Fungsi Legendre
4.6 Fungsi Legendre
Persamaan diferensial
dikenal sebagai persamaan Legendre, ditemukan oleh matematikawan Perancis Adrien Marie Legendre (1785-1833). Persamaan ini muncul dalam berbagai aplikasi di bidang fisika. Solusi dari persamaan ini disebut sebagai fungsi Legendre yang merupakan salah satu fungsi khusus yang sangat penting.
Fungsi Legendre muncul dalam solusi persamaan diferensial parsial ketika Laplaci- annya kita nyatakan dalam koordinat bola. Dalam penggunaan ini, variabel x adalah cosinus dari sudut polar (x = cos θ). Sehingga nilai x jangkauannya dibatasi pada −1 ≤ x ≤ 1.
4.6.1 Solusi Deret Persamaan Legendre
Kita mulai dengan solusi deret (4.59)
y(x) = x k
a n (n + k)x n+k−1 ,
a n (n + k)(n + k − 1)x n+k−2 .
n=0
Jika kita masukkan pada (4.59) kita mendapatkan
1−x
a n (n + k)(n + k − 1)x n+k−2 − 2x
a n (n + k)x n+k−1
a n (n + k)(n + k − 1)x n+k−2 −
(n + k)(n + k − 1)x n+k
Dengan mengkombinasikan tiga penjumlahan terakhir, kita memperoleh
a n (n + k)(n + k − 1)x n+k−2
a n [(n + k)(n + k − 1) + 2(n + k) − λ] x n+k = 0.
n=0
n=0
4.6. Fungsi Legendre 195
Jika kita menuliskan secara eksplisit dua buah suku pertama pada penjumlahan per- tama dan menggunakan
(n + k)(n + k − 1) + 2(n + k) − λ = (n + k)(n + k + 1) − λ,
kita memperoleh
a 0 k(k − 1)x
k−2
+a 1 (k + 1)kx
k−1
a n (n + k)(n + k − 1)x n+k−2
n=2
a n [(n + k)(n + k + 1) − λ] x n+k = 0.
n=0
Jika kita menggeser indeks sebanyak 2, kita dapat menuliskan penjumlahan yang di- mulai dengan n = 2 sebagai
a n+2 (n + k + 2)(n + k + 1)x (n + k)(n + k − 1)x n+k .
n+k−2 =
n=2
n=0
Maka (4.61) menjadi
a 0 k(k − 1)x k−2 +a 1 (k + 1)kx k−1 +
X ∞ [a n+2 (n + k + 2)(n + k + 1) − a n
[(n + k)(n + k + 1) − λ]] x n+k =0
n=0
yang mengimplikasikan
a 0 k(k − 1) = 0,
(4.62) [a n+2 (n + k + 2)(n + k + 1) − a n [(n + k)(n + k + 1) − λ]] = 0.
a 1 (k + 1)k = 0,
(4.63) Karena a 0 6= 0, dari (4.61) kita mempunyai k = 0 atau k = 1, kemudian dari (4.62)
a 1 haruslah 0. Jika k = 0, a 1 dapat bernilai 0 atau tidak sama dengan 0. Sehingga kita mempunyai tiga kasus
kasus 1 : k = 0 dan a 1 = 0, kasus 2 : k = 1 dan a 1 = 0, kasus 3 : k = 0 dan a 1 6= 0.
Pertama kita lihat kasus 1. Karena k = 0 (4.63) menjadi:
a n+2 2 (n + 2)(n + 1) − a n n +n−λ = 0,
(n + 2)(n + 1)
4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre
Karena a 1 = 0, kita melihat dari persamaan ini a 3 =a 5 = · · · = 0. Sehingga kita hanya memiliki suku genap saja. Marilah kita tuliskan persamaannya sebagai:
a n+2 = f (n)a n ,
(n + 2)(n + 1)
1 + f (0)x 2 + f (2)f (0)x 4 + f (4)f (2)f (0)x 0 6 +··· , (4.66) yang merupakan deret tak hingga. Sekarang yang harus kita lakukan adalah melakuk-
y(x) = a
an uji deret, apakah deret ini konvergen atau tidak? Untuk melakukannya, kita bisa menuliskan deret ini dengan bentuk
y(x) =
b 1 =a 0 f (0),
b j =a 0 f (2j − 2)f(2j − 4) · · · f(0),
b j+1 =a 0 f (2j)f (2j − 2) · · · f(0).
Untuk uji rasio, kita gunakan
f (2j)x 2 .
