Fungsi Ortogonal

3.1.3 Fungsi Ortogonal

Himpunan Ortonormal Kumpulan fungsi {ψ n (x)} dengan n = 1, 2, . . . dikenal sebagai himpunan ortonormal

jika hψ n |ψ m i = 0 jika n 6= m.

3.1. Fungsi sebagai Vektor dalam Ruang Vektor Dimensi Tak Hingga 113

Bagi tiap fungsi dengan norm-nya

φ n (x) =

ψ n (x),

kψ n k

kita mempunyai sebuah himpunan ortonormal {φ n (x)} yang memenuhi hubungan

Perlu diperhatikan bahwa fungsi dalam himpunan dan perkalian titiknya terdefinisi pada selang x yang sama.

Sebagai contoh, dengan sebuah fungsi bobot w(x) = 1, himpunan fungsi {sin nπx L } dengan (n = 1, 2, . . .) ortogonal dalam selang 0 ≤ x ≤ L karena

Lebih dari itu {φ n (x)} dengan

merupakan himpunan ortonormal dalam selang (0, L).

Ortogonalisasi Gram-Schmidt Dari himpunan fungsi {u n (x)} yang bebas linier (tetapi tidak ortogonal), himpunan

ortonormal {φ n (x)} terhadap interval sebarang dan terhadap fungsi bobot sebarang bisa dibentuk dengan metode ortogonalisasi Gram-Schmidt. Prosedurnya mirip de- ngan apa yang sudah kita gunakan dalam konstruksi himpunan vektor eigen ortogonal matriks Hermitian.

Dari himpunan yang bebas linier {u n (x)} , himpunan ortogonal {ψ n (x)} bisa di- bangun. Kita mulai dengan n = 0. Misalkan

ψ 0 (x) = u 0 (x)

dan normalisasikan kemudian hasilnya kita nyatakan sebagai φ 0

φ 0 (x) = hR

2 i 1/2 ψ 0 (x).

|ψ 0 (x) 2 | w(x) dx

Jelaslah, Z

0 (x)| w(x) dx = hR

|ψ 0 (x)| w(x) dx = 1.

|ψ 0 (x)| w(x) dx

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

Untuk n = 1, misalkan

ψ 1 (x) = u 1 (x) + α 10 ψ 0 (x) kita mensyaratkan φ 1 (x) ortogonal terhadap φ 0 (x),

0 (x)ψ 1 (x)w(x) dx = φ ∗ 0 (x)w(x) dx + a 10 |φ 0 (x)| w(x) dx = 0. Karena φ 0 ternormalisasi, kita mempunyai

a 10 =−

φ 0 ∗ (x)u 1 (x)w(x) dx. Dengan a 10 dipilih sedemikian rupa, ψ 1 (x) merupakan fungsi yang diketahui, yang

bisa dinormalisasi. Misalkan

φ 1 (x) = hR

2 i 1/2 ψ 1 (x).

|ψ 1 (x)| w(x) dx

Untuk n = 2, misalkan

ψ 2 (x) = u 2 (x) + a 21 φ 1 (x) + a 20 φ 0 (x). Syarat agar ψ 2 (x) ortogonal terhadap ψ 1 (x) dan ψ 0 (x) adalah

a 21 =−

φ ∗ 1 (x)u 2 (x)w(x) dx,

a 20 =−

φ ∗ 0 (x)u 2 (x)w(x) dx.

Jadi ψ 2 (x) diketahui. Jelaslah proses ini bisa dilanjutkan. Kita mengambil ψ i sebagai fungsi ke−i dari {ψ n (x)} dan memilihnya sama dengan u i ditambah dengan kombinasi

linier yang baru saja ditentukan ψ j , j = 0, 1, . . . , i − 1 dan belum diketahui. Syarat bahwa ψ i ortogonal terhadap φ j yang sebelumnya memberikan batasan cukup untuk menentukan koefisien yang belum diketahui. Kemudian ψ i yang sudah ditentukan semuanya bisa dinormalisasikan menjadi satu dan langkah bisa diulangi untuk ψ i+1 . Dalam perkalian titik, prosedurnya bisa dinyatakan sebagai:

ψ 0 =u 0 φ 0 =ψ 0 hψ 0 |ψ 0 i −1/2 ,

ψ 1 =u 1 −φ 0 hφ 0 |u 1 i

φ 1 =ψ 1 hψ 1 |ψ 1 i −1/2 ,

ψ 2 =u 2 −φ 1 hφ 1 |u 2 i−φ 0 hφ 0 |u 2 i

φ 2 =ψ 2 hψ 2 |ψ 2 i −1/2 ,

ψ i =u i −φ i−1 hφ i−1 |u i i−··· φ i =ψ i hψ i |ψ i i −1/2 .

