Teori Sturm-Liouville

3.4 Teori Sturm-Liouville

Dalam contoh terakhir, kita telah melihat fungsi eigen operator diferensial L = d 2 /dx 2 dengan beberapa syarat batas membentuk himpunan basis ortogonal lengkap. Perso- alan yang lebih umum operator diferensial orde dua adalah persoalan Sturm-Liouville.

3.4.1 Persamaan Sturm-Liouville

Persamaan diferensial linier orde dua

A (x)

y + B (x)

y + C (x) y + λD(x)y = 0, (3.10)

dx 2

dx

dengan λ merupakan parameter yang harus ditentukan dengan syarat batas, bisa di- masukkan dalam bentuk

y + b (x)

y + c (x) y + λd(x)y = 0, (3.11)

dx 2

dx

3.4. Teori Sturm-Liouville 127

dengan membagi tiap suku dengan A(x), yang berarti A(x) 6= 0. Marilah kita defini- sikan faktor integrasi

p(x) = e b(x ′ )dx ′ .

kalikan (3.11) dengan p(x), kita mempunyai

p(x) dx 2

y + p(x)b(x) y + p(x)c(x)y + λp(x)d(x)y = 0. (3.12)

dx

Karena dp(x)

b(x ′ )dx = p(x)b(x), dx

d d d 2 dp(x) d d 2 d p(x)

y + p(x)b(x) dx

y. dx

y = p(x)

y+

y = p(x)

2 dx Maka (3.12) bisa dituliskan sebagai

y + q(x)y + λw(x)y = 0,

dengan q(x) = p(x)c(x) dan w(x) = p(x)d(x). Karena faktor p(x) tidak bernilai nol, solusi (3.10)−(3.13) identik, jadi persamaannya setara.

Dengan syarat umum yaitu p, q, w riil dan kontinu, dan baik p(x) maupun w(x) po- sitif pada selang tertentu, persamaan dalam bentuk (3.13) dikenal sebagai persamaan Sturm-Liouville, yang ditemukan oleh matematikawan Perancis Sturm (1803−1855) dan Liouville (1809−1882), yang pertama kali membangun teori mendalam dari per- samaan ini.

Persamaan ini bisa dinyatakan dalam bentuk persoalan nilai eigen

Ly = λy

dengan mendefinisikan operator Sturm-Liouville

L=−

p(x)

+ q(x) .

w(x) dx

dx

Teori Sturm-Liouville sangat penting dalam teknik dan fisika, karena dengan syarat batas yang bervariasi, operator linier yang bisa dituliskan dalam bentuk ini Hermitian. Oleh karena itu fungsi eigen persamaan Sturm-Liouville membentuk himpunan basis ortogonal lengkap untuk ruang fungsi dengan fungsi bobot w(x). Himpunan fungsi cosinus dan sinus deret Fourier hanyalah sebuah contoh di dalam teori Sturm-Liouville yang lebih luas.

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

Kita perhatikan bahwa terdapat banyak definisi operator Sturm-Liouville, bebera- pa penulis menggunakan

L=

+ q(x)

dx

dx

dan menuliskan persamaan nilai eigen sebagai

Ly = −λwy.

Sepanjang konsisten, perbedaannya hanyalah masalah konvensi. Kita akan menggu- nakan (3.14) sebagai operator Sturm-Liouville.

3.4.2 Syarat Batas Persoalan Sturm-Liouville

Operator Sturm-Liouville sebagai Operator Hermitian Misalkan L merupakan operator Sturm-Liouville dalam (3.14), dan f (x) dan g(x)

merupakan dua buah fungsi yang mempunyai turunan kedua yang kontinu dalam selang a ≤ x ≤ b, maka

hLf|gi =

Karena p, q, w riil, integralnya bisa dituliskan sebagai

hLf|gi = −

Dengan integral parsial Z b d b df ∗ df ∗ Z b df ∗ dg

dx a a dx dx Diperoleh

∗ dg ∗ d dg hLf|gi = −p b g +f p − f p dx − qf ∗ g dx,

dg df 1 d d hLf|gi = p f∗

g hf|Lgi.

dx

dx

3.4. Teori Sturm-Liouville 129

Jelaslah bahwa jika

hLf|gi = hf|Lgi.

Dengan kata lain, jika ruang fungsi mengandung fungsi yang memenuhi (3.15), maka operator Sturm-Liouville L Hermitian dalam ruang tersebut.

