Penilaian Risiko Produksi Pertanian Padi Organik
memperoleh penerimaan tersebut petani menghadapi risiko penurunan penerimaan sebesar Rp 409 227.50.
Tabel 3 Penilaian risiko produksi pertanian padi organik di Kabupaten Cianjur
Kondisi Peluang
Pi Produktivitas
tonha Ri Pi. Ri
[Ri – ERi]
2
Pi.[Ri –ERi]
2
Tertinggi 0.21
6.99 1.47
0.94 0.20
Rata-rata 0.68
5.92 4.03
0.01 0.01
Terendah 0.11
4.71 0.52
1.72 0.19
E R = 6.02
2
= 0.40 = 0.63
CV = = 0.11
E Ri
Besarnya produksi yang diharapkan dari pertanian padi organik dapat dilihat dari expected return yang diperoleh. Berdasarkan hasil penilaian risiko
produksi pertanian padi organik diperoleh nilai expected return sebesar 6.02, artinya petani dapat mengharapkan perolehan hasil padi organik sebesar 6.02
tonha setelah memperhitungkan risiko yang ada.
Untuk melihat perbandingan risiko produksi antara pertanian padi organik dan padi konvensional maka dilakukan penilaian risiko produksi pertanian padi
konvensional yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penilaian risiko produksi pertanian padi konvensional di Kabupaten
Cianjur
Kondisi Peluang
Pi Produktivitas
tonha Ri Pi. Ri
[Ri – ERi]
2
Pi.[Ri –ERi]
2
Tertinggi 0.24
7.64 1.83
2.66 0.64
Rata-rata 0.62
5.88 3.65
0.02 0.01
Terendah 0.14
3.81 0.53
4.84 0.68
E R = 6.01
2
= 1.33 = 1.15
CV = = 0.19
E Ri
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa produktivitas padi organik tertinggi sebesar 6.99 tonha lebih kecil dari produktivitas padi konvensional tertinggi
sebesar 7.64 tonha. Hal ini diduga pertanian padi organik yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Cianjur masih dalam masa peralihan karena sebagian besar
petani 55.77 baru menerapkan pertanian padi organik kurang dari 5 tahun. Namun untuk produktivitas padi organik rata-rata sebesar 5.92 tonha lebih besar
dari produktivitas padi konvensional rata-rata sebesar 5.88 tonha. Demikian pula produktivitas padi organik terendah sebesar 4.71 tonha lebih besar dari
produktivitas padi konvensional terendah sebesar 3.81 tonha. Hal di atas menunjukkan bahwa secara rata-rata produktivitas padi organik lebih tinggi dari
produktivitas padi konvensional dikarenakan adanya peningkatan kualitas lahan.
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh nilai simpangan baku produksi
pertanian padi konvensional sebesar 1.15 yang berarti bahwa besarnya fluktuasi
produktivitas padi konvensional yang mungkin diperoleh petani dari produktivitas rata-rata sebesar 1.15 ton. Nilai CV sebesar 0.19 yang artinya untuk memperoleh
produksi padi sebesar 1 ton maka petani menghadapi risiko penurunan produksi sebesar 0.19 ton. Nilai expected return sebesar 6.01, artinya petani dapat
mengharapkan perolehan hasil padi konvensional sebesar 6.01 tonha setelah memperhitungkan risiko yang ada.
Berdasarkan nilai simpangan baku pertanian padi organik sebesar 0.63 lebih rendah dari pertanian padi konvensional sebesar 1.15 yang berarti bahwa
besarnya fluktuasi produktivitas padi yang mungkin diperoleh petani padi organik lebih rendah dari padi konvensional. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko
produksi yang dihadapi petani padi organik lebih rendah dari petani padi konvensional. Berdasarkan nilai CV pertanian padi organik sebesar 0.11 lebih
rendah dari pertanian padi konvensional sebesar 0.19 menunjukkan bahwa untuk memperoleh produksi padi sebesar 1 ton, besarnya risiko produksi pertanian padi
organik lebih rendah dari padi konvensional. Nilai expected return pertanian padi organik sebesar 6.02 tonha lebih tinggi dari pertanian padi konvensional sebesar
6.01 yang berarti bahwa perolehan hasil pertanian padi organik yang dapat diharapkan lebih tinggi dari pertanian padi konvensional. Hasil tersebut sesuai
dengan pernyataan Ismanto dan Azis 2011 berdasarkan pengalaman petani padi organik di Kabupaten Kudus serta pengalaman petani padi organik di Kabupaten
Cianjur yang menyatakan bahwa pertanian padi organik menghasilkan tanaman padi yang lebih sehat dibandingkan padi konvensional sehingga lebih tahan
terhadap hama dan penyakit, dengan demikian risiko produksi yang dihadapi petani padi organik lebih rendah dibandingkan petani padi konvensional.
