat draft, negosiasi, dan mengamankan kesepakatan, sedangkan biaya transaksi ex post adalah :
a. Biaya kegagalan adaptasi ketika transaksi menyimpang dari kesepakatan yang telah dipersyaratkan.
b. Biaya negosiasi/tawar menawar yang terjadi apabila upaya bilateral dilakukan untuk mengoreksi penyimpangan setelak kontrak (ex post). c. Biaya untuk merancang dan menjalankan kegiatan yang berhubungan
dengan struktur tata kelola pemerintahan.
d. Biaya pengikatan agar komitmen yang telah dilakukan dapat dijamin.
2.3.2 Efisiensi Biaya Transaksi
Menurut Williamson (1981) dua asumsi prilaku ketika analisis biaya transaksi beroperasi adalah rasionalitas terbatas dan prilaku oportunis yang secara umum termanifestasikan dalam wujud menghindari kerugian, penyimpangan moral, penipuan, melalaikan kewajiban, dan bentuk-bentuk prilaku strategis lain untuk menjelaskan pilihan sistem kontrak dan struktur kepemilikan perusahaan. Faktor yang paling mempengaruhi besaran biaya transaksi adalah sifat hak kepemilikan di dalam masyarakat.
Lapisan ekonomi biaya transaksi terbagi menjadi tiga level. Kelembagaan tata kelola berupa kontrak interperusahaan, korporasi, birokrasi, dan non profit dibatasi oleh lingkungan kelembagaan. Efek primer dari perubahan lingkungan
(33)
kelembagaan diperlukan sebagai parameter perubahan yang menggeser biaya perbandingan pasar, hybrids, dan hierarki. Dampaknya dapat berakibat pada asumsi prilaku ekonomi biaya transaksi, yaitu rasionalitas terbatas dan prilaku oportunis yang diilustrasikan pada Gambar 3.
perubahan parameter
preferensi endogen
Gambar 3. Skema Lapisan Biaya Transaksi Sumber : Williamson (1997)
Berdasarkan penjelasan skema lapisan biaya transaksi dan definisi serta faktor-fator penentu biaya transaksi, dapat dideterminasikan biaya transaksi sebagai unit analisis menurut Beckman (2004) yang diilustrasikan pada Gambar 4, yaitu :
a. Atribut prilaku yang melekat pada setiap pelaku ekonomi, yaitu rasionalitas terbatas/terikat dan oportunisme.
b. Sifat yang berkenaan dengan atribut dari transaski, yaitu spesifisitas aset, ketidak pastian, dan frekuensi.
c. Hal-hal yang berkaitan dengan struktur tata kelola kegiatan ekonomi, yaitu pasar, hybrid, hierarki dan pengadilan, regulasi, birokrasi publik. d. Faktor yang berdekatan dengan aspek lingkungan kelembagaan, yaitu
hukum kepemilikan, kontrak, dan budaya.
Lingkungan Kelembagaan
Tata kelola
Individu Atribut pelaku
(34)
Gambar 4. Determinasi Biaya Transaksi Sumber : Yustika (2006) berdasarkan konseptual Beckmann (2004)
2.4 Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan menurut Partowidagdo (1999) yang diacu dalam Marasabessy (2011) adalah ilmu yang menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik. Kebijakan yang diambil mempunyai biaya dan manfaat sosial bagi suatu kelompok tertentu. Analisis kebijakan memiliki tiga peranan diantaranya :
a. Analisis objektif, yaitu analisis yang mengungkap fakta seperti aslinya dan membiarkan analis menyatakan kebenaran. Kepentingan klien adalah nomor dua.
b. Pembela klien, yaitu analisis yang jarang memberikan kesimpulan yang definitif dan justru menggunakan kesamaran demi kepentingan klien. c. Pembela isu, yaitu analisis yang jarang memberikan kesimpulan yang
definitif dan justru menguatkan kesamaran tersebut dan membuang hal-hal yang tidak menguntungkan jika diperkirakan hasil analisisnya tidak mendukung pembelaan isu tersebut.
Selain itu, analisis kebijakan menurut Dunn (1998) tidak hanya terbatas pada pengujian teori deskriptif karena permasalahan kebijakan sangat kompleks. Teori-teori biasanya gagal untuk memberikan informasi yang memungkinkan para pengambil kebijakan mengendalikan dan memanipulasi proses-proses kebijakan, sehingga dibutuhkan evaluasi maupun anjuran kebijakan. Analisis kebijakan
Biaya Transaksi Struktur tata kelola :
pasar, hybrid, hierarki, pengadilan, regulasi dan birokrasi
Atribut transaksi : spesifikasi aset, ketidakpastian aset
Atribut prilaku dari pelaku: rasionalitas dan opotunisme
Kelembagaan lingkungan : hak milik dan kontrak, budaya
(35)
menghasilkan informasi yang ada hubungannya dengan kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah serta menghasilkan informasi mengenai nilai-nilai dan arah tindakan yang lebih baik.
Analisis kebijakan harus dilakukan dengan prosedur kebijakan agar dapat menghasilkan informasi mengenai masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Prosedur analisis kebijakan yang dikembangkan oleh Quade dalam Dunn (1998) dapat diilustrasikan pada Gambar 5. Analisis kebijakan dapat dilakukan dengan mengikuti teknik pendekatan analisis, yaitu :
a. Pendekatan empiris, adalah pendekatan yang menjelaskan sebab akibat dari kebijakan publik.
b. Pendekatan evaluasi, adalah pendekatan yang terutama berkenaan dengan penentuan harga atau nilai dan beberapa kebijakan.
c. Pendekatan normatif, adalah pendekatan yang terutama berkenaan dengan pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah kebijakan.