Persamaan Sturm-Liouville Kadang kita menyebut persamaan Sturm-Liouville dan syarat batas sebagai perso-

alan Sturm-Liouville. Karena operatornya Hermitian, fungsi eigen persoalan Sturm- Liouville saling ortogonal dengan fungsi bobot w(x) dan kesemuanya lengkap. Oleh karena itu semuanya bisa digunakan sebagai basis deret Fourier umum, yang juga dikenal sebagai ekspansi fungsi eigen.

Jika dua buah solusi sebarang y n (x) dan y m (x) persamaan diferensial orde dua linier [p(x)y ′ (x)] ′ + q(x)y(x) + λwy(x) = 0,

a≤x≤b memenuhi syarat batas (3.15), maka persamaannya bersama dengan syarat batasnya

dinamakan persoalan Sturm-Liouville. Karena operatornya riil, fungsi eigennya juga bisa diambil riil. Oleh karena itu syarat batas (3.15) bisa dituliskan sebagai

− p(a)

Bergantung pada bagaimana syarat batas yang ditemui, persoalan Sturm-Liouville dibagi menjadi subgrup berikut.

3.4.3 Persoalan Sturm-Liouville Reguler

Dalam kasus ini, p(a) 6= 0 and p(b) 6= 0. Persoalan Sturm-Liouville terdiri dari persa- maan

Ly(x) = λy(x)

dengan L diberikan oleh (3.14) dengan syarat batas

α 1 y(a) + α 2 y ′ (a) = 0, β 1 y(b) + β 2 y ′ (b) = 0,

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

dengan konstanta α 1 dan α 2 tidak bisa bernilai nol secara bersamaan begitu juga dengan β 1 dan β 2 .

Marilah kita buktikan bahwa syarat batas ini memenuhi (3.16). Jika y n (x) dan y m (x) merupakan dua buah solusi yang berbeda, keduanya harus memenuhi syarat batas. Syarat batas pertama meminta

α 1 y n (a) + α 2 y ′ n (a) = 0, α 1 y n (b) + α 2 y ′ n (b) = 0.

Ini merupakan sistem dari dua buah persamaan simultan dalam α 1 dan α 2 . Karena α 1 dan α 2 keduanya tidak bisa bernilai nol, determinan koefisiennya haruslah sama dengan nol

y n (a) y ′ n (a) = 0.

y m (a) y ′ m (a)

Syarat batas yang kedua meminta

− p(a)

Jadi syarat batas (3.16) terpenuhi.

Contoh 3.4.1. (a) Buktikan bahwa untuk 0 ≤ x ≤ 1,

y ′′ + λy = 0, y(0) = 0,

y(1) = 0,

merupakan persoalan Sturm-Liouville reguler. (b) Carilah nilai eigen dan fungsi eigen persoalan tersebut.

Solusi 3.4.1. (a) Dengan p(x) = 1, q(x) = 0, w(x) = 1, persamaan Sturm-Liouville

(py ′ ) ′ + qy + λwy = 0

3.4. Teori Sturm-Liouville 131

menjadi

y ′′ + λy = 0.

Lebih dari itu, dengan a = 0, b = 1, α 1 = 1, α 2 = 0, β 1 = 1, β 2 = 0, syarat batas

α 1 y(a) + α 2 y ′ (a) = 0, β 1 y(b) + β 2 y ′ (b) = 0,

menjadi

y(0) = 0, y(1) = 0.

Jadi persamaan yang diberikan dan syarat batas merupakan persoalan Sturm-Liouville reguler.

(b) Untuk mencari nilai eigen marilah kita perhatikan kemungkinan dari λ =

0, λ < 0, λ > 0. Jika λ = 0, solusi persamaannya diberikan oleh

y(x) = c 1 x+c 2 .

Dengan menerapakan syarat batas, kita mempunyai

y(0) = c 2 = 0,

y(1) = c 1 +c 2 = 0,

jadi c 1 = 0 dan c 2 = 0. Ini merupakan solusi trivial. Oleh karena itu λ = 0 bukan merupakan nilai eigen.

Jika λ < 0, misalkan λ = µ 2 dengan µ riil, solusi persamaannya adalah

y(x) = c 1 e µx +c 2 e −µx . Syarat y(0) = 0 membuat c 2 =c 1 . Syarat y(1) = 0 meminta y(1) = c 1 (e µ −e −µ ) = 0. Karena µ 6= 0, jadi c 1 = 0. Ini juga memberikan solusi trivial.

