Rasio Biaya Transaksi Kelompok Pengolah

Pembayaran ini menjadi efek multiplier bagi masyarakat di Pulau Pasaran yang mendapat lapangan pekerjaan, walaupun pengolah harus mengeluarkan biaya tambahan.

7.3.5 Minimalisasi Biaya Transaksi

Cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi biaya transaksi pengolah adalah sebagai berikut : 1. Membuka Akses Pasar Lokal Biaya pengiriman paket dapat dikurangi dengan membuka pasar lokal yang memiliki daya saing. Ketergantungan pengolah dengan pedagang pengumpul dapat dikurangi dengan membangun potensi pasar lokal. Potensi pasar dapat dimulai dengan membentuk terminal minapolitan yang menjadi tempat pengumpulan hasil perikanan di kota Bandar Lampung. Pemerintah dapat melakukan upaya dengan menarik investor tingkat lokal yang memiliki modal besar sebagai pengganti peran pedagang pengumpul di Jakarta. Hasil perikanan tersebut selanjutnya didistribusikan ke lokasi tujuan pemasaran yang lebih luas. 2. Membuka Akses Informasi Keterbatasan pengolah mendapatkan informasi dapat dikurangi dengan memberikan akses informasi mengenai perkembangan harga komoditas ikan teri di pasar nasional maupun internasional. Pemafaatan teknologi komunikasi dapat dilakukan dengan didukung peran serta asosiasi masyarakat dan pemerintah untuk mengawasi mekanisme pasar. Biaya informasi dapat dikurangi jika kondisi semua pihak saling berkoordinasi dan tidak bersikap oportunis sudah tercapai. 3. Memberdayakan Peran LKM Lembaga keuangan mikro di tingkat pengolah yang perlu ditingkatkan perannya adalah koperasi. Koperasi diharapkan dapat menjembatani kepentingan pengolah dalam mengurangi ketidakefisienan rantai nilai. LKM dapat melakukan pemantauan terhadap keterpaduan sistem on farm dan off farm pada usaha pengolahan ikan teri. Koordinasi dengan stakeholders terkait dan kelompok perbankan juga dapat mendefiniskan rantai pasok yang optimal. Hal ini dijelaskan oleh Syah 2012 bahwa untuk membangun rantai pasok yang optimal perlu dilakukan empat fase yang memiliki tujuan dan karakteristik, yaitu fase analisis atau orientasi masalah, fase definisi rencana strategi dan aksi, fase pelaksanaan, dan fase evaluasi dan pemantauan. Fase tersebut dapat dilakukan oleh kelompok pengolah bersama dengan LKM dan tim teknis pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.