2j(2j + 1) − λ
f (2j) =
(2j + 2)(2j + 1)
sehingga
lim f (2j)x 2 =x 2 .
j→∞
Sehingga untuk −1 < x < 1 deret ini kovergen, sedangkan untuk x = 1 uji deret biasa tidak memberikan informasi apapun. Sehingga kita harus menggunakan uji deret orde
kedua (yang juga disebut uji Gauss atau uji Raabe), yang mengatakan dengan
s R→1− ,
jika s > 1 deretnya konvergen, sedangkan jika s ≤ 1 deretnya divergen. Uji deret ini berdasarkan pada perbandingan dengan fungsi Riemann Zeta ξ(s) yang didefinisikan
sebagai:
ξ(s) =
j=1 j s
4.6. Fungsi Legendre 197
Karena
x ∞ −s+1 ∞
nilai integral ini divergen untuk s ≤ 1 dan konvergen untuk s > 1. Sehingga menurut uji integral ξ(s) divergen untuk s ≤ 1 dan konvergen untuk s > 1. Untuk ξ(s)
j+1 −s s R = lim
1/(j + 1) s
j yang juga merupakan bentuk (4.68). Kita juga dapat menunjukkan bahwa kriteria
konvergensinya dapat digunakan untuk semua deret yang berperilaku asimptotik sama dengan fungsi Riemann Zeta ξ(s).
Sekarang dalam (4.67)
1 R = lim f (2j) =
j Karena s = 1 maka deret tersebut divergen. Sehingga untuk λ sebarang, solusi terse-
j→∞
j+1
j(1 + 1/j)
but tidak akan terikat pada x = ±1. Bagaimanapun, jika
λ = l(l + 1), l = bilangan genap,
maka deret yang kita miliki akan berhenti dan menjadi polinomial, sehingga kita tidak mempunyai masalah dengan konvergensi. Jelas dari (4.64)
a n+2 n(n + 1) − l(l + 1) = a n ,
(n + 2)(n + 1)
yaitu a l+2 = 0. Dari sini kita juga memiliki a l+4 =a l+6 = · · · = 0. Contohnya jika l = 0, maka a 2 =a 4 = · · · = 0. Solusinya, menurut (4.60) adalah y = a 0 . Untuk tiap l, solusinya bisa didapatkan secara sistematik dari (4.65) dan (4.66). Karena
(n + 2)(n + 1)
y(x) = a 0 1 + f (0)x 2 + f (2)f (0)x 4 + f (4)f (2)f (0)x 6 +··· , sehingga
(4.71) l = 2 : f (0) = −3, f(2) = 0, y = a 2
7 70 l = 4 : f (0) = −10, f(2) = − , f (4) = 0 y = a 0 1 − 10x 2 + x 4 .
Untuk kasus 2, k = 1, a 1 = 0, (4.63) menjadi: [a n+2 (n + 3)(n + 2) − a n [(n + 1)(n + 2) − λ]] = 0,
4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre
atau
a n+2 = (n + 1)(n + 2) − λ a n .
(n + 3)(n + 2)
Karena a 1 = 0, dan dengan hubungan rekursi ini, semua koefisien ganjil a n juga bernilai nol. Solusinya diberikan oleh
y(x) = x a 0 +a 2 x 2 +a 4 x 4 +···
(4.74) yang merupakan deret pangkat untuk x ganjil. Dengan argumen yang sama pada
=a
0 x+a 2 x +a 4 x +··· ,
kasus 1, deret ini divergen untuk x = 1 kecuali untuk
λ = l(l + 1), l = bilangan ganjil.
Dalam kasus ini
a n+2 = (n + 1)(n + 2) − l(l + 1) a n = f (n + 1)a n ,
(n + 3)(n + 2)
dan y(x) = a x + f (1)x 3 0 + f (3)f (1)x 5 + f (5)f (3)f (1)x 7 +··· ,
5 5 l = 3, f (1) = − , f (3) = 0, y=a 0 x− x 3 . (4.76)
3 3 Untuk kasus 3, k = 0, a 1 6= 0. Karena a 0 tidak bernilai nol, maka dengan mudah
ditunjukkan bahwa solusinya merupakan jumlah dari dua buah deret tak hingga, satu deret merupakan pangkat genap dari x dan deret lainnya merupakan deret dengan pangkat ganjil dari x. Dalam kasus ini, solusi deretnya divergen untuk x = ±1.
4.6.2 Polinomial Legendre
Dalam subbab terakhir kita telah melihat solusi dari persamaan Legendre
1−x
y(x) + l(l + 1)y(x) = 0,
dx
dx
diberikan oleh polinomial berorde l. Selanjutnya polinomial tersebut hanya meng- andung x pangkat dalam orde genap jika l genap dan hanya mengandung x pangkat dalam orde ganjil jika l ganjil. Solusi ini diberikan dengan perkalian terhadap konstan-
ta a 0 . Sekarang dengan perjanjian, jika a 0 dipilih sedemikian rupa sehingga y(1) = 1, maka polinomial ini dikenal sebagai polinomial Legendre P l (x). Sebagai contoh (4.72)
l = 2, y 2 (x) = a
0 1 − 3x ,
4.6. Fungsi Legendre 199
maka
y 2 (1) = a 0 (−2) = 1
kita harus memilih
a 0 =− .