Gambar 5. Analisis Kebijakan Berorientasi Permasalahan Sumber : Quade dalam Dunn (1998)
Pemecahan masalah dalam analisis kebijakan menggunakan prosedur deskripsi, prediksi, evaluasi, dan rekomendasi. Hubungan yang dikaitkan dengan segi waktu
Perumusan masalah Kinerja
kebijakan
Hasil kebijakan
Aksi kebijakan
Masa depan kebijakan Masalah
kebijakan
Evaluasi
Pemantauan
Rekomendasi
Peramalan
Perumusan masalah Perumusan
masalah
Perumusan masalah
(36)
akan dilakukan tindakan prediksi dan rekomendasi sebelum tindakan diambil, sedangkan deksripsi dan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi.
2.5 Analytic Hierarchy Process
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah bentuk pengorganisasian informasi dan berbagai keputusan secara rasional agar dapat memilih alternatif yang paling disukai. Metode AHP digunakan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan memakai perhitungan kuantitatif untuk mendapatkan keputusan yang efektif. Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan kompleks tidak terstruktur, serta bersifat strategik, dan dinamis melalui upaya penataan rangkaian variabelnya dalam suatu hirarki. Data yang diperlukan hanya bersifat kualitatif yang berdasarkan persepsi, pengalaman, atau intuisi.
Penerapan metode AHP memerlukan pakar sebagai responden dalam perumusan strategi kebijakan yang akan dipilih. Pakar merupakan orang-orang yang menguasai, mempengaruhi pengambil kebijakan, serta benar-benar mengetahui informasi yang dibutuhkan. Menurut Saaty (1993) AHP dapat digunakan dalam menetapkan prioritas, menghasilkan seperangkat alternatif, memilih alternatif kebijakan yang terbaik, menetapkan berbagai persyaratan, mengalokasikan sumberdaya, meramalkan hasil dan memprediksi resiko, mengukur prestasi, merancang sistem, serta memecahkan permasalahan.
Metode AHP digunakan untuk menguji konsistensi berbagai penilaian, khususnya apabila terjadi penyimpangan penilaian yang terlalu jauh dari nilai konsistensi yang sempurna. Indikator tersebut disintesiskan melalui interpretasi hubungan eigen vector dengan nilai eigen value terbesar sebagai prioritas yang mengindikasikan alternatif terpenting dalam menyelesaikan permasalahan. Metode AHP juga dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua aktor yang terlibat dalam proses tersebut. Keunggulan penggunaan metode AHP diantaranya:
a. Kesatuan; AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dipahami berbagai kasus permasalahan yang tidak terstruktur.
(37)
b. Kompleksitas; AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.
c. Saling ketergantungan; AHP mencerminkan kecenderungan alami dari pemikiran untuk memilih elemen dalam suatu sistem dengan berbagai tingkat yang berlainan dan pengelompokkna unsur serupa dalam setiap tingkatan.
d. Pengukuran; AHP menghasilkan satu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujudnya suatu metode untuk menetapkan prioritas.
e. Konsistensi; AHP melacak konsistensi logis dari berbagai pertimbangan yang dipakai untuk menetapkan berbagai prioritas.
f. Sintesis; AHP menuntun kepada taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
g. Tawar menawar; AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi dapat memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
h. Pemilihan konsensus; AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.
i. Pengulangan proses; AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka atas satu persoalan dan memperbaiki berbagai pertimbangan serta pengertian mereka melalui berbagai pengulangan.
2.6 Aransemen Kelembagaan
Kebijakan pengelolaan sektor perikanan dan kelautan masing belum terintegrasi dengan aransemen kelembagaan pembangunan. Hal tersebut dijelaskan oleh Kusumastanto (2010) yang diacu dalam Rudiyanto (2011) bahwa penanganan suatu kasus pembangunan kelautan acapkali menimbulkan konflik kepentingan daripada solusi integral. Upaya merumuskan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan harus didukung oleh suatu kelembagaann yang melibatkan pihak-pihak terkait pada tingkat lembaga politik, diimplementasikan ke lembaga departemen dan non departemen yang mempunyai
(38)
keterkaitan langsung dengan pengelola sumberdaya kelautan, stakeholders dan masyarakat. Arahan kebijakan tersebut pada akhirnya menjadi kebijakan ekonomi politik yang menjadi tanggung jawab bersama semua level institusi eksekutif dan legislatif yang mempunyai keterkaitan kelembagaan maupun sektor pembangunan.
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai Pulau Pasaran telah dilakukan oleh Helda (2004). Penelitian ini mengenai analisis nilai tambah pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil analisis, usaha pengolahan ikan teri masih menguntungkan walaupun pengolahannya masih tradisional. Nilai tambah dari pengolahan produk adalah Rp950,82 per kg, dengan rata-rata rasio nilai tambah sebesar 18,16%. Marjin yang diperoleh pengolah sebesar Rp1.342,67 per kg terdiri dari pendapatan tenaga kerja perebus 2,6%, pendapatan penjemur 3,61%, pendapatan sortir 0,52%, sumbangan input lain 29,18%, dan tingkat keuntungan sebesar 64,09%.