Satu-satunya kemungkinan adalah dengan λ > 0 misalkan λ = µ 2 dengan µ riil, solusi persamaannya adalah

y(x) = c 1 cos µx + c 2 sin µx.

Dengan menerapkan syarat batas y(0) = 0 memberikan

y(0) = c 1 = 0.

Sehingga kita hanya memiliki

y(x) = c 2 sin µx.

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

Syarat y(1) = 0 meminta

c 2 sin µ = 0.

Agar solusinya tidak trivial, kita harus mempunyai

sin µ = 0.

Ini akan muncul jika µ merupakan perkalian bulat dari π,

µ = nπ n = 1, 2, . . . .

Jadi nilai eigennya adalah

λ =µ 2 = (nπ) n 2 , n = 1, 2, . . . ,

dan fungsi eigennya

y n (x) = sin nπx.

Jelaslah kita bisa menyelesaikan persoalan ini tanpa mengetahui bahwa ini me- rupakan persoalan Sturm-Liouville. Keuntungan mengetahui sin nπx (n = 1, 2, . . .) sebagai fungsi eigen persoalan Sturm-Liouville adalah kita bisa cepat mengetahui ke- semuanya saling ortogonal. Lebih dari itu, semuanya membentuk himpunan lengkap dalam selang 0 ≤ x ≤ 1.

Contoh 3.4.2. (a) Nyatakan persoalan berikut dalam bentuk Sturm-Liouville

y ′′ − 2y ′ + λy = 0 0 ≤ x ≤ π, y(0) = 0, y(π) = 0.

(b) Carilah nilai eigen dan fungsi eigennya. (c) Carilah eksapansi fungsi eigen dari fungsi f (x) yang diberikan dalam selang 0 ≤

x ≤ π. Solusi 3.4.2. (a) Pertama marilah kita mencari faktor integrasi p,

p(x) = e (−2)dx ′ =e −2x .

Kalikan persamaan diferensial dengan p(x), kita mempunyai

e −2x y ′′ − 2e −2x y ′ + λe −2x y=0

yang bisa dituliskan sebagai

(e −2x y ′ ) ′ + λe −2x y = 0.

3.4. Teori Sturm-Liouville 133

Ini adalah persamaan SturmLiouville dengan p(x) = e −2x , q(x) = 0, dan w(x) = e −2x . (b) Karena persamaan diferensial asalnya berupa sebuah persamaan dengan koe-

fisien konstan, kita mencari solusi dalam bentuk y(x) = e mx . Dengan solusi uji ini, persamaannya menjadi

(m 2 − 2m + λ)e mx = 0. Akar persamaan karakteristiknya m 2 − 2m + λ = 0 adalah

√ m=1± 1−λ

oleh karena itu

y(x) = e x c 1 e 1−λx +c 2 e − √ 1−λx

untuk λ 6= 1. Untuk λ = 1, persamaan karakteristik memiliki akar ganda pada m = 1, dan

solusinya menjadi

y 2 (x) = c 3 +c 4 .

Syarat batas y 2 (0) = 0 dan y 2 (π) = 0 meminta c 3 =c 4 = 0. Jadi tidak terdapat solusi tidak trivial dalam kasus ini, maka λ = 1 bukan merupakan nilai eigen.

Untuk λ 6= 1, syarat batas y(0) = 0 meminta

y(0) = c 1 +c 2 = 0.

Oleh karena itu solusinya menjadi

y(x) = c 1 e x e 1−λx −e − √ 1−λx .

Jika λ < 1, syarat batas lainnya y(π) = 0 meminta

y(x) = c 1 e π √ e 1−λπ −e − √ 1−λπ = 0.

Ini hanya mungkin untuk solusi trivial c 1 = 0. Sehingga tidak ada nilai eigen kurang dari satu.

Untuk λ > 1, solusinya bisa dituliskan dalam bentuk

y(x) = c 1 e x

e 1−λx −e − 1−λx .

√ = 2ic e 1 x sin λ − 1x.

Syarat batas y(π) = 0 terpenuhi jika

√ sin λ − 1π = 0.

Ini terjadi ketika

√ λ − 1 = n, n = 1, 2, . . . .

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

Oleh karena itu nilai eigennya adalah

λ n =n 2 + 1, n = 1, 2, . . . ,

dan fungsi eigen berasosiasi dengan tiap nilai eigen λ n adalah

φ n (x) = e x sin nx.