7.4 Desain Kelembagaan

Broom 1989 dalam Suhana 2008 menyatakan bahwa kondisi ekonomi dan sosial masyarakat berubah, maka struktur institusi yang ada tidak cocok lagi untuk dipakai. Masyarakat akan memodifikasi aransemen kelembagaan baru yang lebih sesuai dengan keadaan, keterbatasan, teknologi, dan selera masyarakat. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sistem kelembagaan adalah batas kewenangan, aspek kepemilikan, dan aturan representasi. Kelembagaan khusus yang akan dibentuk harus melalui kesepakatan dengan para aktor. Kesepakatan tersebut mencakup tiga hal, yaitu : a. Format lembaga, yaitu struktur yang mewakili kepentingan masing-masing aktor secara proporsional. Kepentingan aktor adalah representasi dalam konfigurasi keanggotaan yang dipilih berdasarkan mekanisme yang telah disepakati. b. Mekanisme pengambilan keputusan, yaitu pertemuan berupa musyawarah mencapai mufakat, pemungutan suara, atau kombinasi keduanya. c. Kewenangan lembaga, yaitu batasan pemetaan wilayah kewenangan daerah, identifikasi potensi sumberdaya alam dan sumberdaya sosial kelembagaan, perumusan kerangka kebijakan pengembangan kawasan serta mekanisme resolusi konflik. Berdasarkan hasil analisis hubungan antar aktor dan tata kelola, masih terdapat konflik horizontal antara kelompok pengolah dengan nelayan. Posisi tawar pengolah yang rendah terhadap bahan baku ikan teri membutuhkan suatu koordinasi yang baik antara keduanya. Konflik dengan pedagang pengumpul juga masih terjadi dalam hal penentuan harga olahan ikan teri. Hasil analisis hirarki proses memperlihatkan bahwa alternatif kebijakan yang paling berpengaruh dalam pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri adalah pendampingan bagi kelompok pengolah. Kelompok pengolah membutuhkan jejaring pemasaran dan permodalan yang memadai. Hal ini dapat diakomodasikan terhadap peran lembaga keuangan mikro maupun perbankan. Pemerintah sebagai pembiaya anggaran pembangunan diharapkan dapat membangun infrastruktur pendukung dalam teknis pelaksanaan produksi. Biaya transaksi yang paling besar dikeluarkan oleh kelompok pemerintah adalah biaya pembinaan masyarakat. Langkah pemerintah untuk melakukan pembinaan sudah tepat untuk meningkatkan nilai tambah produk olahan ikan teri, namun biaya tersebut tidak sebanding dengan manfaat yang dirasakan masyarakat. Pola pikir masyarakat harus diubah untuk dapat menerima perubahan sistem pengelolaan ke arah yang lebih baik. Desain lembaga yang direkomendasikan dalam pengelolaan klaster ikan teri tersaji pada Gambar 23.

7.4.1 Batas Yurisdiksi

Batas kewenangan lembaga pengelolaan klaster industri ikan teri Pulau Pasaran berada di lingkup Kota Bandar Lampung. SKPD yang dibentuk memiliki kewenangan dalam pengelolaan sumberdaya yang ada di wilayah Kota Bandar Lampung. Hal ini berkesesuaian dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bandar Lampung khususnya Kecamatan Teluk Betung Timur yang dikembangkan sebagai kawasan minapolitan dan perikanan modern.

7.4.2 Hak Kepemilikan

Hak kepemilikan sumber daya yang ada di Pulau Pasaran adalah pemerintah. Berdasarkan hasil analisis hirarki proses, aktor yang dominan berperan dalam pengembangan klaster industri adalah tim teknis pengembangan klaster. Hal ini dikarenakan tim teknis memiliki peran sebagai fasilitator dengan bidang yang multidisiplin, sedangkan masyarakat adalah subjek. Subjek memiliki kepentingan tinggi terhadap sumber daya ikan teri Pulau Pasaran, tetapi tidak memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan. Koordinasi antar lembaga di tim teknis maupun antar lembaga tim teknis dengan kelompok pengolah perlu dilakukan secara intensif agar program kerja yang akan dijalankan berkesinambungan.

7.4.3 Aturan Representasi

Aturan representasi dalam sistem kelembagaan terbagi menjadi 2 tingkat, yaitu tingkat pengambil kebijakan collective choice level dan level operasional operational choice level. Level penentu kebijakan pengembangan klaster industri terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu : a. Pemerintah yang berperan dalam pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran terdiri dari Pemerintah Kota Bandar Lampung, SKPD yang terdiri dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, BAPPEDA Kota Bandar Lampung, Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, BPPLH, dan BPMP. Kelompok pemerintah yang tergabung dalam tim pengembangan klaster industri ikan teri di Pulau Pasaran diharapkan dapat menyusun aturan main pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan teri yang berkelanjutan. Program kerja yang terintegrasi antar lembaga diharapkan dapat menyelaraskan tujuan pengembangan potensi Pulau Pasaran. b. Bank Indonesia Perwakilan Provinsi dan Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa sebagai inisiator pendampingan mitra kelompok pengolah ikan teri. c. Perguruan Tinggi dan Asosiasi Masyarakat yang berperan dalam memberikan saran dalam merumusakan kebijakan klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.