Fungsi Bessel

4.2 Fungsi Bessel

Fungsi Bessel merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam fisika mate- matik. Fungsi ini biasanya muncul dalam simetri silinder. Fungsi Bessel merupakan

4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre

solusi dari persamaan diferensial yang berbentuk

(4.9) dengan n adalah sebuah nilai yang diberikan. Persamaan diferensial homogen ini dina-

x 2 y ′′ (x) + xy ′ (x) + (x 2 −n 2 )y(x) = 0,

makan sebagai persamaan Bessel ditemukan oleh Wilhem Bessel (1752-1833), seorang matematikawan sekaligus astronom berkebangsaan Jerman.

4.2.1 Fungsi Bessel J n (x) untuk Orde Bilangan Bulat

Meskipun n bisa berupa sembarang bilangan, kita membatasi diri kita terlebih dahulu pada kasus ketika n merupakan bilangan bulat (n = 0, 1, 2, . . .). Kita mencari solusi persamaan Bessel dalam deret Frobenius

y(x) = x p

dengan p konstanta sebarang dan

a 0 6= 0.

Untuk sekarang, anggap bahwa fungsi tersebut dapat diturunkan sehingga:

a j (j + p)x j+p−1

j=0

y ′′

a j (j + p)(j + p − 1)x j+p−2

j=0

Substitusikan pada (4.9) diperoleh:

2 (j + p)(j + p − 1) + (j + p) + (x 2 −n ) a j x j+p = 0,

a i i+2 x  = 0. (4.11)

j=0

i=0

Setelah kita memisahkan j = 0 dan j = 1 secara eksplisit, penjumlahan pertama menjadi:

X ∞ (j + p) 2 2 2 −n 2 a j x j = p 2 −n 2 a 0 + (p + 1) −n a 1 x

j=0

(j + p) 2 −n 2 a j x j ,

j=2

4.2. Fungsi Bessel 171

dan penjumlahan kedua dapat dituliskan

Agar bernilai nol, maka kuantitas yang ada dalam kurung pada (4.11) haruslah bernilai nol juga, yaitu:

Agar persamaan ini terpenuhi, maka koefisien tiap pangkat x haruslah hilang, yaitu:

(4.14) Karena a 0 6= 0, maka dari (4.12)

(j + p) 2 −n 2 a j +a j−2 = 0.

p = ±n,

pertama kita pilih +n, sehingga (4.13)

a 1 = 0.

Sehingga dari (4.14) kita memiliki hubungan rekursi

(4.15) Karena a 1 = 0, maka dari hubungan rekursi ini juga diperoleh a 3 =a 5 = · · · = 0, atau

(j + n) 2 −n 2

a 2j−1 = 0, j = 1, 2, 3, ...,

Karena hanya koefisien genap yang tak bernilai nol, kita bisa menuliskan

j = 2k, k = 1, 2, 3, ..

sehingga (4.15) menjadi:

a 2k =

2 a 2(k−1) .

2 k(k + n)

Hubungan ini berlaku untuk semua nilai k, secara spesifik kita memiliki

a 2 =− 2 a 0 ,

2 · 1 · (n + 1)

a 4 (−1) =− 2 a 2 =

· 2 · (n + 2)

· 2! · (n + 2)(n + 1)

k!(n + k)(n + k − 1) · · · (n + 1)

4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre

Gambar 4.1: Fungsi Bessel J 0 (x), J 1 (x) dan J 2 (x)

Sehingga a 0 merupakan faktor yang akan ditemui dalam semua deret pangkat. Ni- lainya merupakan perkalian sebuah konstanta yang bisa kita atur sedemikian rupa.

