Analisis Fungsi Produksi ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI

VIII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI

PENGUSAHAAN PENGGILINGAN PADI

8.1 Analisis Fungsi Produksi

Fungsi produksi menggambarkan suatu hubungan antara faktor-faktor produksi dengan hasil produksinya. Berdasarkan asumsi awal bahwa produksi beras di penggilingan padi di Kabupaten Karawang diduga dipengaruhi oleh sembilan variabel yaitu jumlah GKP, jumlah solar, tenaga kerja yang digunakan, jam kerja mesin, kapasitas mesin, modal, mitra Bulog, pendidikan, dan pengalaman pemilik. Dari sembilan faktor tersebut, empat faktor diantaranya merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi perbedaan pendapatan antara pengusahaan penggilingan padi. Semua faktor-faktor produksi tersebut merupakan peubah bebas yang akan menduga produksi beras sebagai peubah tidak bebas. Dalam penelitian ini, semua seluruh faktor produksi digabung baik penggilingan besar maupun penggilingan kecil. Data penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat pada Lampiran 6. Model fungsi produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam produksi penggilingan padi adalah jumlah GKP, jumlah solar, tenaga kerja yang digunakan, jam kerja mesin JKM, kapasitas mesin, modal, mitra Bulog, pendidikan, dan pengalaman pemilik. Hasil pendugaan model dan hubungan antara variabel bebas faktor-faktor produksi dan variabel tidak bebas produksi beras dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Analisis Ragam Produksi Beras pada Penggusahaan Penggilingan Padi Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung Peluang Regresi 9 32,3304 3,5923 5758,44 0,000 Galat 25 0,0156 0,0006 Total 34 32,3460 Berdasarkan pendugaan model produksi yang diperoleh pada Tabel 22, terlihat nilai F-hitung sebesar 5758,4 yang signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi beras penggilingan padi. Hasil pendugaan yang diperoleh untuk fungsi produksi Cobb-Douglas adalah: Ln Produksi = 1.23 + 0.709 ln GKP + 0.146 ln Solar + 0.0180 ln TK - 0.0156 ln Jam - 0.0475 ln KapMes + 0.143 ln Modal - 0.0041 ln Mitra - 0.0166 ln Pend + 0.0229 ln pengalaman Berdasarkan hasil pendugaan diperoleh koefisien determinasi R 2 sebesar 98,8 persen. Nilai R 2 sebesar 98,8 persen menunjukkan bahwa 98,8 persen dari variasi produk beras dapat dijelaskan oleh variasi faktor-faktor seperti jumlah GKP, jumlah solar, tenaga kerja, jam kerja mesin, kapasitas mesin, modal, mitra Bulog, pendidikan, dan pengalaman. Sisanya, variasi sebesar 1,2 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Hasil analisis model produksi dapat dilihat pada Tabel 23. dan Lampiran 8. Tabel 23. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Beras pada Penggilingan Padi di Kabupaten Karawang Variabel Koefisien Regresi Simpangan Baku Koefisien T-hitung Nilai-P VIF Konstanta 1,2292 0,07650 2,85 0,009 Ln GKP 0,70911 0,07650 9,27 0,000 152,2 Ln Solar 0,14574 0,06039 2,41 0,023 156,2 Ln TK 0,01800 0,06039 0,72 0,480 9,3 Ln JKM -0,01558 0,02410 -0,65 0,524 7,3 Ln KapMesin -0,04754 0,03712 -1,28 0,212 7,1 Ln Modal 0,14304 0,05706 2,51 0,019 174,3 Ln Mitra -0,00412 0,01785 -0,23 0,819 2,1 Ln Pendidikan -0,01661 0,01513 -1,10 0,283 1,3 Ln Pengalaman 0,02286 0,01421 1,61 0,120 2,2 Pengaruh faktor-faktor produksi secara parsial juga dapat dilihat dengan menggunakan uji t. Hasil uji t menunjukkan bahwa faktor produksi jumlah GKP, jumlah solar, dan modal pemilik berpengaruh nyata dan signifikan terhadap produksi beras. Jumlah GKP berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, sementara variabel jumlah solar dan modal pemilik penggilingan padi berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Uji t pada variabel tenaga kerja TK, jam kerja mesin JKM, kapasitas mesin, mitra Bulog, pendidikan, dan pengalaman menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut memiliki nilai t yang kecil dan kurang dari t-tabel sehingga tidak nyata dan tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen. Variabel