3.1. Fungsi sebagai Vektor dalam Ruang Vektor Dimensi Tak Hingga 115

Jelaslah {ψ n } merupakan himpunan ortogonal dan {φ n } merupakan himpunan orto- normal.

Contoh 3.1.1. Polinomial Legendre Bentuklah sebuah himpunan ortonormal dari fungsi bebas linier u n (x) = x n , n = 0, 1, 2, . . . dalam selang −1 ≤ x ≤ 1 dengan fungsi bobot w(x) = 1. Solusi 3.1.1. Menurut proses Gram-Schmidt, fungsi tak ternormalisasi pertama dari himpunan ortogonal {ψ n } adalah u 0

ψ 0 =u 0 = 1.

Fungsi ternormalisasi pertama dari himpunan ortonormal {φ n } adalah

φ 0 =ψ 0 hψ 0 |ψ 0 i −1/2

=ψ 0 dx

2 Fungsi berikutnya dalam himpunan ortogonal adalah

i 2 −1/2 x dx

φ 1 =ψ 1 hψ 1 |ψ 1 =x

x.

2 Lanjutkan prosesnya

ψ 2 =u 2 −φ 1 hφ 1 |u 2 i−φ 0 hφ 0 |u 2 i.

Karena

3 3 1 2 2 hφ 1 |u 2 i=

x dx = 0,

hφ 0 |u 2 i=

x dx =

2 3 jadi

ψ 2 =x 2 −0− √

=x 2 −

dan

hψ 2 |ψ 2 i

dx

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

Fungsi berikutnya yang ternormalisasi adalah

Kita bisa membuktikan bahwa

r 2n + 1

P n (x)

dengan P n (x) adalah polinomial berorde n dan

P n (1) = 1, Z 1

P n (x)P m (x) dx =

Polinomial ini dikenal sebagai polinomial Legendre. Polinomial ini paling berguna dan sering dijumpai dalam fungsi khusus pada fisika matematik. Untungnya, seperti yang akan kita lihat, terdapat banyak metode yang lebih mudah untuk menurunkannya.

Dalam contoh ini, kita telah menggunakan prosedur Gram-Schmidt untuk mena- ta ulang himpunan fungsi bebas linier {x n } ke dalam sebuah himpunan ortonormal untuk selang yang diberikan −1 ≤ x ≤ 1 dan fungsi bobot yang diberikan w(x) = 1. Dengan menggunakan pilihan selang dan fungsi bobot yang lain, kita akan mempe- roleh himpunan polinomial ortogonal yang lain. Sebagai contoh, dengan himpunan

fungsi yang sama {x n } dan fungsi bobot yang sama w(x) = 1, jika selang kita pilih [0, 1] bukan [−1, 1], proses Gram-Schmidt akan membawa kita kepada polinomial orto-

gonal lain yang dikenal sebagai polinomial Legendre tergeser {P s n (x)}. Dengan P n (x) ternormalisasi sedemikian rupa sehingga P s n (x) = 1,

P s n (x) = P n 2 x−

Beberapa polinomial Legendre tergeser pertama adalah sebagai berikut P s 0 (x) = 1, P s 1 (x) = 2x − 1, P s 2 (x) = 6x 2 − 6x + 1.

Sebagai contoh lain, dengan fungsi bobot yang dipilih sebagai w(x) = e −x dalam selang 0 ≤ x ≤ ∞, himpunan ortonormal yang dibangun dari {x n } dikenal sebagai polinomial Laguerre {L n (x)}. Tiga buah polinomial Laguerre yang pertama adalah

L 0 (x) = 1, L 1 (x) = 1 − x, L 2 (x) =

(2 − 4x + x 2 ).

Bisa dengan mudah dibuktikan bahwa

Z ∞ L n (x)L m (x)e −x dx = δ nm .

3.2. Deret Fourier Umum 117

Kadang polinomial Laguerre didefinisikan dengan normalisasi

L n (x)L m (x)e −x dx = δ

2 nm (n!) .

Dalam kasus ini, tiga buah polinomial Laguerre yang pertama

2 (x) = 2 − 4x + x . Jelaslah himpunan ortogonal tak hinggga sebuah fungsi bisa diperoleh dari {x n }

L 0 (x) = 1, L 1 (x) = 1 − x, L

dengan proses Gram-Schmidt. Dengan fungsi bobot yang diberikan dan selang terten- tu, proses Gram-Schmidt unik sampai konstanta pengali, positif atau negatif. Proses ini sulit. Untungnya, hampir semua polinomial ortogonal yang ditinjau yang dibentuk dengan metode ini merupakan solusi persamaan diferensial tertentu. Jadi semuanya bisa dibahas dalam perspektif persamaan diferensial.