Fungsi Bessel dan Persamaan Sturm-Liouville
4.4 Fungsi Bessel dan Persamaan Sturm-Liouville
4.4.1 Syarat Batas Persamaan Bessel
Seperti yang telah dibicarakan dalam bab sebelumnya. Fungsi Bessel sendiri bukanlah merupakan persamaan Sturm-Liouville. Tidak terdapat sebuah cara agar persamaan ini memenuhi kondisi syarat batas. Namun, perhatikan persamaan berikut:
dy
(4.47) merupakan persamaan Sturm-Liouville. Dengan mudah ditunjukkan bahwa
y(x) = J n (λx)
4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre
merupakan solusi dari persamaan ini. Ambil z = λx, maka dy
dz 2 Dengan substitusi pada (4.47), kita memiliki
Baris kedua tidak lain adalah persamaan Bessel biasa, sehingga kita telah mendapatk- an bahwa J n (z) merupakan solusi (4.47).
Jika kita menuliskan (4.47) sebagai
bersamaa dengan syarat batas x = c yang merupakan persamaan Sturm-Liouville pada selang 0 ≤ x ≤ c. Syarat batas umumnya memiliki bentuk
Ay(c) + By ′ (c) = 0,
dengan A dan B konstanta. Jika B = 0 maka dikenal sebagai kondisi Dirichlet. Sedangkan jika A = 0, dikenal sebagai kondisi Neumann.
Selain itu persamaan ini mensyaratkan bahwa solusinya terikat pada x = 0. Hal ini menghalangi fungsi Neumann sebagai solusi.
Hal ini juga berarti bahwa nilai λ yang memenuhi persamaan
dJ n (λc)
AJ n (λc) + B
dapat diterima. Karena fungsi Bessel memiliki karakter osilatorik, terdapat tak hingga λ yang memenuhi persamaan ini. Nilai λ ini merupakan nilai eigen dari persamaan. Sebagai contoh, jika B = 0, n = 0, c = 2, maka
J 0 (2λ) = 0.
Akar ke-j dari persamaan ini, dilabeli dengan λ 0j , dapat dilihat dari Tabel 4.1 yaitu 2.4048
Nilai dari J ′ (x) juga ditabulasikan. Sehingga jika A = 0, λ nj juga bisa dilihat dari tabel. Secara umum, apabila A dan B nilainya tak nol, maka λ nj haruslah dihitung secara numerik.
4.4. Fungsi Bessel dan Persamaan Sturm-Liouville 187
4.4.2 Ortogonalitas Fungsi Bessel
Satu set (himpunan) nilai eigen {λ nj } memiliki fungsi eigen {J n (λ nj x)}. Fungsi eigen ini membentuk sebuah himpunan lengkap dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya terhadap fungsi bobot x yaitu
Z c J n (λ ni x)J n (λ nk x) x dx = 0, jika λ ni 6= λ nk .
Sehingga sebuah fungsi yang berperilaku baik f (x) pada selang 0 ≤ x ≤ c dapat diekspansikan ke dalam deret Fourier-Bessel
a j = R c 2 f (x)J n (λ nj x) x dx.
0 [J n (λ nj x)] x dx 0
Pembahasan setelah ini, kita akan mengevaluasi integral normalisasi
dalam beberapa kondisi tertentu.
4.4.3 Normalisasi Fungsi Bessel
Salah satu cara untuk mencari nilai integral normalisasi β 2 nj yaitu dengan mensubsti- tusikan y = J n (λx) pada (4.48) dan mengalikannya dengan 2x(d/dx)J n (λx):
2x J n (λx)
J n (λx) = 0. dx
x J n (λx) + λ 2 x−
dx
dx
Persamaan ini dapat dituliskan sebagai
+λ 2 x 2 2 n d −n J n (λx)2 J n (λx) = 0, dx
d 2 d x J (λx)
+λ 2 x 2 −n 2 (J n (λx)) = 0. dx
n (λx)
− 2λ 2 x (J n (λx)) , dx
n (λx)) =
λ 2 x 2 (J n (λx))
dx
4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre
maka
2 n (λx)) . (4.50) dx
n (λx) +λ x 2 (J n (λx)) 2 2 −n 2 (J n (λx)) = 2λ 2 x (J
dx Dari (4.38) kita mempunyai
d x J n (x) = nJ n (x) − xJ n+1 (x), dx
gantikan x dengan λx, kita memperoleh
d x J n (λx) = nJ n (λx) − λxJ n+1 (λx).
d 2 x J n (λx)
n+1 (λx), kemudian substitusikan pada (4.50)
=n 2 J 2 n (λx) − 2nλxJ n (λx)J n+1 (λx) + λ 2 x 2 J 2 dx
(λx) = 2λ 2 x (J (λx)) (λx) − 2nλxJ 2 n n+1 n . dx
λ 2 x 2 J 2 (λx) + λ 2 x 2 J 2 (λx)J
n+1
Integralkan terhadap x diperoleh Z c λ 2
n+1 (λx) + λ 2 x 2 J 2 n (λx) − 2nλxJ n (λx)J n+1 (λx) 0 = 2λ 2 x (J n (λx)) dx,
atau Z c x (J
n (λx)) dx = J 2 n+1 nc (λc) + J 2 n (λc) − J n (λc)J n+1 (λc). (4.52)
0 2 λ Sekarang jika syarat batas pada (4.49) sedemikian rupa sehingga B = 0 maka
J n (λ nj
c) = 0.
Dalam kasus ini, konstanta normalisasinya adalah Z c
nj = x (J n (λ nj x)) dx = c 2 J 2 n+1 (λ nj c), untuk B = 0. (4.53)
Jika B 6= 0, maka (4.49) dapat dituliskan
A dJ n (λx) J n (λc) =
B dx
x=c
yang menurut (4.51) diberikan oleh
dJ n (λx)
n = J n (λc) − λJ n+1 (λc).
dx
x=c
4.5. Fungsi Bessel Jenis Lain 189
Sehingga
J n+1 (λc) =
J n (λc).
Jika kita masukkan pada (4.52) kita mempunyai Z c
A x (J n (λx)) dx =
A nc n
2 n (λc) 1+ 2 −
− J (λc)
2 J 2 (λc) (λc) 2 n 2 −n +
1 Ac
Sehingga dalam kasus λ = λ j dengan λ j akar dari (4.54)
x (J (λ x)) 2 1 2 2 2 nj Ac n j dx = 2 J n (λ j c) (λ j c) −n + , untuk B 6= 0.
0 2λ j
B (4.55)