Penelitian mengenai biaya transaksi telah dilakukan oleh Anggraini (2005). Penelitian tersebut membandingan komponen biaya transaksi pada Nelayan Diesel dan Nelayan kincang, serta biaya transaksi petani pemilik dan petani penggarap. Rasio biaya transaksi-penerimaan Nelayan Diesel adalah 0,10 dan Nelayan Kincang 0,17. Rasio biaya transaksi-biaya total Nelayan Diesel adalah 0,15 dan Nelayan Kincang adalah 0,24. Dari sisi petani, rasio biaya transaksi-penerimaan petani pemilik 0,19 dan petani penggarap 0,18, sedangkan rasio biaya transaksi-biaya total petani pemilik adalah 0,30 dan petani penggarap adalah 0,21. Penelitian ini memiliki kelebihan yang lebih detil karena membandingkan biaya transaksi nelayan dan petani dalam kondisi yang berbeda.
Penelitian mengenai analisis kelembagaan dan biaya transaksi juga telah dilakukan oleh Suhana (2008), Marasabessy (2010), dan Rudiyanto (2011). Aspek yang diteliti oleh masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Pada penelitian Suhana (2008) analisis stakeholders melalui pemetaan aktor grid dan peran masing-masing aktor dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Teluk Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Total biaya transaksi yang dikeluarkan nelayan setiap tahunnya
(39)
mencapai Rp 9.962.500. Tingkat diskonto 12% memperlihatkan jangka waktu lima tahun biaya keefektifan pemerintah mencapai Rp783.140.270,15 jauh lebih tinggi dibandingan dengan kelompok nelayan yang mencapai Rp25.521.874,33.
Penelitian oleh Marasabessy (2010) mengidentifikasi aktor yang berperan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan melibatkan pihak pemerintah, swasta, dan nelayan. Biaya transaksi pemberian paket bantuan di Kecamatan Leihitu berupa biaya seleksi sebesar Rp7.025.000, biaya pembinaan sebesar Rp5.300.000, dan biaya monitoring sebesar Rp6.900.000. Penelitian ini memiliki kelebihan karena terdapat kelompok pembanding dalam satu kecamatan Leihitu yang menerima paket bantuan lainnya dalam menganalisis rasio biaya transaksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Rudiyanto (2011) menganalisis kelembagaan dan biaya transaksi dalam pengelolaan Sea Farming di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Berdasarkan hasil penelitian, total biaya transaksi kelompok sea farming adalah sebesar Rp875.000 per tahun. Biaya tersebut lebih banyak dikeluarkan untuk kegiatan operasional bersama. Efektifitas biaya transaksi mencapai 0,13 yang mengindikasikan penggunaan biaya transaksi tersebut sudah relatif efektif. Kekurangan dari penelitian ini adalah tidak ada pembanding dalam analisis biaya transaksi, sehingga analisis kualitatif terhadap rasio biaya transaksi terkesan subjektif.
Penelitian mengenai Analytic Hierarchy Process dilakukan oleh Arti (2011) untuk menilai strategi kebijakan pemerintah terkait dengan industri kelapa sawit nasional di PTPN IV Medan. Hasil penelitian mengenai analisis faktor yang yang mempengaruhi industri kelapa sawit adalah keamanan berusaha, teknologi produktivitas, investasi, pemberdayaan masyarakat, daya saing, sarana pra saranan, dan situasi politik ekonomi. Hasil analisis kebutuhan AHP masing-masing faktor, aktor, dan tujuan diperoleh strategi kebijakan yang paling dominan dan sangat menentukan adalah penetuan harga tandan buah segar.
Penelitian lainnya yang menggunakan metode AHP adalah Ruswandi (2009) yang merumuskan arahan kebijakan pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu dan Ciamis sebagai masukan bagi pemerintah. AHP
(40)
digunakan untuk menentukan alternatif kebijakan untuk diterapkan di Kabupaten Indramayu dengan mengembangkan sarana dan pra sarana wilayah pesisir berprespektif mitigasi bencana, sedangkan di kabupaten Ciamis dengan meningkatkan partisipasi stakeholders untuk menghindari peran dominan dalam mencapai optimasi produktivitas wilayah pesisir dan optimasi sistem penyangga kehidupan. Penelitian yang dilakukan oleh Yulistyo (2006) juga menggunakan metode AHP pada analisis kebijakan pengembangan armada ikan berbasis ketentuan perikanan yang bertanggung jawab di Ternate, Maluku Utara. Berdasarkan hasil analisis AHP, alternatif strategi kebijakan yang dijadikan pertimbangan dalam pelaksanaan adalah membangun pasar untuk memasarkan hasil perikanan, membangun fasilitas, dan membangun pelabuhan perikanan nusantara.
(41)
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan hasil studi literatur mengenai potensi Pulau Pasaran sebagai sentra pengolahan ikan teri kering, didapatkan bahwa Pulau Pasaran dijadikan sebagai kawasan minapolitan melalui pengembangan klaster pengolahan ikan teri. Hal tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat di Pulau Pasaran yang hampir seluruhnya berprofesi sebagai pengolah ikan teri dari hulu sampai hilir. Pola rantai pemasaran hasil olahan ikan teri dijual kepada pedagang pengumpul maupun langsung kepada konsumen tanpa ada mekanisme yang baku. Kondisi iklim usaha yang kurang kondusif mendorong dinas-dinas terkait untuk meningkatkan kinerja sektor industri perikanan, sebagai upaya peningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat Pulau Pasaran melalui pendekatan kelembagaan.
Strategi penguatan kelembagaan dilakukan melalui tahapan perintisan kegiatan dengan memberikan pelatihan kepada pengolah ikan teri. Pengolah diberikan arahan untuk berorganisasi dan berpartisipasi dalam mengelola sumberdaya perikanan yang ada. Pengolah juga diberikan pembinaan dan pendampingan secara intensif dengan meningkatkan kapasitas manajemen unit usaha bersama. Oleh karena itu, peran stakeholders dari berbagai tingkatan sangat penting untuk memfasilitasi pengolah dalam mengakses sumberdaya lebih efisien.
