Gabah dan Beras Persepsi Pemilik Penggilingan Padi terhadap Pekerjaan

kemampuan lebih besar untuk membeli gabah dalam jumlah besar, sehingga dapat menjual beras dan memperoleh keuntungan lebih besar dibandingkan penggilingan kecil. Penggilingan besar yang memiliki modal besar memiliki kesempatan lebih besar untuk berinovasi dan melakukan terobosan dalam proses produksi penggilingan. Dua penggilingan saat ini sedang mengembangkan bahan bakar dari batu bara untuk menggantikan peran solar dan minyak tanah sebagai bahan bakar. Inovasi ini dianggap dapat meminimalisir biaya yang menjadi beban penggilingan, terlebih saat ini harga solar turut naik akibat krisis energi yang juga menimpa Indonesia. Berbeda dengan penggilingan kecil yang terbatas modal usahanya.

5.3.5 Gabah dan Beras

Gabah yang dibeli penggilingan dari petani adalah berupa gabah kering panen GKP. GKP lebih dipilih oleh penggilingan dibandingkan gabah kering sawah GKS karena penggilingan tidak mau menanggung biaya pengeringan di sawah yang dilakukan oleh petani. Penggilingan biasa membeli gabah melalui perantara atau calo yang merupakan orang kiriman penggilingan ataupun calo di luar penggilingan yang menawarkan gabah. Penggilingan padi besar rata-rata membeli GKP sebanyak 50,31 ton, sedangkan penggilingan padi kecil sebanyak 10 ton. Jumlah pembelian GKP bergantung pada besarnya modal yang dimiliki oleh penggilingan padi, termasuk dengan mempertimbangkan lokasi pembelian gabah yang tentunya memerlukan biaya transportasi. Jenis gabah yang paling banyak digiling oleh penggilingan di Kabupaten Karawang adalah jenis Ciherang, karena jenis ini paling banyak diproduksi oleh petani Karawang dan cocok dengan karakteristik tanah pertanian Karawang. Varietas lainnya juga ikut di giling seperti Muncul, IR 64, IR 42, dan Pandan Wangi, namun karena jumlahnya sedikit dan tidak semua penggilingan memproduksinya, maka penelitian ini membatasi pada pembahasan varietas Ciherang saja. Kadar air gabah adalah hal yang perlu diperhatikan oleh penggilingan selain jenis varietas,. Kadar air mampu menentukan harga, kualitas, dan kuantitas hasil. Kadar air rata-rata penggilingan padi besar dan kecil relatif sama yaitu 26 persen. Hal ini terjadi karena cuaca yang mendukung pada saat penelitian sehingga kadar airnya normal. Kadar air yang terlalu besar akan menyebabkan berat gabah bertambah sementara isinya tidak terlalu bagus, sehingga harga gabah dengan kadar air tinggi akan menjadi rendah. Penggilingan juga terbebani oleh proses pengeringan yang relatif sulit dan berbiaya tinggi apabila kadar air gabah tinggi, ditambah hasil yang tidak begitu baik dibandingkan gabah dengan kadar air rendah. Proses pengeringan gabah dilakukan agar gabah memiliki kadar air sesuai dengan yang diinginkan. Bagi penggilingan padi yang bermitra dengan Bulog, kualitas gabah harus memenuhi persyaratan beras yang ditetapkan oleh Bulog, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Syarat kadar air yang berlaku adalah 14 persen. Walaupun syarat ini tidak berlaku bagi penggilingan padi yang tidak bermitra dengan Bulog, akan tetapi penggilingan padi harus tetap memperhatikan hal ini karena berkaitan erat dengan kualitas beras. Hasil produksi berupa beras juga menunjukkan tingkat rendemen beras yang terjadi. Rata-rata penggilingan padi besar memiliki tingkat rendemen beras 58,5 persen, sedangkan penggilingan padi kecil sebesar 59,75 persen. Angka tersebut menunjukkan persentase hasil produksi beras dari sejumlah GKP yang digiling. Baik kadar air maupun tingkat rendemen beras diketahui pemilik penggilingan melalui intuisi semata dengan berbekal pengalaman, karena sebagian besar tidak memiliki alat untuk mengukur kadar air dan tingkat rendemen. Pemilik hanya menggenggam beberapa sampel dari gabah atau beras, kemudian ditentukan besarnya kadar air dan tingkat rendemen. Hal tersebut memang subjektif, namun bagi pemilik berpengalaman, hasil perkiraan melalui intuisi seringkali tepat dengan ukuran sebenarnya apabila menggunakan alat ukur. Volume beras yang dihasilkan oleh penggilingan sebagian besar berkualitas medium. Kualitas lain yang biasa diproduksi penggilingan antara lain beras kepala, beras super, dan broken, akan tetapi jumlahnya terbatas dan hanya diproduksi apabila telah terdapat konsumen yang terbiasa memesan beras kualitas lain selain beras medium. Penggilingan yang bermitra dengan Bulog memproduksi beras kualitas medium, walaupun juga memproduksi beras kualitas lain. Beras yang telah dihasilkan melalui proses penggilingan kemudian di kemas dalam kemasan atau karung. Sebagian besar penggilingan padi menggunakan kemasan yang telah dikenal luas oleh masyarakat sebagai merek pasar, seperti Slyp, Cap Melati dan lain sebagainya. Beberapa penggilingan padi juga memiliki merek sendiri dengan kualitas yang menjadi standar tertentu. Merek sendiri biasa digunakan apabila beras tersebut sudah dikenal oleh masyarakat atau ada pesanan atau permintaan khusus dari konsumen. Permintaan khusus tersebut biasa berasal dari institusi atau lembaga yang memesan beras untuk diperjualbelikan kembali, misalnya hypermarket seperti Carrefour atau Giant, yang menggunakan merek Beras Carrefour atau Beras Giant sedangkan beras tersebut diproduksi oleh penggilingan, bukan oleh institusi tersebut. Beberapa penggilingan sudah melakukan kerjasama dengan hypermarket tersebut. Penggilingan padi, dalam prakteknya, juga melakukan grading dalam hal penjualan beras. Penggilingan meng-grading beras kualitas medium, broken, dan kepala. Seringkali penggilingan juga melakukan pencampuran atau oplos beras kualitas tertentu dengan yang kualitas lainnya, atau bahkan varietas tertentu dengan varietas lainnya. Tindakan pengoplosan beras diakui oleh pemilik penggilingan merupakan kecurangan atau penipuan, terlebih apabila dilakukan oplos varietas, misalnya varietas Pandan Wangi dioplos dengan Ciherang, namun beras diakui sebagai beras Pandan Wangi dengan harga lebih tinggi. Tindakan pengoplosan juga dapat dianggap lumrah dan bukan bentuk kecurangan, karena ternyata banyak konsumen yang mencari beras oplos. Konsumen ingin menikmati beras Ciherang namun berbau Pandan Wangi, karena mungkin membeli beras Pandan Wangi membutuhkan biaya yang relatif mahal, sehingga pengoplosan dianggap oleh sebagian konsumen sebagai peluang menikmati beras “rasa Pandan Wangi” dengan harga yang lebih murah.

5.3.6 Tenaga Kerja, Lantai Jemur, dan Bangunan