2 Dengan pemilihan ini y 2 (x) dikenal sebagai P 2 (x), yaitu
2 (x) = −
1 − 3x =
3x 2 −1 =P 2 (x).
Dengan cara yang sama, dari (4.76)
Beberapa polinomial Legendre dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan nilainya adalah sebagai berikut
Jelas bahwa
P l (1) = 1, untuk semua l.
Jika l genap, maka P l (x) merupakan fungsi genap simetrik terhadap nol, dan jika l ganjil, maka P l (x) merupakan fungsi ganjil, antisimetrik terhadap nol. Yakni
l (−x) = (−1) P l (x),
dan khususnya
(−1) = (−1) l .
4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre
Gambar 4.5: Polinomial Legendre
4.6.3 Fungsi Legendre Jenis Kedua
Dengan memilih λ = l(l + 1), kita telah memilih satu dari dua deret tak hingga menjadi polinomial. Solusi kedua tetaplah berbentuk deret tak hingga. Deret tak hingga ini masih bisa kita tuliskan dalam bentuk tertutup, meskipun tetap divergen pada x = ±1.
Cara lain untuk mendapatkan solusi orde kedua adalah dengan yang dinamakan “metode reduksi orde”. Dengan P l (x) adalah solusi persamaan Legendre orde l, kita menuliskan solusi keduanya sebagai
y 2 (x) = u l (x)P l (x). Dengan mensyaratkan bahwa y 2 (x) memenuhi persamaan Legendre dengan orde yang
sama, kita bisa menentukan u l (x). Jika kita masukkan y 2 (x) pada persamaan Legen- dre, kita mempunyai
1−x
2 [u l (x)P l (x)] − 2x [u l (x)P l (x)] + l(l + 1) [u l (x)P l (x)] = 0. dx
dx
Persamaan ini dapat dituliskan 1−x 2 P l (x)u ′′
l (x) − 2xP l
(x) − 2 1 − x 2 P
l ′ (x) u ′ l (x)
+ 1−x 2
2 P dx l (x) − 2x
P l (x) + l(l + 1)P l (x) u l (x) = 0.
dx
4.6. Fungsi Legendre 201
Karena P l (x) merupakan solusi, maka suku pada tanda kurung terakhir bernilai nol, sehingga kita hanya memiliki
2 P 1−x 2 l (x)u ′′ l (x) − 2xP l (x) − 2 1 − x P l ′ (x) u ′ l (x) = 0, atau
P (x) l (x) l (1 − x (x). l Karena u ′′ l (x) = d/dx(u ′ l (x)) maka persamaan ini bisa dituliskan
Integralkan kedua ruas, kita memperoleh ln u ′
l (x) = − ln 1 − x − 2 ln P l (x) + C, atau
Konstanta sebarang c tidak berkontribusi apapun pada sifat-sifat fungsi Legendre. Dengan memilih c = 1, fungsi Legendre jenis kedua kita berikan simbol Q l (x).
Dengan P 0 (x) = 1, Z x
2 1−x Konstanta integrasi tambahan pada integral ini dipilih nol untuk memudahkan. De-
ngan pemilihan ini
1 1+x
Q 0 (x) = u 0 (x)P 0 (x) = ln
2 1−x Dengan cara yang sama, dengan P 1 (x) = x,
Q 1 (x) = u 1 (x)P 1 (x) = ln
2 −1=P
l (x)Q 0
(x) − 1.
1−x
Q l dengan orde yang lebih tinggi bisa diperoleh dengan hubungan rekursi
lQ l (x) = (2l − 1)xQ l−1 (x) − (l − 1)Q l−2 (x),
4. Fungsi Bessel dan Polinomial Legendre
yang juga dipenuhi oleh P l (x), (akan dibuktikan setelah ini). Beberapa fungsi Q l (x) adalah sebagai berikut
Dapat ditunjukkan juga bahwa ekspresi ini tidak lain adalah solusi deret tak hingga yang didapatkan dari metode Frobenius. Sebagai contoh, koefisien pada solusi kedua dari (4.74)
y=a 0 x+a 2 x 3 +a 4 x 5 +···,
diberikan oleh (4.73)
(n + 1)(n + 2) − λ
a n+2 =
(n + 3)(n + 2)
Dengan λ = 0
(n + 1)(n + 2)
a n+2 =
(n + 3)(n + 2)
Sehingga
y=a 0 x+ x 3 + x 5 +··· =
ekpresi ini identik dengan a 0 Q 0 (x).
Sehingga solusi umum dari persamaan Legendre dengan orde bilangan bulat l ada- lah
y(x) = c 1 P l (x) + c 2 Q l (x),
dengan P l (x) adalah polinomial yang konvergen untuk semua x dan Q l (x) divergen pada x = ±1.