Pembentukan klaster pengolahan ikan teri erat kaitannya dengan pembentukan desain kelembagaan baru di lingkup masyarakat Pulau Pasaran. Analisis kelembagaan dilakukan dengan mengidentifikasi aturan main serta tata kelola yang akan dijalankan pada sistem klaster. Selanjutnya, analisis aktor juga diidentifikasi untuk mengetahui derajat kepentingan dan pengaruh masing-masing aktor dalam mendukung sistem kelembagaan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pengelolaan klaster. Aspek lainnya yang akan dianalisis adalah biaya transaksi dan rasio biaya transaksi terhadap biaya produksi dan total biaya transaksi. Biaya transaksi akan mengindikasikan ke-efisienan suatu rezim pengelolaan sumberdaya terhadap total biaya transaksi yang dikeluarkan. Ketiga aspek tersebut selanjutnya akan menjadi arahan strategi kebijakan bagi stakeholders sebagai upaya untuk meminimalisasi biaya transaksi dalam
(42)
pelaksanaan program klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung. Alur kerangka pemikiran penelitian tersaji pada Gambar 6.
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian Keterangan :
Lingkup penelitian Aspek penelitian Titik balik penelitian
Pulau Pasaran daerah penghasil dan pengolah ikan teri
Klaster kelompok pengolah ikan teri Pulau Pasaran
Analisis Rasio Efisiensi Biaya Transaksi
Analisis kebijakan Analisis Keragaan
kelembagaan
Aransemen kelembagaan
Tata Kelola
Analisis
Stakeholders Rule of the game
Rekomendasi Kebijakan Biaya
transaksi
Analytic Hierarchy
Process
Penetapan sebagai kawasan minapolitan
(43)
4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu pra penelitian berupa pengumpulan informasi awal dilakukan pada Bulan Februari hingga Maret 2013, sedangkan pengambilan data dilakukan pada Bulan Maret hingga Mei 2013. Lokasi objek yang diteliti adalah Pulau Pasaran, Kota Bandar Lampung.
4.2 Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian adalah survei. Pelaksanaan metode survei membutuhkan perencanaan yang matang dan terfokus pada permasalahan. Aspek penting yang harus diperhatikan dalam metode survei adalah organisasi dan manajemen. Pengamatan langsung digunakan untuk mengumpulkan informasi yang lebih menggambarkan suatu gejala yang ada di lapangan dengan ikut serta dalam kehidupan sehari-hari objek yang dipelajari. Pengamatan langsung juga berguna dalam membantu menjelaskan data kuantitatif terkait penelitian. Teknik wawancara dengan memberikan kuisioner kepada responden ataupun kepada suatu kelompok untuk memperoleh jawaban yang merupakan konsensus dari pendapat responden atau anggota kelompok tersebut.
4.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diambil dalam penelitian adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisian kuisioner langsung oleh narasumber yang terdiri dari nelayan, pengolah ikan teri, koperasi, LSM, serta dinas-dinas terkait yang berhubungan dengan kebijakan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang berkaitan dan literatur-literatur penunjang topik penelitian.
(44)
Tabel 2. Matriks Jenis dan Sumber Data
No Aspek penelitian Jenis data keterangan Sumber data 1. Tata kelembagaan
Klaster
Primer dan sekunder
Tata kelola dan Aransemen kelembagaan klasterisasi Pulau Pasaran Pengamatan langsung, wawancara, dan data sekunder dari instansi terkait 2. Kepentingan dan
pengaruh stakeholders
Primer Pemetaan posisi stakeholders dalam sistem kelembagaan Wawancara dan identifikasi stakeholders
3. Efisiensi biaya
transaksi pengolah ikan teri dan desain
kelembagaan
Primer Biaya informasi, biaya operasional bersama, biaya pengawasan Wawancara aktor
4. Analisis kebijakan primer Analytic Hierarchy Process
Wawancara pakar
4.4 Metode Pengambilan Sampel
Teknik yang digunakan dalam menentukan data adalah purposive sampling. Cara ini dilakukan karena data yang terpilih tanpa peluang mungkin kurang mewakili populasi dan ketelitian sifat atau statistik yang dihasilkan dari data contoh kemungkinan rendah. Jumlah aktor yang dijadikan responden dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu nelayan, 6 orang perwakilan setiap kelompok pengolah , Tim Teknis Pengembangan Klaster Ikan Kering, Perbankan, LSM, Akademisi, dan aparat desa. Analisis kebijakan dilakukan dengan mewawancarai key person untuk mendapatkan persepsi mengenai strategi kebijakan yang sesuai. Responden berasal dari para pakar dan pengambil kebijakan dalam pengembangan sentra pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran. Secara lengkap aktor dan key person yang terlibat dalam pengambilan sampel tersaji pada Tabel 3.