Konstanta sebarang bisa dikalikan dengan φ n (x) untuk memperoleh solusi untuk per- soalan dengan λ = λ n .

(c) Untuk fungsi f (x) yang diberikan dalam selang 0 ≤ x ≤ π, ekspansi fungsi eigen adalah

f (x) =

c n φ(x).

n=1

Karena {φ n }(n = 1, 2, . . .) merupakan himpunan fungsi eigen persoalan Sturm-Liouville, ini merupakan himpunan ortogonal terhadap fungsi bobot w(x) = e 2x ,

hφ x n |φ m i= (e sin nx) (e sin mx) e −2x dx = 0, untuk n 6= m.

Untuk n = m Z π

0 0 2 Oleh karena itu

π hφ n |φ m i= δ nm .

2 Dengan mengambil perkalian titik kedua ruas ekspansi fungsi eigen dengan φ m ,

kita mempunyai

hf|φ m i

Oleh karena itu

c n = hf|π n i π

dengan Z π

hf|π x n i=

f (x)e sin nx e −2x dx =

f (x)e −x sin nx dx.

Diperoleh

f (x) =

hf|φ n iφ n

n=1 π

f (x)e −x sin nx dx e x sin nx.

n=1 π

3.4. Teori Sturm-Liouville 135

Contoh 3.4.3. (a) Carilah nilai eigen dan fungsi eigen persoalan Sturm-Liouville berikut:

y ′′ + λy = 0, y(0) = 0,

y(1) − y ′ (1) = 0.

(b) Buktikan bahwa fungsi eigennya ortogonal dengan integrasi eksplisit

Z 1 y n (x)y m (x) dx = 0, n 6= m.

(c) Carilah himpunan ortonormal fungsi eigennya. Solusi 3.4.3. (a) Bisa dengan mudah dibuktikan untuk λ < 0, tidak terdapat solusi yang memenuhi persamaan dan juga syarat batas. Untuk λ = 0, ini merupakan

sebuah nilai eigen dengan fungsi eigen y 0 (x) = x, karena memenuhi persamaan dan juga syarat batasnya

2 = 0, y 0 (0) = 0, y 0 (1) − y 0 ′ dx (1) = 1 − 1 = 0.

Sebagian besar nilai eigen berasal dari cabang dengan λ = α 2 > 0. Dalam kasus tersebut, solusi dari

d 2 2 dx 2

y(x) + α y(x) = 0

diberikan oleh

y(x) = A cos αx + B sin αx.

Syarat batas y(0) = A = 0 memberikan

y(x) = B sin αx.

Syarat batas lain y(1)y ′ (1) = 0 meminta

(3.17) Oleh karena itu harus merupakan akar positif dari

sin α − α cos α = 0.

tan α = α.

Akar ini diberikan label sebagai α n dalam Gambar 3.1. Akar dari persamaan tan x = µx biasanya diperlukan dalam banyak aplikasi, dan bisa dilihat dalam Tabel 4.19 dan 4.20 dari “Handbook of Mathematical Functions” oleh M. Abramowitz dan I.A.

Stegun, Dover Publications, 1970. Sebagai contoh untuk persoalan kita µ = 1, α 1 = 4.49341, α 2 = 7.72525, α 3 = 10.90412, α 4 = 14.06619 . . .. Jadi nilai eigen persoalan

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

Gambar 3.1: Akar dari tan x = x, α n adalah akar ke−n. α 1 = 4.49341, α 2 = 7.72525, α 3 =

10.90412 seperti yang ada pada Tabel 4.19 dari “Handbook of Mathematical Functions” oleh M. Abramowitz dan I.A. Stegun, Dover Publications, 1970.

Sturm-Liouville ini adalah λ 0 = 0, λ n =α 2 (n = 1, 2, . . .), fungsi eigen bersesuaiannya adalah

y 0 (x) = x, y n (x) = sin α n x (n = 1, 2, . . .).