Bagaimanapun, sesuai perjanjian, kita pilih a 0 sebagai

2 n n!

deret yang dihasilkan untuk y(x) adalah J n (x) yang dikenal sebagai fungsi Bessel jenis pertama orde n. Dengan pemilihan ini (4.17) menjadi

(−1) k

a 2k =

n+2k , k = 0, 1, 2, ...,

k!(k + n)! 2

a x n+2k =

k=0 k!(k + n)! 2

2 4 2!(n + 1)(n + 2) Dengan menggunakan uji rasio, deret ini konvergen untuk semua nilai x. Sehingga

2 n!

(n + 1)

J n (x) terikat di semua titik dari x = 0 sampai x → ∞. Fungsi Bessel dapat dilihat pada Gambar 4.1. Fungsi ini merupakan deret berubah

tanda. Fungsi Bessel juga merupakan fungsi yang berosilasi namun tidak periodik. Amplitudonya tidak konstan melainkan berkurang secara asimptotik.

4.2.2 Nilai Nol Fungsi Bessel

Seperti terlihat pada Gambar 4.1, untuk tiap n terdapat sejumlah nilai x sehingga J n (x) = 0. Nilai x ini adalah nilai pembuat nol dari fungsi Bessel. Nilai-nilai ini sangatlah berguna dalam aplikasi praktis yang akan kita temui ketika membahas per- samaan diferensial parsial. Beberapa nilai bisa dilihat pada Tabel 4.1. Sebagai contoh bagaimana penggunaan tebel ini, marilah kita menjawab pertanyaan berikut. Jika

4.2. Fungsi Bessel 173

Tabel 4.1: Nilai Nol Fungsi Bessel

Jmlh Nol J 0 (x)

λ nj adalah akar ke-j dari J n (λc) = 0, dengan c = 2, carilah λ 01 ,λ 23 dan λ 53 ! Maka jawabannya haruslah:

4.2.3 Fungsi Gamma

Untuk fungsi Bessel dengan orde bilangan pecahan, kita perlu menggunakan perluasan fungsi faktorial. Hal ini bisa dilakukan dengan fungsi gamma.

Fungsi gamma didefinisikan dengan integral tentu

Dengan integral parsial kita peroleh

Rumus pertama pada ruas kanan nilainya nol, dan integral pada ruas kanan adalah αΓ (α). Ini memberikan hubungan mendasar

Karena

e −t dt = 1,

4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre

Gambar 4.2: Fungsi gamaa Γ (α).

kita menyimpulkan untuk bilangan bulat n,

Untuk bilangan tak bulat (pecahan) α, integral (4.21) dapat dihitung. Fungsi gamma Γ (α) untuk α positif dan negatif ditunjukkan Gambar 4.2. Mengikuti (4.22) bahwa

(4.23) Karena nΓ (n) = Γ (n + 1), sehingga Γ (n) = Γ (n + 1)/n. Diperoleh

dan untuk bilangan negatif sebarang

Kasus khusus Γ (1/2) menjadi perhatian tersendiri

e −t t −1/2 dt.

Misalkan t = x 2 sehingga dt = 2xdx dan t −1/2 =x −1

Γ 2 = e −x 2xdx = 2 e −x dx.

4.2. Fungsi Bessel 175

Untuk integral tertentu, nama variabel yang diintegrasikan tidak penting dalam arti kita bisa menuliskan

2 =4 2 e −x −y dxdy.

Integral ganda ini dapat dianggap sebagai integral terhadap kuadran pertama sebuah bidang. Jika kita rubah dalam koordinat polar

x 2 +y 2 =ρ 2

da = ρdθdρ,

kita mempunyai

1 2 Z ∞ Z π/2 −ρ Γ 2 =4 e ρdθdρ

4.2.4 Fungsi Bessel Orde Pecahan

Ketika kita membentuk fungsi Bessel, kita memilih a 0 = 1/(2 n n!) yang dapat ditu- liskan dalam fungsi varGamma sebagai:

Γ (n + 1)