(45)
Tabel 3. Aktor dan key person yang Terlibat dalam Pengambilan Sampel
4.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan perangkat lunak Graph untuk memetakan aktor grid, Microsoft
No Aspek yang diteliti Stakeholders yang terlibat Jumlah (orang) 1. Analisis Tata
Kelembagaan
Pengolah Ikan Teri
Tim Teknis Pengembangan Klaster
30 15
2. Analisis Pengaruh dan Kepentingan
Nelayan Bagan Pengolah Ikan Teri
Tim Teknis Pengembangan Klaster
30 10 15
3. Analisis Biaya Transaksi
Kapala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung
Pengolah Ikan Teri
1
1
30 4. Analisis Kebijakan Bank Indonesia Perwakilan
Provinsi Lampung Bidang Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung dan Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikan
Kepala Dinas Koperasi dan Perindustrian Kota Bandar Lampung
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kepala BAPPEDA Kota Bandar Lampung
Ketua Prodi Agribisnis UNILA Ketua DPD APINDO
Ketua Koperasi
Tokoh Masyarakat Setempat
2 2 1 1 1 1 1 1 1
(46)
Excell untuk menghitung biaya transaksi, dan Expert Choice 2000 untuk menganalisis strategi kebijakan.
4.5.1 Analisis Tata Kelola
Analisis tata kelola merupakan analisis kelembagaan dan pembangunan (The Institutional Analysis and Development) yang dikembangkan oleh Ostrom (1997). Tata kelola sumberdaya perikanan menurut Pido et al (1997) dalam Suhana (2008) terdiri dari enam atribut yang berpengaruh, diantaranya atribut biofisik dan teknologi, atribut pasar, atribut pemegang kepentingan, atribut kelembagaan dan organisasi pengolah ikan teri, atribut pengambil keputusan, dan atribut eksogen yang tersaji pada Gambar 7.
Gambar 7. Kerangka Analisis Tata Kelola Sumber : Pido et al (1997) dalam Suhana (2008)
Atribut pertama adalah biofisik dan teknologi, yaitu pembatas bagi pembangunan perikanan yang juga menentukan skala pembangunan berdasarkan potensi sumberdaya yang ada. Atribut biofisik menentukan cara penggunaan sumberdaya bagi pengolah yang saling berinteraksi dalam melakukan aksi Atribut makro,
ekonomi, politik, dan sosial
Atribut Biofisik dan Teknologi Atribut Pasar (Harga, Pasar)
Atribut Pemegang Keputusan
Atribut Kelembagaan dan Aturan Organisasi Atribut Kelembagaan
eksternal
Insentif untuk koordinasi, kerjasama, dan
kontribusi
Pola Interaksi antar sumberdaya dengan
pengguna
D a m p a k
(47)
individu maupun kolektif. Atribut teknologi digunakan untuk mengatur teknologi apa saja yang diperbolehkan ataupun tidak dalam mengakses sumberdaya.
Atribut yang kedua adalah pasar. Atribut pasar memiliki elemen utama yang meliputi aspek permintaan dan penawaran komoditas yang dihasikan dari suatu sumberdaya. Atribut pasar seperti harga dan struktur pasar merupakan insentif sekaligus disinsentif yang terbentuk dalam suatu tata kelembagaan pengelolaan sumberdaya. Atribut ketiga adalah pemegang kepentingan yang melekat pada masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Komponen atribut pemegang keputusan adalah kepercayaan, agama, tradisi, budaya, mata pencaharian, derajat sosial, ekonomi, homogenitas atau heterogenitas dalam masyarakat, kepemilikan aset, norma masyarakat, serta tingkat integritas dalam ekonomi dan politik.
Atribut keempat adalah tatanan dan indikator pengambilan keputusan. Atribut ini sangat bergantung pada tata kelembagaan, hak-hak masyarakat, dan aturan-aturan yang dirumuskan. Atribut kelima adalah kelembagaan dan organisasi eksternal, yaitu lembaga atau organisasi yang berada diluar masyarakat pengolah, tetapi masih berpengaruh pada kehidupan pengolah. Atribut yang keenam adalah eksogen. Berbagai faktor eksogen dapat berdampak bagi pembangunan serta pengelolaan sumberdaya perikanan. Faktor eksogen adalah hal-hal yang terjadi diluar kontrol pengolah dan masyarakat dalam bentuk kebijakan atau lainnya dalam suatu organisasi yang lebih tinggi tingkatannya. Hal yang tidak terduga tersebut dapat terjadi pada skala nasional maupun internasional. Contoh variabel eksogen adalah bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, kebijakan makro, kebijakan ekonomi, resesi, isu perdagangan internasional, kesepakatan internasional, serta penemuan teknologi.
4.5.2 Analisis Stakeholders
Analisis stakeholders merupakan analisis tingkatan peran masyarakat sebagai pengguna suatu sumberdaya berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya dalam pengambilan keputusan. Aktor adalah bagian yang secara langsung terkait dengan hasil kajian (Suhana, 2008). Analisis ini mengidentifikasi siapa saja yang
(48)
dipengaruhi dan mempengaruhi pengelolaan klaster sentra pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.
Suhana (2008) mejelaskan bahwa analisis aktor adalah suatu sistem untuk mengumpulkan informasi mengenai kelompok atau individu yang terkait, mengkategorikan informasi, dan menjelaskan kemungkinan konflik antar kelompok, dan kondisi yang memungkinkan terjadinya trade-off. Langkah-langkah dalam melakukan analisis aktor adalah :
a. Identifikasi aktor b. Membuat tabel aktor
c. Menganalisis pengaruh dan kepentingan aktor d. Membuat aktor grid
e. Menyepakati hasil analisis dengan aktor utama Proses penentuan aktor dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Mengidentifikasi berdasarkan pengalaman di bidang pembangunan wilayah (berkaitan dengan perencanaan kebijakan).
b. Mengidentifikasi catatan statistik dan laporan penelitian berupa daftar panjang individu dan keompok yang terkait dengan pembangunan wilayah pesisir.
c. Identifikasi aktor menggunakan pendekatan partisipatif dengan teknik snowball sampling dari aktor ke aktor lainnya. Aktor yang pertama diidentifikasi mengemukakan pendangan tentang keberadaan aktor lainnya yang saling berkaitan dengan bidangnya.