(b) Menurut teori Sturm-Liouville, fungsi eigen ini saling ortogonal. Marilah kita buktikan secara eksplisit. Pertama

α 2 [−α n cos α n + sin α n 1 ] = 0, karena α n memenuhi (3.17). Selanjutnya

sin α n sin α m x dx = [cos(α n −α m )x − cos(α n +α m )x]dx

1 sin(α n −α m )

sin(α n +α m )

α n +α m Sekarang

sin(α n −α m ) =

sin α n cos α m − cos α n sin α m

cos α n cos α m maka

cos α n cos α m

sin(α n −α m ) = cos α n cos α m . α n −α m

3.4. Teori Sturm-Liouville 137

Dengan cara yang sama

sin(α n +α m ) = cos α n cos α m . α n +α m

Diperoleh Z 1

sin α n x sin α m x dx = [cos α n cos α m − cos α n cos α m ] = 0.

(c) Untuk mencari konstanta normalisasi β 2

y n 2 1 n (x)dx :

x 2 dx = ,

sin 2 α n xdx =

(1 − cos 2α n x)dx

Karena tan α n =α n , dari diagram berikut kita melihat bahwa

2(1 + α 2 n ) Oleh karena itu, himpunan ortonormal fungsi eigen sebagai berikut:

2 α n 1+α 2 1+α n 2 n

3x,

sin α n x (n = 1, 2, 3, . . .).

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

3.4.4 Persoalan Sturm-Liouville Periodik

Pada selang a ≤ x ≤ b, jika p(a) = p(b), maka syarat batas periodik

y(a) = y(b), y ′ (a) = y ′ (b)

juga memenuhi syarat (3.16). Ini mudah untuk dibuktikan. Misalkan y n (x) dan y m (x) adalah dua buah fungsi yang memenuhi syarat batas ini, yaitu

y n (a) = y n (b), y ′ n (a) = y ′ n (b), y n (a) = y n (b), y ′ n (a) = y ′ n (b).

− p(a)

karena dua buah suku sama. Oleh karena itu persamaan Sturm-Liouville ditambah dengan syarat batas periodik

ini juga merupakan persoalan Sturm-Liouville. Perhatikan perbedaan antara persoalan Sturm-Liouville reguler dengan periodik adalah syarat batas dalam persoalan Sturm- Liouville terpisah, dengan satu syarat pada x = a dan satu lagi pada x = b, sedangkan syarat batas persoalan Sturm-Liouville periodik menghubungkan nilai pada x = a dengan x = b. Sebagai tambahan, dalam persoalan Sturm-Liouville periodik, p(a) harus sama dengan p(b).

Sebagai contoh

y ′′ + λy = 0, a≤x≤b

merupakan persamaan Sturm-Liouville dengan p = 1, q = 1 dan w = 1. Karena p(a) = p(b) = 1, syarat batas periodik akan membuat ini menjadi persoalan Sturm- Liouville. Seperti yang sudah kita lihat, jika y(0) = y(2π), y ′ (0) = y ′ (2π), fungsi eigennya adalah {cos nx, sin nx}, (n = 0, 1, 2, . . .), yang merupakan basis deret Fourier biasa untuk sebarang fungsi berperiode 2π.

Perhatikan bahwa, dalam selang 0 ≤ x ≤ 2π, sebarang bagian fungsi kontinu

f (x), tidak harus periodik, bisa diekspansikan dalam deret Fourier cosinus dan sinus. Tetapu, di luar selang, karena fungsi trigonometrik bersifat periodik, f (x) juga akan periodik dengan periode 2π. Jika periodenya tidak 2π, kita bisa mengganti skala dalam deret Fourier, atau mengubah syarat batas persoalan Sturm-Liouville. Hasil yang diperoleh akan sama.

3.4. Teori Sturm-Liouville 139

3.4.5 Persoalan Sturm-Liouville Singular

Dalam kasus ini, p(x) (dan mungkin juga w(x)) hilang pada satu atau kedua titik ujung. Kita mengatakannya singular, karena persamaan Sturm-Liouville

(py ′ ) ′ + qy + λwy = 0

bisa dituliskan sebagai

Jika p(a) = 0, maka jelaslah pada x = a, persamaan ini singular. Jika p(a) dan p(b) keduanya nol, p(a) = p(b) = 0, syarat batas (3.16) secara

otomatis terpenuhi. Ini menyarankan bahwa tidak terdapat batasan untuk nilai eigen λ. Tetapi, untuk λ sebarang, solusi persamaannya mungkin tidak memiliki arti. Syarat bahwa solusi dan turunannya harus berhingga meskipun pada titik singular biasanya membatasi nilai λ yang bisa diterima menjadi sebuah himpunan diskrit. Dengan kata lain, syarat batas dalam kasus ini digantikan dengan syarat bahwa y(x) harus berhingga pada x = a dan x = b.