Hasil analisis di atas memiliki kesamaan dengan hasil penelitian Wicaksono 2011 di Kabupaten Kebumen yang menyatakan bahwa rata-rata
produksi pertanian padi organik sebelum menggunakan limbah kelinci sebesar 8.24 kw pada luasan rata-rata petani dengan CV sebesar 0.65, sedangkan sesudah
menggunakan limbah kelinci sebagai input organik sebesar 9.18 kw dengan CV sebesar 0.58. Hal tersebut menunjukkan perolehan produksi pertanian padi
organik lebih besar dari pertanian padi konvensional, dan risiko produksi pertanian padi organik lebih rendah dibandingkan pertanian padi konvensional.
Hasil analisis yang menunjukkan risiko produksi pertanian padi organik lebih rendah dari pertanian padi konvensional juga diperoleh dari penelitian Tahir
et al. 2011 di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat produktivitas suatu lahan maka risiko produksi yang
dihadapi oleh petani semakin kecil karena pada daerah produktivitas yang semakin tinggi, penggunaan pupuk kimia semakin sedikit dengan proporsi
penggunaan pupuk organik yang cenderung semakin meningkat.
Hasil di atas memiliki perbedaan dengan hasil penelitian Abdullah 2007 di Kabupaten Sragen yang dilakukan pada pertanian padi semi organik. Pada
penelitian tersebut menunjukkan bahwa risiko produksi pertanian padi semi organik lebih besar dari pertanian padi konvensional yang ditunjukkan dari nilai
CV produksi padi semi organik yang lebih besar dari CV produksi padi konvensional. Rata-rata standar deviasi atau simpangan baku padi konvensional
selama 3 MT sebesar 1.45, sedangkan pada padi semi organik sebesar 3.44. Nilai CV produksi padi konvensional sebesar 0.016, sedangkan CV produksi padi semi
organik sebesar 0.042. Rata-rata produksi pertanian padi konvensional yang
diperoleh dari penelitian tersebut sebesar 9.502 tonha lebih tinggi dari pertanian padi semi organik yaitu sebesar 8.273 tonha. Variasi produksi pertanian padi
semi organik yang lebih besar dari pertanian padi konvensional tersebut disebabkan oleh belum adanya acuan penggunaan input organik pupuk, pestisida
untuk pencapaian produksi yang optimal, perbedaan kandungan hara pupuk organik, teknik penanggulangan hama dan penyakit, perbedaan kondisi lahan
akibat residu kimia, dan terutama akibat penggunaan benih unggul dalam pertanian padi organik yang memerlukan penggunaan pupuk kimia agar dapat
tumbuh dengan optimal.
Hasil penelitian risiko produksi pada pertanian padi konvensional yang dilakukan oleh Ningsih 2010 di Kabupaten Pamekasan diperoleh nilai CV
sebesar 0.48. Berdasarkan nilai CV produksi padi organik di Kabupaten Cianjur sebesar 0.13 menunjukkan bahwa besarnya risiko produksi pertanian padi organik
di Kabupaten Cianjur lebih rendah dari pertanian padi konvensional di Kabupaten Pamekasan. Demikian pula hasil penelitian Abdullah 2007, meskipun besarnya
risiko produksi pertanian padi semi organik lebih besar dari pertanian padi konvensional di Kabupaten Sragen namun besarnya risiko produksi pertanian padi
semi organik di Kabupaten Sragen lebih rendah dari pertanian padi konvensional di Kabupaten Pamekasan dengan nilai CV sebesar 0.042. Namun berdasarkan
hasil penelitian Wicaksono 2011 menunjukkan besarnya risiko produksi pertanian padi organik di Kabupaten Kebumen lebih tinggi dari pertanian padi
konvensional di Kabupaten Pamekasan dengan nilai CV sebesar 0.58.
Pada komoditas sayuran, penelitian Fariyanti et al. 2007 memperoleh hasil simpangan baku produksi kentang sebesar 0.13 dan simpangan baku
produksi kubis sebesar 0.05, nilai CV produksi kentang sebesar 0.0000000028 dan CV produksi kubis sebesar 0.00000000097. Berdasarkan angka tersebut
menunjukkan bahwa besarnya risiko produksi pada komoditas sayuran kentang dan kubis lebih rendah dibandingkan risiko produksi pada pertanian padi
konvensional maupun pertanian padi organik.