4.5.3 Analisis Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders
Aktor-aktor yang telah teridentifikasi selanjutnya dikaji kepentingan dan pengaruhnya dalam klaster sentra pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran. Analisis ini diawali dengan melakukan wawancara dan pengisian kuisioner terhadap hasil analisis aktor. Pengolahan data kualitatif hasil wawancara dikuantitatifkan dengan mengacu pada pengukuran data berjenjang lima :
(49)
Tabel 4. Ukuran Kuantitatif Identifikasi dan Pemetaan Aktor
Skor Aspek Kriteria Keterangan
Kepentingan Aktor
5 Keterlibatan Sangat tinggi Sangat bergantung pada keberadaan sumberdaya 4 Manfaat Tinggi Ketergantungan tinggi pada
Keberadaan manfaat sumberdaya 3 Sumberdaya Cukup tinggi Cukup bergantung pada
keberadaan sumberdaya
2 Pengelolaan Kurang tinggi Ketergantungan pada pengelolaan sumberdaya kecil
1 Ketergantungan Rendah Tidak bergantung pada keberadaan sumberdaya
Pengaruh Aktor
5 Penetapan Kebijakan
Sangat tinggi Jika responnya berpengaruh nyata terhadap aktivitas aktor lain 4 Partisipasi Tinggi Jika responnya berpengaruh besar
terhadap aktivitas aktor lain 3 Interaksi Cukup tinggi Jika responnya cukup
berpengaruh terhadap aktivitas aktor lain
2 Kewenangan Kurang tinggi Jika responnya berpengaruh kecil terhadap aktivitas aktor lain 1 Kapasitas Rendah Jika responnya tidak berpengaruh
terhadap aktivitas aktor lain Sumber : Abbas (2005) dalam Suhana (2008)
Aktor yang memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap pembangunan wilayah bervariasi sesuai motif, cakupan wilayah, dan orientasi tujuan pembangunan. Langkah selanjutnya adalah pembentukan aktor grid yang akan memetakan posisi aktor berdasarkan kepentingan dan pengaruh. Kuadran I (subject) adalah kelompok aktor yang memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kegiatan tetapi rendah pengaruhnya, mencakup anggota organisasi yang melakukan kegiatan dan responsif terhadap pelaksanaan kegiatan tetapi bukan pengambil kebijakan.
Kuadran II (by standers) adalah kelompok aktor yang rendah pengaruh dan kepentingannya. Kepentingan mereka dibutuhkan untuk memastikan kepentingannya tidak terpengaruh sebaliknya, serta kepentingan dan pengaruhnya tidak mengubah keadaan. Kuadran III (players) adalah kelompok aktor yang
(50)
memiliki derajat pengaruh dan kepentingan yang tinggi untuk mensukseskan kegiatan seperti tokoh masyarakat, kepala instansi, dan kepala pemerintahan. Kuadran IV (actors) adalah aktor yang terpengaruh tetapi rendah kepentingannya dalam pencapaian tujuan dan hasil kebijakan.
Tinggi Kuadran I Kuadran II
A. Subject C. Players
Kepentingan
Kuadran III Kuadran IV B. By Standers D. Actors Rendah
Rendah Tinggi
Pengaruh
Gambar 8. Matriks Aktor grid
4.5.4 Analisis Biaya Transaksi
Analisis biaya transaksi menggunakan persamaan yang digunakan untuk biaya transaksi kelompok pengolah ikan teri (TRC1), menurut perhitungan yang
dilakukan oleh Anggraini (2005) adalah sebagai berikut:
TrCj =
Σ
Pij ...(1)Rasio masing-masing komponen biaya transaksi terhadap total biaya transaksi (Z) dihitung dengan menggunakan persamaan :
Zij =
... (2)
Rasio biaya transaksi (rtcj) terhadap biaya total produksi dihitung menggunakan
persamaan :
rtcj =
... (3)
Keterangan :
TrCj = Total biaya transaksi (Rp/tahun)
(51)
Zij = Rasio biaya transaksi
rtcj = Rasio Biaya Transaksi terhadap biaya total
TCj = Total Biaya Produksi (Rp/tahun)
4.5.5 Desain Kelembagaan
Metode desain kelembagaan dalam penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Pakpahan (1989) yang diacu dalam Suhana (2008). Desain kelembagaan dianalisis secara deskriptif yang didapatkan dari evaluasi hasil analisis kebijakan dan aransemen kelembagaan. Desain kelembagaan dicirikan menjadi tiga komponen utama, yaitu :
a. Batas Yuridiksi, adalah hak atas batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau mengandung makna keduanya. Batas yuridiksi mencakup penentuan siapa dan hal apa yang ada dalam suatu organisasi atau masyarakat.
b. Hak Kepemilikan, adalah konsep hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum, adat, tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Hak kepemilikan memiliki sumber kekuatan untuk mengakses dan mengatur sumberdaya atas dasar pengesahan dari masyarakat dimana dia berada.
c. Aturan Representasi, adalah hal yang mengatur permasalahan aktor yang berpartisipasi terhadap proses pengambilan keputusan. Aturan representati menentukan alokasi dan distribusi sumberdaya yang akan berpengaruh pada biaya transaksi berupa biaya pembuatan keputusan. Mekanisme representasi yang efisien dapat menjadi arahan dalam meminimumkan biaya transaksi.