Jika p(a) = 0 dan p(b) 6= 0, maka syarat batas (3.16) menjadi

y n (b) y ′ n (b) = 0.

y m (b) y m ′ (b)

Syarat ini terpenuhi jika semua solusinya memenuhi syarat batas

β 1 y(b) + β 2 y ′ (b) = 0

dengan konstanta β 1 dan β 2 keduanya tidak nol. Sebagai tambahan, solusinya harus berhingga pada x = a.

Dengan cara serupa jika p(a) 6= 0 dan p(b) = 0, maka y(x) harus berhingga pada x = b, dan

α 1 y(a) + α 2 y ′ (a) = 0, dengan konstanta α 1 dan α 2 keduanya tidak nol.

Banyak persamaan diferensial yang penting dan memiliki nama merupakan perso- alan Sturm-Liouville singular. Berikut ini adalah beberapa contohnya.

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

Persamaan Legendre Persamaan diferensial Legendre

(1 − x 2 )y ′′ − 2xy ′ + λy = 0, (−1 ≤ x ≤ 1) merupakan salah satu persamaan yang paling penting dalam fisika matematik. Solusi

rinci persamaan ini akan kita pelajari dalam Bab 4 setelah ini. Di sini kita hanya akan memperhatikan bahwa ini merupakan persoalan Sturm-Liouville singular karena persamaannya bisa dituliskan sebagai

(1 − x 2 )y ′ ′ + λy = 0,

yang merupakan persamaan Sturm-Liouville dengan p(x) = 1 − x 2 , q − 0, w = 1. Karena p(x) hilang pada kedua ujung, p(1) = p(−1) = 0, ini merupakan persoalan Sturm-Liouville singular. Seperti yang akan kita lihat dalam Bab 4 setelah ini, agar solusinya terikat pada −1 ≤ x ≤ 1, λ harus memiliki satu nilai berikut

λ n = n(n + 1), n = 1, 2, . . . .

Berkaitan dengan tiap λ n , fungsi eigen adalah fungsi Legendre P n (x), yang merupakan polinomial dengan orde n. Kita telah bertemu dengan fungsi ini ketika kita membentuk sebuah himpunan ortogonal dari {x n } pada selang −1 ≤ x ≤ 1 dengan fungsi bobot

satuan. Sifat-sifat fungsi ini akan dipelajari dalam Bab 4. Karena P n (x) merupakan fungsi eigen persoalan Sturm-Liouville, semuanya saling ortogonal dalam selang −1 ≤ x ≤ 1 dengan fungsi bobot w(x) = 1. Lebih dari itu, himpunan {P n (x)} (n =

0, 1, 2, . . .) lengkap. Oleh karena itu, sebarang bagian fungsi f (x) yang kontinu pada selang −1 ≤ x ≤ 1 bisa dinyatakan sebagai

f (x) =

c n P n (x),

n=0

dengan

hf|P n i

f (x)P n (x) dx

Deret ini dikenal sebagai deret Fourier-Legendre, yang sangat penting dalam menye- lesaikan persamaan diferensial parsial dengan simetri bola, yang akan kita lihat bela- kangan.

Persamaan Bessel Persoalannya terdiri dari persamaan

x 2 y ′′ (x) + xy ′ (x) − ν 2 y+λ 2 x 2 y(x) = 0 0 ≤ x ≤ L (3.18)

3.4. Teori Sturm-Liouville 141

dan syarat batas

y(L) = 0.

Ini merupakan persoalan Sturm-Liouville singular. Di dalam persamaan ν 2 merupak- an konstanta yang diberikan dan λ 2 merupakan parameter yang bisa dipilih untuk memenuhi syarat batas. Untuk mengubah persamaan ini ke dalam bentuk persamaan Sturm-Liouville, pertama marilah kita bagi persamaan dengan x 2

y (x) + y

(x) − 2 ν 2 y+λ y(x) = 0

dan kemudian mencari faktor integrasi

p(x) = e x′ dx ′ =e ln x = x.

Kalikan (3.19) dengan faktor integrasi ini, kita mempunyai

xy ′′ (x) + y ′ (x) − ν 2 y(x) + λ 2 xy(x) = 0, (3.20)

yang bisa dituliskan sebagai

[xy ] − ν 2 y+λ 2 xy = 0.