Hal ini membuat kita bisa memilih untuk nilai pecahan α

Dengan prosedur yang sama dengan fungsi Bessel untuk orde bilangan bulat, kita bisa memperoleh fungsi Bessel untuk orde pecahan (termasuk bilangan bulat), yaitu:

(−1) k

α+2k

J α (x) =

k=0 k!Γ (k + α + 1) 2

4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre

Contoh 4.2.1. Tunjukkan bahwa

2 2 J (1/2) (x) =

sin x,

J −(1/2) (x) =

cos x

πx Solusi 4.2.1. Dengan definisi

J (1/2) (x) =

k=0 k!Γ (k + 1 2 + 1) 2

−1/2 ∞ X (−1) k

x 2k+1

2 k!Γ (k + 1 + 1) 2 2k+1 k=0 . 2

(2k + 1)(2k − 1)(2k − 3) · · · 1

k+1

Selanjutnya

k!Γ (k + + 1)2 2k+1

2 = k! [(2k + 1)(2k − 1) · · · 1] Γ k

1 = [2k(2k − 2) · · · 2] [(2k + 1)(2k − 1) · · · 1] Γ

X 2 ∞ k x 2k+1

J (1/2) (x) =

πx k=0 (2k + 1)!

Tetapi

1 1 1 k 3 2k+1 5 X 7 ∞ (−1) x sin x = x − x + x − x +···=

(2k + 1)! maka

J (1/2) (x) =

Dengan cara yang sama (pembaca sangat diharapkan untuk mengerjakan detilnya)

−1/2 ∞ X (−1) k

x 2k

2 k=0 (2k)!Γ ( 1 2 )

cos x.

πx

4.2. Fungsi Bessel 177

4.2.5 Fungsi Bessel Orde Bilangan Negatif

Jika α bukan merupakan bilangan bulat (pecahan), maka fungsi Bessel J −α (x) seder- hana. Hal yang perlu kita lakukan hanyalah mengganti α dengan −α pada definsi J α (x), yaitu

Karena suku pertama J α (x) dan J −α (x) secara berurutan merupakan perkalian dengan x α dan x −α , maka J α (x) dan J −α (x) bebas linier. Sehingga secara umum, solusi dari persamaan Bessel berorde α adalah kombinasi linier antara keduanya

y(x) = c 1 J α (x) + c 2 J −α (x).

Tetapi jika α adalah bilangan bulat negatif, J −n (x) dan J n (x) tidaklah bebas linier melainkan saling bergantung. Untuk membuktikannya, kita mulai dari definisi

(−1) k

−n+2k

J −n (x) = .

k=0 k!Γ (k − n + 1) 2

Jika k < n, maka Γ (k − n + 1) → ∞ dan semua sukunya akan bernilai nol. Sehingga deret dimulai dari k = n, yaitu

(−1) k

−n+2k

J −n (x) = .

k=n k!Γ (k − n + 1) 2

Sekarang kita definisikan j = k − n sehingga k = n + j, maka

(−1) n+j

−n+2(j+n)

J −n (x) =

j=0 (n + j)!Γ (j + 1) 2

(−1) j

2j+n

= (−1) j=0 Γ (n + j + 1)j! 2

= (−1) n J

n (x).

4.2.6 Fungsi Neumann dan Fungsi Hankel

Untuk menentukan solusi bebas linier kedua dari fungsi Bessel ketika α = n dan n adalah bilangan bulat, biasanya kita membentuk kombinasi linier dari J α (x) dan J −α (x) kemudian menggantikan α → n. Kombinasi

cos(απ)J α (x) − J

−α (x) ,

N α (x) =

sin(απ)

4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre

disebut sebagai fungsi Bessel jenis kedua berorde α. Fungsi ini juga dikenal sebagai fungsi Neumann. Dalam literatur lain dinotasikan sebagai Y α (x).

Untuk bilangan pecahan α, N α (x) jelas merupakan solusi dari persamaan Bessel, karena fungsi ini dibentuk dari kombinasi linier dari dua buah solusi yang juga bebas linier J α (x) dan J −α (x).