4.5.6 Analytic Hierarchy Process (AHP)
Pendekatan dengan metode AHP merupakan alternatif kebijakan yang digunakan untuk menilai kesesuaian kebijakan. AHP akan menganalisis hubungan antara elemen-elemen dalam satu hirarki dengan elemen-elemen lainnya ditingkat hirarki yang berbeda. Pengolahan horizontal pada metode AHP akan memperlihatkan tingkat pengaruh antara satu faktor terhadap sejumlah faktor
(52)
lainnya pada tingkat hirarki dibawahnya. Pengolahan vertikal juga dilakukan untuk mengetahui besarnya tingkat alternatif dari strategi kebijakan yang dapat dipilih disertai dengan bobot yang dikandung oleh masing-masing elemen dalam hirarki terhadap tujuan utamanya. Langkah-langkah dalam metode AHP dijelaskan oleh Saaty (1993) adalah sebagai berikut :
1. Mendefinisikan persoalan dan merinci alternatif solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajerial secara
menyeluruh. Kebijakan dianalisis dengan penyusunan hirarki yang berkaitan dengan faktor yang berpengaruh terhadap fokus kebijakan pada level satu, kriteria kebijakan pada level dua, aktor pada level tiga, dan strategi kebijakan pada level empat. Struktur hirarki lengkap dapat dilihat pada Gambar 9.
3. Menyusun matriks berpasangaan untuk mengetahui kontribusi dan pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh pada tingkatan diatasnya.
4. Mendapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat matriks di langkah ke-3 sebanyak [n(n-1)]/2 buah, dengan n adalah banyaknya komponen yang dibandingkan. Matriks perbandingan berpasangan diisi dengan menggunakan skala banding yang tertera pada Tabel 5 dengan berdasarkan pada judgement atau persepsi penilaian tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen lain oleh responden.
5. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utan. Angka 1 – 9 digunakan bila Fi lebih mendominasi sifat fokus hirarki (X) dibandingkan dengan Fj. Kasus lain jika Fi mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat X dibandingkan Fj maka digunakan angka kebalikannya. Matriks dibawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya.
(53)
Tabel 5. Nilai Skala Perbandingan Berpasangan Tingkat
Kepentingan
Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama
pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya 5 Elemen yang satu
lebih penting dari elemen yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sangat kuat mendukung satu elemen dibandingkan elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya
Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua
nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan Sumber : Saaty (1993) dalam Arti (2011)
6. Melakukan langkah 3, 4, dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Matriks perbandingan dalam AHP dibedakan menjadi dua, yaitu Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapatan Gabungan (MGP). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu yang disimbolkan dengan aij yang tertera pada Tabel 6.
MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata
geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10% dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama antar MPI yang satu dengan MPI lain yang tidak terjadi konflik pada Tabel 7.
(54)
Tabel 6. Matriks Pendapat Individu
X A1 A2 A3 ... A11
A1 a11 a12 a13 ... a111
A2 a21 a22 a23 ... a211
A3 a31 a32 a33 ... a311
... ... ... ... ... ...
A11 a111 a112 a113 ... a1111
Tabel 7. Matriks Pendapat Gabungan
X G1 G2 G3 ... G11
G1 g11 g12 g13 ... g111
G2 g21 g22 g23 ... g211
G3 g31 g32 g33 ... g311
... ... ... ... ... ...
G11 gn1 gn2 gn3 ... g11
Rumus rataan geometrik adalah sebagai berikut : .
gij =
... (1)
Keterangan :
n = jumlah responden (key person) aij(k) = sel penilaian setiap key person
7. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya. Vektor prioritas dirumuskan sebagai berikut :
VP (Vektor prioritas) =
(55)
Keterangan :
VE (Vektor Eigen) = ... (3)
aij = Elemen MPI pada baris ke-i dan kolom ke-j
n = Jumlah elemen yang diperbandingkan
8. Mengevaluasi inkonsistensi seluruh hirarki untuk mengetahui validasi hasil akhir persepsi responden. Revisi dapat dilakukan apabila nilai Consistency Ratio (CR) pendapat lebih dari 10% dengan menanyakan ulang kepada responden. Perhitungan uji konsistensi dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
CI = Indeks konsistensi
λmax = eigen value maksimum; λmax = ΣVB/n ... (5) VB (Eigen value) = VA/VP ... (6) VA (Vektor antara) = aij x VP ... (7)
n = jumlah elemen yang diperbandingkan
Selanjutnya, nilai CI dapat menjadi indikator rasio konsistensi (CR) yang dirumuskan sebagai berikut :
CR=
... (8)
Keterangan : RI adalah indeks acak Oak Ridge Laboratory, dari matriks berorde 1 sampai 15 dengan menggunakan sample berukuran 100. Indeks RI tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8. Indeks Acak
1 2 3 4 5 6 7
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32
N 8 9 10 11 12 13 14
RI 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 Sumber : Marimin (2010)
(56)
Struktur hirarki yang akan menjadi fokus penelitian adalah strategi kebijakan pengembangan klaster pengolahan ikan Teri di Pulau Pasaran dalam rangka percepatan pembangunan kawasan minapolitan di Provinsi Lampung. Faktor yang menentukan strategi kebijakan adalah dukungan kelembagaan, dukungan pemerintah, ketersediaan dana, dan pengembangan teknologi. Alternatif strategi kebijakan adalah pendampingan dan penguatan kelompok masyarakat pengolah ikan teri, pengembangan infrastruktur, membuka akses pemasaran, pemberian kredit usaha, dan pelatihan serta transfer teknologi dalam pengolahan ikan Teri.