Ini adalah persamaan Sturm-Liouville dengan p(x) = x, q(x) = −ν 2 /x, w(x) = x. Jelaslah, (3.20) bisa diperoleh secara langsung dari (3.18) dengan membagi (3.18)

dengan x. Tetapi pendekatan tiap langkah akan memudahkan kita untuk menangani persamaan yang lebih rumit, yang akan segera kita lihat.

Karena p(0) = 0, terdapat titik singular pada x = 0. Jadi kita hanya memerlukan syarat batas y(L) = 0 pada x = L untuk membuatnya sebagai persoalan Sturm- Liouville.

Pers. (3.18) berhubungan dekat dengan persamaan Bessel yang terkenal. Untuk melihat hubungan ini, marilah kita ganti variabel, t = λx

dt 2 Jadi

Jadi (3.18) bisa dituliskan sebagai

dy

+t

2 −ν 2 y+t y = 0.

dt 2

dt

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

Ini adalah persamaan Bessel yang sangat penting dalam matematika murni maupun sains terapan. Informasi mengenai persamaan ini diketahui dengan baik. Kita akan membicarakan sifat-sifatnya dalam Bab 4.

Terdapat dua buah solusi bebas linier dari persamaan ini. satunya dikenal sebagai fungsi Bessel J ν (t) dan satunya lagi dikenal sebagai fungsi Neumann N ν (t). Fungsi Bessel berhingga di setiap titik, tetapi fungsi Neumann menuju tak hingga ketika t → 0.

Karena t = λx, solusi y(x) dari (3.18) haruslah

y(x) = AJ ν (λx) + BN ν (λx)

Gambar 3.2: Fungsi Bessel orde nol J 0 (t).

Karena solusinya harus berhingga pada x = 0, oleh karena itu konstanta B haruslah nol. Sekarang nilai J ν (t) bisa dihitung, seperti yang akan kita lihat dalam Bab 4. Sebagai sebuah contoh, kita lihat dalam Gambar 3.2 fungsi Bessel orde nol J 0 (t) sebagai fungsi t. Perhatikan bahwa, pada nilai t tertentu, nilainya nol. Nilai ini dikenal sebagai nilai nol fungsi Bessel, nilai ini ditabulasikan untuk beberapa nilai ν.

Sebagai contoh, nilai nol pertama J 0 (t) muncul ketika t = 2.405, yang kedua pada t = 5.520, . . .. Nilai ini dituliskan sebagai z 01 = 2.405, z 02 = 5.520, . . ..

Syarat batas y(L) = 0 meminta

J ν (λL) = 0.

Ini berarti λ hanya bisa memiliki nilai diskrit sedemikian rupa sehingga λ 1 L=z v1 , λ 2 L=z v2 , λ 3 L=z v3 ,.... Yaitu,

z vn

Sehingga fungsi eigen persoalan Sturm-Liouvillenya adalah

y n (x) = J ν (λ n x).

3.4. Teori Sturm-Liouville 143

Sekarang J ν (λ n x) dan J ν (λ m x) merupakan dua buah fungsi eigen yang berbeda ber- sesuaian dengan dua buah nilai eigen berbeda λ n dan λ m . Fungsi eigennya saling tegak lurus dengan fungsi bobot w(x) = x. Kemudian {J ν (λ n x)}, (n = 1, 2, 3, . . .) merupakan himpunan lengkap dalam selang 0 ≤ x ≤ L. Oleh karena itu sebarang bagian dari fungsi kontinu f (x) dalam selang ini bisa diekspansikan dalam suku fungsi eigen ini

hf(x)|J ν (λ n x)i

f (x)J ν (λ n x)xdx

0 [J ν (λ n x)] dx Ekspansi ini dikenal sebagai deret Fourier-Bessel. Ini diperlukan untuk menyelesaikan persamaan diferensial dengan simetri silinder.

Contoh 3.4.4. Persamaan Hermite. Buktikan persamaan diferensial berikut

y ′′ − 2xy ′ + 2αy = 0 −∞<x<∞

merupakan persoalan Sturm-Liouville. Jika H n (x) dan H m (x) merupakan kedua buah solusinya buktikan bahwa

H n (x)H m (x)e −x 2 dx = 0 untuk n 6= m.

Solusi 3.4.4. Untuk membentuknya dalam persamaan Sturm-Liouville, marilah kita hitung faktor integrasi

− x 2x ′ dx p(x) = e ′ =e −x 2 .