tenaga kerja memiliki pengaruh tidak nyata karena hanya mengukur tenaga kerja yang digunakan pada proses pengolahan dan pengeringan saja, sementara tenaga kerja yang melakukan pekerjaan lainnya seperti pembelian gabah dan penjualan sulit diidentifikasi sehingga tidak termasuk dalam model. JKM tidak nyata karena mesin yang biasa digunakan di penggilingan padi umumnya dijalankan delapan sampai sepuluh jam per hari dan telah mencapai kapasitas optimalnya. Selain itu, umur mesin yang digunakan relatif tua sehingga kinerjanya tidak begitu baik. Apabila jam kerja ditingkatkan maka dibutuhkan mesin yang memiliki teknologi yang lebih baik dan kapasitas giling yang lebih besar daripada yang saat ini digunakan. Variabel kapasitas mesin menjadi tidak nyata karena beberapa penggilingan yang memiliki mesin dengan kapasitas yang sama, namun berbeda dalam hasil produksi, selain itu tiap penggilingan memiliki jumlah unit mesin giling yang berbeda. Variabel mitra Bulog menjadi tidak signifikan karena kemitraan penggilingan dengan Bulog tidak menjadikan penggilingan padi yang bermitra menambah produksinya. Kemitraan dilakukan lebih kepada keuntungan yang diperoleh penggilingan yang melakukan kemitraan dengan kemampuan produksi yang dimiliki. Variabel pendidikan dan pengalaman juga tidak berpengaruh secara signifikan, karena tidak ada hubungan khusus yang kuat antara pendidikan dengan produksi beras penggilingan. Tinggi atau rendahnya pendidikan pemilik tidak mempengaruhi kemampuan kapasitas produksi penggilingan. Begitu juga dengan pengalaman, karena terdapat banyak pemilik yang berumur muda meneruskan usaha orang tuanya di penggilingan yang memang sudah memiliki kapasitas produksi tinggi, walaupun pengalaman dianggap hal yang penting. Pengujian fungsi produksi dapat dilihat dengan menganalisis kesesuaian dengan asumsi OLS. Suatu model terbaik harus memenuhi beberapa asumsi OLS antara lain adalah normalitas kenormalan sisaan, homoskedastisitas kehomogenan ragam, tidak terdapat multikolinearitas hubungan antar variabel dan autokorelasi. Pada Lampiran 17. dapat dilihat bahwa pada model Cobb- Douglas asumsi normalitas terpenuhi. Asumsi ini terpenuhi karena tebaran sisaan model Cobb-Douglas membentuk suatu garis lurus. Sebenarnya, gambar pada Lampiran 17. belum dapat diputuskan dengan tegas bahwa residual model Cobb- Douglas yang dibuat telah mengikuti distribusi normal yang diinginkan sesuai dengan asumsi model regresi karena gambar pada Lampiran 18. dan Lampiran 17. secara grafik tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan antara keduanya, sehingga perlu dilakukan uji kenormalan residual model dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov Iriawan dan Astuti, 2006. Pada Lampiran 18. terdapat informasi mengenai rata-rata, standar deviasi, dan jumlah pengamatan yang masing-masing bernilai -3,01981 x 10 -15 , 0,02142, dan 35. Hasil statistik Kolmogorov-Smirnov adalah 0,114 dengan p-value melebihi 15 persen. Terlihat bahwa nilai KS-hitung lebih kecil dari KS-tabel 0,224 dan tolak H jika nilai Kolmogorov-Smirnov KS lebih besar dari KS 1- . Kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah residual model regresi Cobb- Douglas yang dibuat telah mengikuti distribusi normal. Asumsi homoskedastisitas pada model Cobb-Douglas juga terpenuhi karena penyebaran nilai-nilai residual model Cobb-Douglas tidak membentuk suatu pola tertentu. Uji homoskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 19. dimana nilai-nilai residual tidak membentuk suatu pola tertentu. Pengujian terhadap gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson DW. Pada Lampiran 16. dapat dilihat bahwa nilai DW adalah 2,29628 d. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat masalah autokorelasi atau tidak. Model tidak memiliki masalah autokorelasi apabila nilai d berada pada selang pengujian du d 4-du 1,77 d 2,33. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa model fungsi Cobb-Douglas yang diperoleh tidak terdapat masalah autokorelasi. Salah satu asumsi yang terdapat pada persamaan regresi klasik adalah tidak terdapatnya masalah multikolinearitas. Multikolinearitas dapat terbagi atas multikolinearitas sempurna dan tidak sempurna. Multikolinearitas sempurna jarang sekali ditemukan dan jika ada mudah dihindari. Sementara multikolinearitas tidak sempurna sering dihadapi dalam estimasi. Multikolinearitas dapat didefinisikan sebagai hubungan fungsional yang bersifat linear antara dua atau lebih variabel independen yang kuat sehingga secara signifikan berpengaruh terhadap koefisien hasil estimasi, koefisien regresi dari variabel independen itu Gujarati, 1995. Sarwoko 2005 menambahkan bahwa multikolinearitas terdapat pada setiap persamaan regresi. Tidak mungkin contoh riil dalam dunia nyata menemukan serangkaian variabel-variabel penjelas yang sama sekali tidak berkorelasi satu sama lainnya. Selain itu, harus disadari bahwa multikolinearitas adalah sebuah fenomena sampel dan fenomena teori. Terdapat banyak cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas, namun tidak ada kesepakatan umum tentang uji-uji multikolinearitas yang benar. Ada dua cara mendeteksi multikolinearitas yang paling banyak digunakan yaitu koefisien korelasi sederhana yang tinggi, dan nilai VIF variance inflation factors yang tinggi. Untuk memudahkan, dalam bagian ini hanya akan dilihat nilai VIF yang terdapat pada model Cobb-Douglas. Nilai VIF yang lebih dari 10 mengindikasikan adanya hubungan antar variabel-variabelnya. Tabel 23. menunjukkan nilai VIF masing-masing faktor produksi. Terdapat tiga variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10, yang berarti dalam model Cobb- Douglas ini menunjukkan adanya gejala mulikolinearitas. Variabel-variabel tersebut adalah jumlah GKP, jumlah solar dan modal. Tabel 20. menunjukkan nilai VIF dalam model Cobb-Douglas. Masalah multikolinearitas yang terdapat pada model Cobb-Douglas dapat diatasi dengan beragam cara antara lain 1 mengeluarkan variabel bebas yang berkolinear berhubungan dari model Nachrowi dan Usman, 2006, 2 mentrasformasikan variabel berkolinear, dan 3 mencari data tambahan atau menambah ukuran sampel. Gujarati 1995 menyatakan bahwa setiap perbaikan terhadap masalah multikolinearitas memiliki suatu kekurangan karena multikolinearitas adalah sebuah fenomena yang bersifat grey issue karena dapat berubah dari sampel ke sampel bahkan untuk spesifikasi yang serupa dari sebuah persamaan regresi. Oleh karena itu, tindakan tanpa melakukan perbaikan seringkali menjadi solusi yang bijak. Alasan tidak mengambil tindakan apapun terhadap masalah multikolinearitas dalam sebuah persamaan tidak akan selalu mengurangi nilai t sehingga menjadi tidak signifikan atau merubah koefisien variabel pada model sehingga nilai tersebut berbeda dengan yang diharapkan. Tabel 23. menjelaskan bahwa variabel GKP, jumlah Solar, dan modal yang berkorelasi kuat memiliki nilai t yang signifikan dan koefisien variabel yang sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini semakin memperkuat alasan bahwa eksistensi multikolinearitas dalam model Cobb-Douglas tidak memiliki arti sehingga tindakan perbaikan tidak diperlukan. Jika perbaikan tetap dilakukan maka dapat menyebabkan persoalan lain yang mungkin lebih parah pada model tersebut. Alasan lainnya mengabaikan perbaikan dalam masalah multikolinearitas adalah bahwa menghapuskan sebuah variabel multikolinear yang dimiliki sebuah persamaan dapat membahayakan karena akan muncul bias spesifikasi. Menghapus variabel semacam itu berarti secara sengaja menciptakan bias spesifikasi tersebut. Oleh karena itu, banyak ahli ekonometrika yang tidak menghilangkan variabel berkorelasi dalam model walaupun nilai t-nya rendah. Gujarati 1995 memberikan penjelasan yang baik dengan asosiasi berikut, jika multikolinearitas adalah sebuah penyakit dan tindakan perbaikan adalah obatnya, maka obatnya mungkin lebih buruk dari penyakitnya dalam beberapa situasi.

8.2 Pengaruh Faktor-Faktor Produksi