Gambar 9. Struktur Hirarki Strategi Kebijakan Pengembangan Klaster
Kelompok masyarakat
Tim Teknis Lembaga Keuangan
Mikro
Akademisi
Pendampingan dan penguatan kelompok masyarakat pengolah ikan teri
Pengembang-an infrastruk-tur Membuka akses pe-masaran hasil olahan ikan teri Pemberian kredit usaha mandiri
Pelatihan dan transfer teknologi pengolahan ikan teri Dukungan kelembagaan Dukungan Pemerintah Ketersediaan dana Pengambangan teknologi
Strategi kebijakan pengembangan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran dalam rangka mendukung percepatan pembangunan klaster industri perikanan
(1)
2
Sukardi
L
36
SD
Lampung
36
30
3
Saleh
L
32
SD
Lampung
32
10
4
Rosidin
L
46
SD
Cirebon
33
18
5
Kartama
L
40
SD
Patrol
20
13
6
Tomo
L
63
SD
Brebes
50
30
7
Sarnoto
L
48
SD
Indramayu
39
31
8
Kusnadi
L
39
SMA
Cirebon
25
15
9
Iryanto
L
39
SMP
Cirebon
48
15
10
Sanuri
L
50
SD
Indramayu
33
9
11
Dasuki
L
40
SMP
Indramayu
11
10
12
H. Salun
L
51
SD
Indramayu
38
29
13
Dukri
L
43
SD
Brebes
20
15
14
Nuridin
L
35
SD
Cirebon
30
23
15
Marjuni
L
60
SMA
Indramayu
20
15
16
Wato
L
50
SD
Indramayu
20
12
17
H. Warna
L
50
SD
Indramayu
20
15
18
Ashari
L
49
SMP
Indramayu
30
23
19
Hendrik
L
34
SMA
Lampung
34
15
20
Edi Wardani
L
71
SD
Brebes
31
15
21
H. Warjana
L
58
SD
Indramayu
33
28
22
Candak
L
43
SD
Indramayu
25
20
23
Saluki
L
42
SD
Indramayu
25
15
24
Anwar
L
65
SD
Cirebon
41
41
25
Wakim
L
52
SMP
Cirebon
20
20
26
Toto
L
39
SMA
Jawa Barat
39
13
27
Darmono
L
50
SD
Pemalang
10
10
28
Sumarno
L
51
SD
Indramayu
35
33
29
Amanudin
L
40
SD
Indramayu
9
9
30
Endang
L
28
SMA
Lampung
28
4
(2)
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
Hasil Olahan Ikan Teri
Tahap Persiapan
Tahap Perebusan
Tahap Penyortiran
Tahap Pengemasan
Tahap Pengiriman
(3)
Kode
Responden Bahan Baku Ikan (Rp) Solar (Rp) Garam (Rp) Konsumsi (Rp) Peralatan (Rp) Gaji (Rp) Total Pengeluaran
1 7374990 270000 180000 100000 115875 460000 8500865
2 11804175 450000 300000 150000 128271 1075000 13907446
3 9349991 540000 300000 200000 82146 900000 11372137
4 16593344 360000 420000 200000 160500 1875000 19608844
5 10066670 450000 300000 200000 118792 1000000 12135462
6 16508350 540000 300000 150000 156708 1050000 18705058
7 23745830 450000 420000 200000 225583 900000 25941413
8 31683330 675000 600000 500000 332375 1375000 35165705
9 12587505 540000 180000 280000 109313 1025000 14721818
10 8943328 540000 180000 200000 87833 1125000 11076161
11 17345835 540000 300000 200000 166188 1280000 19832023
12 17833340 540000 300000 200000 175667 1300000 20349007
13 14983330 450000 420000 100000 168708 1230000 17352038
14 11316670 270000 180000 200000 118792 420000 12505462
15 9112510 540000 180000 200000 87833 1000000 11120343
16 8837505 360000 240000 150000 109313 1100000 10796818
17 26066680 900000 300000 200000 287500 1450000 29204180
18 8583350 270000 240000 150000 130792 825000 10199142
19 14791680 450000 200000 200000 137750 1250000 17029430
20 20566675 360000 150000 200000 197146 1500000 22973821
21 12195840 360000 325000 100000 118792 1100000 14199632
22 12758350 675000 300000 150000 156708 1500000 15540058
23 16233360 360000 300000 100000 187667 1060000 18241027
24 4401674 200000 65000 0 76708 245000 4988382
25 17441660 450000 240000 100000 187667 1140000 19559327
26 8101673 540000 240000 200000 78354 700000 9860027
27 858335 100000 120000 0 34479 0 1112814
28 17929165 450000 300000 150000 197146 1100000 20126311
29 16625010 225000 490000 150000 156708 900000 18546718
30 22866675 900000 300000 200000 247063 1210000 25723738
AVERAGE Rp 14.250.228 Rp 458.500 Rp 279.000 Rp 171.000 Rp 151.279 Rp 1.036.500 Rp 16.346.507 AVERAGE Rp 16.346.507 Nilai Per Bulan Rp 313.505.009 Rp 10.087.000 Rp 6.138.000 Rp 3.762.000 Rp 3.328.142 Rp 22.803.000 Nilai Per Bulan Rp 359.623.150 Nilai Per Tahun Rp 3.762.060.104 Rp 121.044.000 Rp 73.656.000 Rp 45.144.000 Rp 39.937.700 Rp 273.636.000 Rp 4.315.477.804 Nilai Per Tahun Rp 4.315.477.804 Biaya Tetap+varabel Rp 4.337.227.804
Lampiran 4. Data Biaya Produksi Responden
(4)
(5)
(6)