Kalikan persamaan dengan faktor integrasi ini, kita memperoleh

persamaannya bisa dituliskan sebagai

e −x y ′ ′ + 2αe −x 2 y = 0.

Ini berbentuk persamaan Sturm-Liouville dengan p(x) = e −x 2 , q = 0, w(x) = e −x 2 . Karena p(−∞) = p(∞) = 0, ini adalah persoalan Sturm-Liouville singular. Oleh

karena itu, jika H n (x) dan H m (x) merupakan dua buah solusi persoalan ini, maka keduanya harus saling ortogonal dengan fungsi bobot e −x 2 yaitu Z ∞

n (x)H m (x)e −x dx = 0 untuk n 6= m.

3. Fungsi Ortogonal dan Persamaan Sturm-Liouville

Contoh 3.4.5. Persamaan Laguerre. Buktikan persamaan diferensial berikut

xy ′′ + (1 − x)y ′ + ny = 0, 0<x<∞

membentuk persoalan Sturm-Liouville singular. Jika L n (x) dan L m (x) dua solusi dari persoalan ini, buktikan bahwa

Z ∞ L n (x)L m (x)e −x dx = 0 untuk n 6= m.

Solusi 3.4.5. Untuk membuatnya dalam bentuk persamaan Sturm-Liouville, marilah pertama kita bagi persamaannya dengan x

y ′′ 1−x

y ′ +n y=0

kemudian menghitung faktor integrasi

R x 1−x′

p(x) = e

x′

dx ′ =e ln x−x = xe −x .

Kalikan persamaan terakhir dengan faktor integrasi, kita mempunyai

persamaannya bisa dituliskan sebagai

xe −x y ′ ′ + ne −x y = 0.

Ini berbentuk persamaan Sturm-Liouville dengan p(x) = xe −x , q = 0, w(x) = e −x . Karena p(0) = p(∞) = 0, ini adalah persoalan Sturm-Liouville singular. Oleh karena itu, jika L n (x) dan L m (x) merupakan dua buah solusi persoalan ini, maka keduanya harus saling ortogonal dengan fungsi bobot e −x yaitu

Z ∞ L n (x)L m (x)e −x dx = 0 untuk n 6= m.

Contoh 3.4.6. Persamaan Chebyshev. Buktikan persamaan diferensial berikut (1 − x 2 )y ′′ − xy ′ +n 2 y = 0, −1 < x < 1

membentuk persoalan Sturm-Liouville singular. Jika T n (x) dan T m (x) dua solusi dari persoalan ini, buktikan bahwa

T n (x)T m (x) √

dx = 0 untuk n 6= m.

0 1−x 2

3.5. Fungsi Green 145

Solusi 3.4.6. Untuk membuatnya dalam bentuk persamaan Sturm-Liouville, marilah

pertama kita bagi persamaannya dengan (1 − x 2 )

kemudian hitung faktor integrasi

p(x) = e x′

1−x ′2

dx ′ .

Untuk menghitung integralnya, misalkan u = 1 − x 2 , du = −2x dx, jadi Z x

=− 2 =− ln u = − ln(1 − x ). 1−x

2 h 2 i 1/2 =e 1/2 ln(1−x ) = e ln(1−x )

= (1 − x 2 ) 1/2 . Kalikan persamaan terakhir dengan faktor integrasi, kita mempunyai

p(x) = e x′

1−x ′2

dx ′

(1 − x 2 ) 1/2 y ′′ − (1 − x 2 ) −1/2 xy ′ +n 2 (1 − x 2 ) −1/2 y=0 Karena

h 2 i ′ ) 1/2 y ′

2 ) (1 − x 1/2 = (1 − x y ′′ − (1 − x 2 ) −1/2 xy ′ persamaannya bisa ditluiskan sebagai

h 2 1/2 i ′

2 (1 − x 2 ) y ′ +n (1 − x ) −1/2 y = 0.

2 Ini berbentuk persamaan Sturm-Liouville dengan p(x) = (1 − x 1/2 ) , q = 0, w(x) = (1 − x 2 ) −1/2 . Karena p(−1) = p(1) = 0, ini adalah persoalan Sturm-Liouville singular.

Oleh karena itu, jika T n (x) dan T m (x) merupakan dua buah solusi persoalan ini, maka keduanya harus saling ortogonal dengan fungsi bobot (1 − x 2 ) −1/2 yaitu

T n (x)T m (x) √ dx = 0 untuk n 6= m.

1−x 2