Untuk bilangan bulat α = n dan n = 1, 2, 3, . . ., (4.30) menjadi

cos(nπ)J n (x) − J

−n (x) ,

N n (x) =

sin(nπ)

yang memberikan bentuk tak tentu karena cos(nπ) = (−1) n , sin(nπ) = 0 dan J −n (x) = (−1) n J n (x). Kita bisa menggunakan hukum l’Hˆ opital untuk menghitung rasio ini. Ji- ka kita mendefinisikan fungsi Neumann N n (x) sebagai

cos(απ)J α (x) − J (x)

∂α (cos(απ)J α (x) − J N (x)) n (x) =

∂α sin(απ) " α=n

# −π sin(απ)J α (x) + cos(απ) ∂ ∂α J α (x) − =

Sekarang kita akan menunjukkan bahwa N n (x) terdefinsi sedemikian rupa sehingga juga merupakan solusi dari persamaan Bessel. Dengan definisi J α (x) dan J −α (x), memenuhi persamaan diferensial berikut:

x 2 J ′′ (x) + xJ ′ (x) + x 2 α 2 α −α J α (x) = 0, x 2 J ′′ −α (x) + xJ ′ −α (x) + x 2 −α 2 J −α (x) = 0.

Turunkan terhadap α

Kalikan persamaan kedua dengan (−1) n dan kurangkan dengan persamaan pertama, kita mempunyai

− 2α(J α − (−1) J −α ) = 0.

4.2. Fungsi Bessel 179

Gambar 4.3: Fungsi Neumann N 0 (x), N 1 (x) dan N 2 (x)

Dengan mengambil limit α → n, suku terakhir hilang karena

n − (−1) J −n = 0.

Sehingga jelaslah bahwa fungsi Neumann yang dinyatakan pada (4.31) memenuhi fung- si Bessel.

Fungsi Neumann memiliki suku logaritmik, karena "

+x α ∂ X (−1) k

Maka N n (x) mengandung suku J n (x) ln x. Sehingga jelas bahwa ini bebas linier ter- hadap J n (x).

Fungsi Neumann divergen untuk x → 0. Untuk α 6= 0, fungsi ini divergen karena deret untuk J −α (x) dimulai dengan suku x −α . Untuk α = 0, suku J 0 (x) ln x nilainya −∞ ketika x mendekati nol.

Sama seperti fungsi Bessel, nilai fungsi Neumann dan nilai nolnya sudah ditabula- sikan. Tiga orde pertama fungsi Neumann bisa dilihat pada Gambar 4.3.

4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre

Karena J α (x) dan N α (x) merupakan pasangan yang saling bebas linier, maka solusi persamaan Bessel secara umum dapat dituliskan

y(x) = c 1 J α (x) + c 2 N α (x),

yang valid untuk semua nilai α. Dalam aplikasi fisika, kita biasanya menginginkan solusi yang berhingga pada ti-

tik awal. Karena N α (x) nilainya tak hingga pada x = 0, kita harus memilih c 2 =0 dan solusinya hanyalah sebuah konstanta dikalikan dengan J α (x). Tetapi ada bebe- rapa kasus yang tidak menyertakan titik asal, sehingga solusinya tetaplah merupakan kombinasi linier dari J α (x) dan N α (x).

Fungsi Hankel. Kombinasi linier berikut sangatlah berguna untuk mempelajari perambatan gelombang, terutama untuk daerah asimptotik ketika memiliki perilaku eksponensial kompleks murni. Fungsi tersebut dinamakan fungsi Hankel jenis pertama

H n (1) (x) = J n (x) + iN n (x),

dan fungsi Hankel jenis kedua

H n (2) (x) = J n (x) − iN n (x).

Fungsi Hankel ini juga dikenal sebagai fungsi Bessel jenis ketiga.